Panggita Wera meminta agar kegiatan penarikan kapal dihentikan sementara. Ia menyampaikan permintaan agar Brigjen Agus Bhakti dan rombongan melaksanakan shalat Ashar di atas kapal, sementara warga lainnya shalat di masjid. Dalam keyakinannya, Panggita menyatakan, "Insya Allah, setelah shalat Ashar, kapal ini akan berjalan sendiri menuju laut."
Keputusan tersebut diterima dengan penuh penghormatan oleh semua pihak. Tepat setelah Sang Panggita dan Brigjen TNI Agus Bhakti selesai shalat Ashar dilaksanakan, suasana di pantai kembali hidup. Warga mulai berkumpul, tali-tali penarik kapal diturunkan, dan kayu penyanggah mulai dilepas. suara gesekan mulai terdengar dari lambung bawah kapal. Tiba-tiba, tanpa komando, kapal mulai bergerak perlahan menuju laut. Suasana yang semula tenang mendadak berubah menjadi gemuruh sorak-sorai ribuan warga.
Asap dari gesekan kayu dengan lambung kapal mengepul di sepanjang jalur peluncuran, menambah dramatis suasana. Di atas geladak kapal, Brigjen TNI Agus Bhakti, Dandim 1608/Bima Letkol Inf Andi Lulianto, dan Prof Muhtar tampak terkejut sekaligus takjub. Kapal besar yang semula membutuhkan dorongan massal kini bergerak sendiri, seolah merespons doa dan kebersamaan yang telah dipanjatkan.
Suara sorak, teriakan penuh semangat, dan takbir bergema di sepanjang pantai. Warga menyaksikan dengan penuh kebanggaan ketika kapal besar itu perlahan namun pasti meluncur ke laut. Momentum ini menjadi bukti betapa tradisi Kalondo Lopi bukan sekadar peluncuran kapal, melainkan simbol dari gotong royong, doa dan hubungan spiritual antara manusia dengan Sang Pencipta. Kapal mengambang dengan Aman di atas Laut Wera.
Kejadian ini mencerminkan esensi mendalam dari tradisi Kalondo Lopi. Kapal tidak hanya diluncurkan dengan tenaga fisik, tetapi juga dengan doa, kebersamaan, dan semangat kolektif seluruh masyarakat. Proses ini juga mengajarkan bahwa kerja keras yang diiringi dengan keimanan dan harapan akan selalu membuahkan hasil.
Kejadian itu mengingatkan pada ungkapan, "Tidak ada sehelai daun yang jatuh tanpa campur tangan Sang Maha Mengatur." Sebuah frasa sederhana, namun sarat makna, mengingatkan manusia bahwa setiap peristiwa dalam kehidupan, sekecil atau sebesar apapun, adalah bagian dari rencana Ilahi.