Momentum ini menjadi bukti bahwa dalam kehidupan masyarakat Bima, tradisi dan kepercayaan spiritual berjalan beriringan. Rasa hormat kepada Alam dan petunjuk Tuhan menjadi bagian tak terpisahkan dari setiap langkah masyarakat dalam menjaga kearifan lokal.
Hari itu, Desa Sangiang bukan hanya menjadi tempat pelaksanaan Kalondo Lopi, tetapi juga simbol kebersamaan, harmoni antara manusia dengan alam, serta wujud rasa syukur kepada Sang Pencipta.
La Sangga Masa : Kuda Bima dan Gunung Sangiang Api Warisan Sejarah Nusantara
Sambil menunggu kapal Pinisi menukik sempurna dan siap meluncur, Brigjen TNI Agus Bhakti, Danrem 162/Wirabhakti, bersama rombongan turun dari kapal menuju boat yang telah disiapkan. Tujuannya adalah Pulau Sangiang Api, sebuah pulau bersejarah yang menjadi saksi hidup dari tradisi, kearifan lokal, dan pesona alam Nusantara.
Setibanya di Pulau Sangiang, rombongan disambut oleh warga yang bermukim sementara di sana. Meski cuaca terasa sangat panas akibat aktivitas vulkanik Gunung Sangiang, semangat warga dan rombongan tak surut. Pulau ini tidak hanya menyimpan tradisi, tetapi juga keindahan alam yang mempesona, seperti sumber air panas alami yang mengalir ke laut dan kawasan bawah laut yang menjadi habitat ikan football fish yang langka.
Kegiatan utama di Pulau Sangiang adalah pelepasan kuda Bima, simbol warisan sejarah yang kaya akan cerita heroik. Kuda-kuda ini dikenal sebagai keturunan kuda perang yang pernah digunakan oleh Raden Wijaya dalam membangun kekuatan militer Majapahit. Tak hanya itu, kuda Bima juga menjadi bagian dari kisah epik Perang Somba Opu, pertempuran di Bone, Buton, hingga ekspedisi ke Negeri Moro (Filiphina) serta Kisah Ulama Bangkalan Syaihk Kholil Bangkalan.
Kuda-kuda lokal ini memiliki karakteristik yang unik: tangguh, gesit, dan berdaya tahan tinggi, yang membuatnya dihormati sebagai salah satu jenis kuda terbaik di Nusantara.
Acara dimulai dengan penyerahan kuda secara simbolis kepada warga oleh Brigjen TNI Agus Bhakti, Dandim 1608/Bima Letkol Inf Andi Lulianto, dan Prof Muhtar, Ketua IKRA Nusantara. Kuda-kuda ini kemudian dilepas untuk hidup liar, sebagai bagian dari upaya pelestarian populasi kuda khas Bima. Proses ini juga sekaligus untuk memantau adaptasi dan perkembangan kuda setelah dilepas di habitat alaminya.
Dari kaki bukit, awan perlahan menyelimuti Gunung Sangiang yang menjulang gagah. Gunung ini oleh masyarakat setempat disebut Sang La Sangga Masa, simbol kekuatan dan kebijaksanaan alam. Letaknya yang strategis di bagian utara Pulau Sangiang menjadikannya ikon alam yang mendominasi lanskap pulau tersebut.