Mohon tunggu...
Sofiyan Mohammad
Sofiyan Mohammad Mohon Tunggu... -

Banten

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tegak ke Bawah, Loyo ke Atas

17 Januari 2015   20:56 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:56 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pagi itu, awan di atas Kota Serang menghitam. Sudah tiga hari terakhir ini, Banten diguyur hujan. Mendung yang menggelayut di awan, dikait-kaitkan dengan rencana pembunuhan legal yang akan dilakukan Pemerintah Jokowi-JK, terhadap lima terpidana mati kasus (gembong) narkoba.

"Mungkin cuaca mendung ini, seperti kegelisahan para gembong narkoba itu sekarang," kata salah satu mahasiswa yang berkacamata tebal, dengan rambut keriwil-keriwil.

Obrolan lima mahasiswa itu, mengusik lamunanku, saat membeli koran yang melapak di halte depan kampus itu. Rupanya mereka begitu menekuni berita rencana eksekusi mati terpidana narkoba. Di sejumlah koran yang kubaca mewartakan, Minggu (18/1) besok, lima terpidana mati kasus (gembong) narkoba akan dieksekusi (ditembak) mati, di Pulau Nusakambangan. Lima terpidana mati tersebut, yakni:
1. Marco Archer Cardoso Moreira (WN Brazil)
2. Namaona Denis (WN Malawi)
3. Daniel Enemuo alias Diarrassouba Mamadou (WN Nigeria)
4. Ang Kiem Soei alias Kim Ho alias Ance Tahir alias Tommi Wijaya (WN Belanda)
5. Rani Andriani alias Melisa Aprilia (WNI)

Keputusan eksekusi itu diperintahkan langsung oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) kepada Jaksa Agung Prasetyo, setelah menolak grasi 64 bandar narkoba yang telah dijatuhi pidana mati. Terlebih, Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan tegas hukuman mati sah dan konstitusional di Indonesia.

Sambil pura-pura menekuni isi koran, aku terus menyimak perbincangan lima mahasiswa yang setahuku sangat jarang ditemui di kota ini, sejak kutinggali kota ini hampir sebelas tahun. Mahasiswa berkacamata tebal itu mengaku iba terhadap para terpidana mati, yang sebentar lagi akan direnggut nyawanya oleh enam penembak jitu yang ditugaskan negara.

"Bukankah hanya Tuhan yang berhak mengambil nyawa manusia. Kenapa Jokowi mengambil alih tugas Tuhan? Dengan dipenjara seumur hidup saja, itu sudah cukup menghukum. Sehingga bisa memberikan kesempatan bagi mereka untuk bertobat," demikian ungkapan mahasiswa berkacamata tebal itu, meyakini empat rekannya untuk mengamini apa yang diucapkannya itu.

"Tapi orang kayak gitu mah, gak pernah kapok. Lihat saja, banyak kabar di portal berita, ada bandar narkoba yang masih bisa mengendalikan bisnis narkoba dari balik penjara. Supaya kapok, ya memang harus ditembak mati saja," tutur mahasiswa yang bertahi lalat di dagu.

"Benar, ada ribuan bahkan jutaan anak muda yang mati gara-gara ulah mereka ngedarin narkoba. Ya, hutang nyawa bayar nyawa lah," kata mahasiswa yang memakai jam tangan segede jengkol, ikut menimpali.

"Tapi tetap saja, kematian itu urusan Tuhan. Tidak boleh manusia ikut mengambil peran Tuhan," kata mahasiswa berkacamata tebal itu, menegaskan sikapnya.

"Mungkin itu sudah takdir mereka. Mati dengan jalan hidup seperti itu," ujar mahasiswa berjam tangan jengkol.

"Kalau soal jumlah orang yang terbunuh atas sebuah ulah negatif, kenapa koruptor juga tidak dihukum mati. Karena ulah koruptor, jutaan orang mati perlahan-lahan ditikam kemiskinan," mahasiswa yang bertubuh bongsor ikut berkomentar.

"Karena miskin, orang jadi mengambil jalan besi mengedarkan narkoba. Karena miskin, kriminalitas meningkat. Pembunuhan banyak terjadi karena dicekik kebutuhan hidup. Karena miskin itu lebih dekat dari kufur. Akar persoalannya dong yang dicabut, jangan nyawa orang dicabut tapi besok atau lusa ada kabar lagi pejabat yang korup, politisi yang korup, aparat keamanan yang korup, ini jelas gak adil," imbuh si bongsor nyerocos bak petasan jangwe.

Si bongsor pun melanjutkan, "Gara-gara anggaran pembangunan jalan dikorup, jalanan jadi cepat rusak dan berlubang. Gara-gara jalan berlubang, sudah belasan orang pengendara motor yang mati terperosok lalu terlindas atau tertabrak mobil. Itu juga termasuk kategori pembunuhan yang dilakukan koruptor," imbuh si bongsor sambil mengunyah gorengan.

"Iya juga sih. Tapi kalau memang Jokowi konsisten hukuman mati berlaku juga pada koruptor, pasti banyak pejabat dan politisi yang akan ditembak mati. Tapi persoalannya, Jokowi berani kagak? Yang aku takutkan, penegakan hukum di pemerintahan Jokowi ini hanya tegak ke bawah, tapi loyo ke atas," kata mahasiswa yang berkacamata tebal itu, sambil menghisap rokok kreteknya.

Aku hanya bisa tertawa kecil di dalam hati, mendengar perbincangan yang berkualitas di pagi itu. Setelah puas membaca sebagian isi koran nasional ternama, lalu aku beranjak pulang. Sampai di rumah, aku hidupkan televisi. Jantungku berdegup kencang. Di sebuah stasiun televisi yang tak bisa kusebutkan namanya, mengabarkan ada seorang perwira polisi pemilik rekening gendut, diusulkan Jokowi jadi Kapolri. Alamak.... Tepok jidat pake bakyak.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun