“hem..............cerdas...!!!” ucapku spontan.
“siapa yang cerdas......?”
“Hem.... awalnya kamu, kemudian aku, akhirnya kita lah yang cerdas”.
“kenapa demikian?”
“Kamu cerdas, karena memberikan pandangan baru tentang bagaimana mensyukuri ‘hidupku’ agar tidak menyedihkan, dan aku yang cerdas karena aku mampu memahami kata-katamu, dan akhirnya kita lah yang cerdas, karena kememapuan menyampaikan pikiran dan kemampuan memahami pikiran adalah dua kemampuan yang berbeda, dan kedua-keduanya dibutuhkan kecerdasan,”. Terangku, walaupun aku tak tahu pasti apakah itu selaras dengan pikirannya.
“apakah kamu selalu memuji dirimu sendiri?” tanyanya kemudian, kali ini tatapannya kembali tajam.
“hehehehe....Aku sedang mensyukuri diriku sendiri, Alhamdulillah.........!!!” kini aku membalas tatapannya dengan selembut mungkin, aku memberikannya tatapan air, ketika dia menatapku dengan api. Akhirnya aku menang, dia tertunduk. Lalu bangkit sembari mengalungkan tasnya di lehernya.
“Eh......Apakah kamu selalu bersyukur setiap saat atau hanya ketika melihat pohon itu?”, tanyaku mencoba menunda kepergiannya.
“Aku bersyukur setiap kali aku merenung, dan itu kulakukan tiap sore di tempat ini, karena pohon itu”. Jawabnya sambil berlalu, sementara aku masih berusaha mencerna jawabannya. Kusadari pikiranku sangat lambat bekerja. Tapi aku berhasil menemukan sebuah jawaban, “perempuan pengagum semesta”. Dan untuk kata-kata terakhirnya aku pikirkan lagi nanti malam. Hem..
To Be Continu...
Gina (3) : Sang Pengagum Semesta