Mohon tunggu...
Iyan Jibroil
Iyan Jibroil Mohon Tunggu... karyawan swasta -

jika hidup ini tak selaras dengan mimpi, maka janganlah berhenti, teruslah berlari karena hidup tak mengenal kompromi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Gina (6) : Sang Penari Angkasa

30 Januari 2015   16:06 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:06 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hening…..! malam baru baru saja melalui separuh perjalanannya, nyaris semua mata sudah terpejam, terlelap dalam mimpi-mimpi dan harapan. Tapi malam itu, ditengah kesunyian yang mencekam, angin berbisik lembut di celah kecil jendela ruang kamar Gina, ia masih berusaha untuk terlelap, namun usahanya selalu gagal.

Seperti ada suara ketukan di jendela, ia terperanjat sesaat, namun ia kembali tenang setelah ia tahu ranting pohon mangga di terpa angin melambai seakan memanggil Gina untuk menghampirinya. Gina masih diam, pikirannya masih terus menari-nari di angkasa, membentuk sebuah siluet kabur tentang masa depan hidupnya.

“Pernikahan…! Akh…..” keluhnya, kalimat itu kini menjelma menggelisahkan. Sejuta tanya yang selalu ada tersimpat dalam kata yang cukup keramat. Ia kembali mengingat tawaran pernikahan oleh ayahnya, namun hal itulah yang menjadi awal mula persoalannya malam ini. “Dengan siapa aku akan menikah? Lalu apakah aku akan mencintainya? Lebih dulu mana sebenarnya cinta dan pernikahan? Mencintai lalu menikah, apa menikah lalu mencintai? Bagaimana kalau aku menikah dengan orang yang sampai akhir hayatku aku tidak mencintainya?” pertanyaan tersebut tersusun terus menerus tanpa henti. “Akh….!!!” Keluhnya lagi.

Tak mau rasanya Gina terus tenggelam dalam kebingungan, ia pun beranjak dari tempat pembaringannya, ia pun kembali membuka jendela kamarnya, dan menatap rembulan yang nyaris purnama, walaupun belum bulat sempurna namun keindahannya tetap tak terbantahkan. “Rembulan…!! Ia selalu hadir dan menenangkan bagi setiap mata yang memandang,”. Ucap Gina dalam benaknya. Ia kemudian menarik nafas panjang yang cukup dalam, seakan ingin menenggelamkan semua kegelesihannya dan menghembuskannnya menjadi angin lalu lebur bersama semesta.

Mata Gina terus terpejam, lalu tangannya ia rentangkan membiarkan pori-pori tubuhnya menyerap semua dimensi rasa malam, sayup-sayup suara gemerisik angin berhembus pelan-pelan menjadi irama di telinganya, ia pun berdendang. Dalam bayangan kegelapan, tiba-tiba ada dua berkas cahaya putih datang dari cakrawala lalu kemudian menjelma menjadi dua malaikat bersayap mengajak Gina terbang ke angkasa.

Ada perasaan haru, kegat, kagum, dan sejuta rasa lainnya yang tak bisa ia mengerti. Namun anehnya Gina masih mampu melihat dirinya sendiri yang tetap berdiri merentangkan tangan di jendela kamarnya. Gina pun menatap kedua “malaikat” bercahaya yang tak tergambarkan dalam benaknya. Tapi lama-lama kedua malaikat itu pun berubah menjadi dirinya yang tersenyum pada dirinya, senyum yang manis, ringan dan begitu tulus. Lalu Gina pun merasa haru, perlahan-lahan ia pun tersenyum sembari menteskan air mata.

“Subhanallah……!!!” ucap Gina kemudian, kesadarannya kembali ketubuhnya yang alami. “Siapa Aku?” tanyanya kemudian, ia menemukan dirinya menjadi Gina yang berdiri di jendela, Gina yang terbang ke angkasa, dan Gina yang membawanya terbang. “Siapa Aku sebenarnya?” tanyanya lagi dalam kebingungan. “Allahu Akbar…” ucapnya kemudian.

Beberapa Saat kemudian Gina pun langsung menuju kamar mandi, dengan air mata yang terus mengalir. Malam itu ia pun langsung mengambil wuduk mensucikan lahir dan bathinnya. Air wuduk malam itu pun juga tak biasa, ia benar-benar merasakan bagaimana air yang ketika di basuh ke mukanya benar-benar menyerap masuk ke dalam tubuhnya, aliran dinginnya yang cukup segar tercercap oleh Gina masuk mengikuti aliran darah ke jantung hingga detaknnya pun terasa, ke hati hingga perasaan terdalamnyapun terdengar, bahkan air itu ia rasakan dalam setiap sendi tulangnya, urat-uratnya, saraf-sarafnya yang kemudian melebur menjadi cahaya yang menyinari wajahnya.

Lalu Gina kembali ke kamarnya ia mengenakan mukena putih pemberian istimewa ayahnya di ulang tahunnya yang ke 23 beberapa bulan yang lalu. Namun sesaat sebelum ia Takbiratul Ihram, ia mendapati bayangan dirinya dalam cermin di kamarnya. “Subhanallah…..!!” ucapnya lagi, ketika ia mendapati dirinya seakan-akan bercahaya, wajahnya menyilaukan seberkas sinar, demikian pula tubuhnya, sehingga mukena yang ia kenakan layakanya seperti lampu neon di malam hari, padahal ia tahu betul lampu dikamarnya sudah ia matikan semua. Tapi malam itu dengan cahaya di dalam tubuhnya semua benda-benda di kamarnya tampak terlihat terang dan nyata.

“Allahu…..Akbar…” ucap Gina kemudian memulai shalatnya malam itu, gema takbir itu juga berbeda, seperti tidak berasal dari mulut yang di dengar oleh telinganya. Tapi takbir itu seakan berasal dari seluruh struktur tubuhnya. Ketika mulutnya mengucap takbir, Tangan dan kakinya juga bertakbir dan mendengar takbir tersebut, demikian juga dengan kepalanya, rambutnya, perutnya, punggungnya, darahnya, jantungnya hatinya, dan tulang-tulangnya. Takbir itu benar-benar nyata dalam benaknya.

Gina lalu merasakan tubuhnya begitu lemas, begitu tak berdaya, lalu Ia pun larut dalam dirinya yang hina, yang hanya bisa mengharap belas kasih tuhannya. Bibirnya terbata-bata perlahan menggetarkan bacaan-bacaan shalatnya, setiap huruf, setiap kalimat, dan setiap gerak dalam shalatnya menyatu dalam dimensi dirinya.

***

“Alhamdulillah……!! Astaghfirullah…” ucap Gina selesai shalat, lalu ia pun tersungkur kembali dalam sujudnya dan lebur dalam doa-doanya. “Ya Allah…..Ya Rabbi…..! Ya Rahman…..Ya Rahim…..! Ya Ghaffar…! Ya Razzak….! Ya Khabir…! Ya ‘Alim….! Ya Jabbar…..! Ya Qahhar…! Ya Dzal Jalaali Wal Ikram…! Innaka ‘Ala Kulli Syai’in Qadir….!” Ucap Gina. Ia hanya bisa membaca asmaul husna, dan ia pun lupa apa yang akan ia minta.

Gina pun bangkit, dari sujudnya setelah Ia mendengar suara alamr di handphonenya. 04.00 WIB, “Subhnallah…, Kok sudah subuh”, ujar Gina, ia kemudian mengingat kembali malam itu, ia masih ingat betul ketika dirinya berada di depan jendela, saat itu masih pukul 00.30 WIB. “Cepat banget malam ini,” katanya kemudian. Lalu Gina pun bangkit kembali ke jendela dan melihat rembulan, tapi rembulan tak tampak lagi.

Lalu Gina keluar menuju kamar ayahnya. “Ayah…..! bangun sudah subuh…” kata Gina. “Ayah sudah bangun, ayo kita shalat” jawab Ayah Gina yang langsung membuka pintu kamarnya. Keduanya pun langsung menuju kamar shalat yang ada di rumah tersebut.

“Ayah…..!, Gina mau minta maaf, atas semua kesalahan-kesalahan Gina, baik sikap, kata-kata, atau prilaku yang membuat ayah merasa kecewa atau sakit hati terhadap Gina, hari ini ayah….! Hari ini, Gina benar-benar meminta ridha dari Ayah..!” ucap Gina selesai shalat kepada ayahnya.

“Anakku…..! Sudah menjadi kewajiban orang tua memaafkan, meridhai, dan mendoakan anak-anak mereka, namun sudah sepantasnya orang tua merasakan kebahagiaan yang sangat besar ketika mereka mendapati anak-anaknya yang meminta itu, ayah hari ini benar-benar senang melihat kamu melakukan itu,” jawab ayahnya sembari menahan air mata, ia pun langsung mencium kening Gina. Dan Gina membalasnya dengan mencium kedua kaki ayahnya, lalu kemudian ia tidur di pangkuan ayahnya.

“Menurut ayah, apakah Gina orang yang baik?” tanya Gina.

“Itu sepertinya bukan pertanyaanmu anakku, itu terlalu polos itu kau tanyakan?” jawab ayahnya, “Tapi ayah lebih tertarik untuk tahu kenapa kamu bertanya seperti itu?” tanya ayah Gina.

“Gina tidak tahu pasti ayah, tadi malam Gina banyak bepikir dan merasakan sesuatu yang berbeda, rasanya Gina ingin sekali menjadi orang terbaik di hadapan Allah. Gina ingin menjadi yang terbaik di semua posisi Gina di dunia ini di hadapan Allah, Gina ingin jadi anak yang baik ayah, tapi kan ayah tahu, anak yang baik adalah anak yang patuh pada orang tuanya,” jelas Gina.

“Kamu selama ini sudah sangat membanggakan bagi ayah, Almarhumah ibumu juga pernah berkata kalau kamu itu adalah anak ayah yang sangat ingin dimiliki oleh orang lain,” ucapnya.

“Ibu….! Aku merindukanmu” ucap Gina, “ Tapi apakah aku selama ini sudah menjadi anak yang patuh ayah?” tanya Gina kemudian.

“Apakah kamu merasa tidak patuh sama ayah,” tanya Ayahnya balik.

“Iya ayah,  selama ini Gina memang selalu menuruti apa kata ayah, tapi tampaknya permintaan ayah yang terakhir tak mampu gina turuti,” jawab Gina.

“Permintaan yang mana Anakku,” tanya ayahnya.

“Rencana Ayah yang mau menikahkan Gina dengan laki-laki putra dari sahabat ayah tersebut,” jawabnya.

“Hahahahahahahahaha, itu hanya rencana anakku, ayah tak memintamu untuk menurutinya, ayah hanya memasukan kata ‘pernikahan’ agar kamu mulai memikirkannya, itu saja. Nah sekarang apa kamu sudah memikirkan itu?” tanya ayahnya balik.

“Akh……ayah…! Jadi selama ini ayah Cuma mau godain Gina?” tanya Gina balik.

“Selama ini ayah tidak pernah lihat kamu dekat dengan laki-laki, kecuali yang kemaren kamu pertemukan dengan saya, siapa itu namanya iyan?”

“Lana Firdaus ayah…. !, itu nama calon anaknya” jawab Gina singkat.

“Jadi dia sudah punya Istri?” tanya Ayah gina. “Iya ayah,”

“Apa kamu mencintainya?” tanyanya lagi.

“Itu dulu sebelum dia punya istri, tapi kini cintaku padanya sudah jadi kekaguman, karena akhirnya ia menikah dengan perempuan yang sangat pantas untuk dirinya, apakah menurut ayah dia itu orang yang baik?” tanya Gina.

“Dia orang yang baik anakku, sekilas ayah melihatnya tampak di wajahnya kebaikan-kebaikannya, cara dia bersikap dan berbicara kepadamu juga baik, tapi akan tidak baik jika kamu terus memikirkan suami orang,” ucap ayahnya.

“Hehehehehe, tenang ayah, saya tidak akan merampas suami orang, dan saya rasa dia juga tidak akan pernah menikahi perempuan lain selain istrinya saat ini, aku juga ingin punya suami kayak dia tapi bukan dia yang sedang jadi suami orang,” ucap Gina.

“Semoga harapanmu tercapai anakku, ayah akan selalu mendoakan agar kamu mendapatkan suami yang baik,”

“Amin……!”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun