Partai Golongan Karya. Sebenarnya tidak ada lagi hal menarik ketika mencermati perkembangan politik yang terjadi di tubuh partai yang identik dengan pohon beringin tersebut. Terutama sejak turut campur Kementerian Hukum dan Ham dalam permasalahan internal mereka (20/3), pasca dualisme kepemimpinan.
Kehadiran Menkum HAM sedikit banyaknya telah menjelaskan secara jelas ada keterlibatan pemerintah dalam memecah belah parpol, khususnya Golkar. Pada bulan Maret lalu, Kementerian Hukum dan Ham menetapkan Munas Ancol (AL) sebagai pengurus yang sah partai Golkar, kemudian menolak secara sepihak hasil Munas yang diselenggarakan di Bali (ARB). Sampai di sini spekulasi Golkar sebenarnya sudah selesai, karena siapa dalang dan siapa yang bermain sudah ketahuan dengan sendirinya tanpa perlu tafsiran2 lebih jauh.
Keberpihakan Menkum HAM pada salah satu kubu setidaknya membenarkan persepsi publik selama ini bahwa Golkar memang sengaja dipecah oleh pemerintah plus media corong sebagaimana kasus yang terjadi di internal Partai PPP. Dualisme kepemimpinan sengaja diciptakan untuk menjalankan agenda politik penguasa, dibiarkan berlarut-larut tanpa ada penyelesaian masalah, sampai batas waktu yang tidak ditentukan. Sikap konyol ini baru terjadi pada era kepemimpinan rezim sekarang dan belum pernah terjadi sebelumnya. Kalaupun kasus serupa pernah ada tapi masih dalam koridor yang jelas tidak se-vulgar yang terjadi sekarang.
Pertanyaan, kenapa Golkar kembali menarik perhatian?. Setidaknya ada dua alasan; 1) Tidak lama lagi Pengadilan Tinggi Umum Negara (PTUN) akan mengeluarkan keputusan resmi siapa yang ditetapkan sebagai pengurus sah partai Golkar. 2) Genderang opini Munas Luar Biasa sudah ditabuh oleh pihak ketiga, ‪#‎TommySoeharto‬. Dan mungkin pembahasan lebih banyak difokuskan pada alasan kedua.
Seandainya alasan nomor dua tidak muncul mungkin prediksi mengenai kondisi Golkar ke depan tidak mengalami banyak perubahan. Siapapun kubu yang ditetapkan sebagai pemenang versi PTUN tidak akan mengubah konstelasi politik di tubuh Golkar. Kenapa? Karena kedua kubu memiliki kekuatan berimbang. Seandainya ARB yang menang, kubu AL tetap tidak akan menerima dan bersikukuh dengan formasi awal. Seperti yang kita tahu, AL mendapat dukungan dari sebagian internal Golkar (terutama dari golongan sakit hati) plus dukungan pemerintah. Dua hal ini tidak akan bisa ditaklukkan oleh ARB walau sekuat apapun gebrakan yang ia buat setelahnya. Begitupun sebaliknya, kalaupun AL ditetapkan sebagai pemenang, langkah yang sama juga akan dilakukan oleh ARB. Makanya ketika alasan nomor dua muncul kepermukaan, peta politik di internal Golkar akan bergeser sedikit lebih jauh dari prediksi awal.
Jalan Panjang Tommy ‪#‎Soeharto
Jika kita perhatikan permainan Tommy sejak awal maksudnya setelah kalah di Munas Riau 2009 silam "sebelum terjadi dualisme kepemimpinan", Ia cenderung bersikap netral (tidak memihak) dan lebih memilih menggunakan strategi politik klasik "menunggu".
Strategi yang dimainkan Tommy memang membutuhkan kesabaran ekstra dan sedikit lama jika dibandingkan dengan strategi politik instan lainnya. Tapi sungguh pun demikian, kita tidak bisa menafikan bahwa strategi ini lebih cocok untuknya, disebabkan dua alasan:
1) Tommy sedang berusaha mengikis image negatif tentang Orde Baru di mata masyarakat indonesia.
Upaya mengembalikan kepercayaan publik terhadap Soeharto (Keluarga Cendana umumnya) membutuhkan proses sedikit panjang. Sebab, pasca reformasi, nama Soeharto benar-benar di coreng dan kikis habis dari peredaran. Bahkan, orang-orang yang sebelumnya ikut menikmati kekuasaan Soeharto atau layak disebut kaki tangan orde baru lebih memilih cuci tangan dan ikut-ikutan menghantam Soeharto dan Keluarga Cendana.
Hal semacam ini diperhatikan dan direkam oleh Tommy sejak reformasi dan dibiarkan demikian sampai pada batas waktu tertentu. Kalau kita perhatikan sejak lengsernya Soeharto di tampuk kekuasaan, Tommy lebih memilih sikap diam dan tidak banyak komentar ditengah kuatnya tekanan publik. Opini negatif, kecaman, intimidasi, dan sebagainya dibiarkan begitu saja tanpa sekalipun membalas perlakuan tersebut. Bagi sebagian orang mungkin ini sikap pasrah keluarga cendana, padahal fakta sebenarnya ini adalah salah satu trik (politik) yang dijalankan Tommy demi mengembalikan nama orde baru. Ia sengaja membiarkan masyarakat melampiaskan kemarahan pada Soeharto sampai mereka bosan dengan sendirinya. Ketika masyarakat mulai muak dengan pemimpin yang ada 'era reformasi' disinilah ia mulai masuk dan berusaha mencuri perhatian publik.
2) Mengembalikan kepercayaan kader kepada Orde Baru
Golkar adalah partai tua dengan selera khas sendiri. Partai ini berdiri sejak Orde Baru yang digagas oleh Soeharto. Tujuan dibentuk partai Golkar demi melanggengkan kekuasaan yang ia pegang. Setelah soeharto lengser dari kekuasaan, partai ini tidak diserahkan kepada anak cucunya tapi diambil-alih oleh senior2 partai yang masih setia. Kendati partai ini tidak se populer dulu tapi pengaruhnya tetap ada dalam percaturan politik indonesia, hingga saat ini.
Tidak seperti partai lainnya, partai Golkar memilih jalan lain dalam meneruskan regenerasi kepemimpinan. Setelah masa Soeharto berakhir, partai ini lebih banyak dinikmati oleh kader-kader senior. Keadaan ini berlangsung terus menerus kendati anaknya Soeharto (Tommy) pernah mencalonkan diri sebagai ketua umum, namun gagal. Kegagalan tahun 2009 tidak membuat dirinya marah/sakit hati kepada calon pemenang dan melanjutkan tradisi lamanya (menunggu dan terus menunggu).
Sikap politik inilah kemudian yang membuat kader-kader Golkar mulai menaruh simpati kepada Tommy, ditambah lagi dengan adanya perpecahan di internal partai baru-baru ini. Dengan kondisi semacam ini Tommy pun sukses memainkan irama politik di internal partai dan mulai menguasai panggung. Perlahan tapi pasti nama Tommy mulai naik dan mendapat kepercayaan kader-kader Golkar terutama di daerah.
Jalan Menuju Kudeta
Kendati susah untuk membayangkan nama baik Soeharto pulih di mata publik, tapi tidak dipungkiri anaknya (Tommy) memiliki karisma tersendiri. Ditengah kesibukan petinggi2 Golkar merebut panggung satu-satunya, Ia memilih tempat lain untuk menyiapkan panggung politiknya. Panggung yang ia desain bukan pada struktur atau kursi jabatan partai, tapi panggung umum tempat berinteraksinya segala macam jenis manusia (media sosial).
Hal-hal kecil semisal mempromosikan usaha kecil dan menengah masyarakat melalui akunnya, akhirnya mendapatkan simpati luas dari masyarakat, namanya mulai dilirik. Kritik santai namun berbobot sudah menjadi ciri khas tersendiri baginya dan tidak jarang jadi santapan media besar. Dengan modal murah meriah, akhirnya ia tercatat dan mulai diperhitungkan dalam panggung politik indonesia ke depan. Tentu bukan itu saja faktor yang membuat namanya dilirik (disamping sudah dikenal sejak awal) tapi inilah salah satu faktor yang menyebabkan namanya kembali populer di mata publik.
Ketika kepercayaan publik mulai tumbuh dan dukungan semakin luas, Tommy pun mulai menggalang kekuatan dari masyarakat dan kalangan internal partai. Di saat bersamaan, saling sandera, perebutan kekuasaan, dan perpecahan mulai mengeruyak kepermukaan. Inilah moment yang ditunggu dan dinanti sejak awal. Upaya mengambil alih kepemimpinan Partai Golkar pun akhirnya di mulai.
Sejak januari 2015 hingga sekarang Tommy mulai aktif merespon kejadian-kejadian di internal Golkar. Berbagai responnya pun tidak sedikit yang menjadi topik hangat di media massa. Salah satu yang paling panas, saat ia mulai menggulirkan wacana Munas Luar Biasa (Munaslub) Partai Golkar (21/4) lalu, sebagai respon atas konflik berkepanjangan di tubuh Partai Golkar.
"Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto mengusulkan agar Partai Golongan Karya menggelar Musyawarah Nasional Luar Biasa. Munaslub dilakukan sebagai solusi atas konflik dualisme kepemimpinan Golkar antara kubu Agung Laksono dengan Aburizal Bakrie (Ical)", (detik.com, 21/4/2015).
Wacana tersebut ditanggapi oleh Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar kubu Agung Laksono yang dengan tegas menolak tawaran rekonsiliasi yang diusulkan Hutomo Mandala Putra atau Tommy Soeharto. Ketua DPP Golkar kubu Agung, Yorrys Raweyai, menilai solusi itu hanya akan memperburuk proses penyelesaian sengketa. "Itu hanya akan membuat langkah mundur," ujarnya (Tempo, 25 April 2015).
Hal yang sama juga ditanggapi oleh Kubu Aburizal Bakrie, mereka menilai Munaslub tidak bisa dilakukan karena ada prosedur dan syarat yang harus dipenuhi.
"Ya apapun, mau Munas apa, harus prosedurnya dilalui. Dikatakan munas apa syaratnya. Munas dan Munas Luar Biasa kan ada syaratnya," kata ketua DPP Golkar versi Munas Bali, Rambe Kamarul Zaman, (MetroTVNews.com, 12/5/2015).
Setidaknya ada beberapa alasan yang menyebabkan Tommy berani mengangkat wacana ini :
Pertama, Image Soeharto di mata publik tidak lagi sejelek dulu. Kekecewaan demi kekecewaan yang dirasakan masyarakat kepada pemimpin sekarang "pasca reformasi" sedikit banyaknya telah melunturkan kebencian terhadap rezim orba. Bahkan anehnya ada yang bersikap sebaliknya memuji dan merindukan masa-masa itu.
Kedua, Tommy mulai mendapatkan dukungan dari internal partai. Dua minggu pasca digulirkan wacana Munaslub, 60% dari total keseluruhan DPD Golkar di Daerah menyetujui wacana tersebut. Dengan dukungan lebih dari 50 persen berarti ia bisa melanjutkan niatnya tanpa perlu persetujuan dari ARB atau AL.
Ketiga, Dukungan dari TNI (Kopassus). Sekalipun Soeharto sudah tidak ada, tapi TNI masih memiliki simpati pada keluarga cendana. Bagi TNI darah Soeharto masih dalam nadi mereka. Kehadiran Tommy di acara HUT Kopassus HUT ke-63 Komando Pasukan Khusus (Kopassus) di Cijantung, Jakarta Timur, bisa menjadi catatan tersendiri bahwa Tommy masih dikelilingi oleh TNI.
Keempat, Wacana Munaslub merupakan sikap final Tommy jika tidak ada perubahan sikap kedua kubu (ARB dan AL). Ini berarti, jika tidak ada yang mengalah maka Munaslub adalah penentu nasib mereka ke depan. ‪#‎kudeta
Empat hal di atas menjadi dasar pijakan serta sandaran sekaligus alasan kuat Tommy untuk segera bisa mengambil alih kepemimpinan Golkar. Adapun yang dipakai Tommy 'Pilkada sudah dekat', itu tidak lebih sebagai pemanis mulut sekaligus alasan politis. Jadi, bisa disimpulkan, masa meditasi dan menunggu bisa dikatakan hampir berakhir. Jika akhir bulan ini Munaslub Partai Golkar benar-benar terjadi, kemungkinan besar kepemimpinan Golkar akan beralih ke tangan Tommy Soeharto. Kita tunggu saja…
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H