Mohon tunggu...
Adzim
Adzim Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya seseorang yang suka sendirian

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Ekonomi Makro Islam

21 Desember 2024   07:09 Diperbarui: 21 Desember 2024   07:09 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ekonomi Makro Konvensional 

Ekonomi makro konvensional adalah sistem ekonomi yang memberikan kebebasan bagi semua pihak untuk melakukan kegiatan ekonomi, baik yang diawasi oleh pemerintah maupun tidak. Dalam sistem ini, ada dua aliran utama, yaitu ekonomi kapitalis dan ekonomi sosialis. Dalam ekonomi konvensional, diasumsikan bahwa konsumen berfokus pada pemenuhan kepuasan atau manfaat yang diperoleh dari konsumsi mereka. Istilah utilitas sendiri berarti keuntungan atau manfaat yang diperoleh dari aktivitas tersebut. Selain itu, dalam prinsip ekonomi tradisional, ada beberapa aturan dasar yang digunakan, seperti kebutuhan, kelanjutan, dan semakin banyak konsumsi dianggap semakin baik. (Fahrudin, 2024)

Selain itu, dalam ekonomi konvensional, sering kali seseorang lebih memilih berdasarkan keinginan pribadi daripada kebutuhan yang sesungguhnya. Jika seseorang terus-menerus mengejar apa yang diinginkannya, tanpa mempertimbangkan kebutuhan jangka panjang, maka nilai kepuasan yang didapat dari pilihan tersebut akan semakin menurun. Fenomena ini menunjukkan bahwa semakin lama seseorang mendapatkan sesuatu, semakin berkurang pula manfaat atau kepuasan yang diperoleh darinya. (Fahrudin, 2024)

Prinsip Dasar Ekonomi Makro Islam

Prinsip-prinsip ekonomi Islam dibangun berdasarkan lima nilai inti yang sangat mendalam, yaitu Tauhid (keimanan), Adl (keadilan), Nubuwah (kenabian), Khilafah (kepemimpinan), dan Ma'ah (hasil). Kelima nilai ini bukan hanya menjadi dasar dalam teori ekonomi Islam, tetapi juga menjadi inspirasi dalam pembentukannya. Namun, meskipun teori ekonomi Islam sudah sangat kuat, jika tidak diterapkan dengan benar dalam kehidupan nyata, maka penerapannya tidak akan memberikan dampak yang signifikan pada perekonomian dan hanya akan menjadi sebuah kajian akademis belaka. Oleh karena itu, prinsip-prinsip ekonomi Islam mengarah pada tiga hal penting: hak milik yang beragam, kebebasan dalam bertindak, dan keadilan sosial, yang membentuk sistem ekonomi Islam yang adil dan seimbang. (Fahrudin, 2024)

Selain nilai-nilai dan prinsip yang telah disebutkan, ekonomi Islam juga menekankan pentingnya moralitas dalam setiap aspek kehidupan. Moralitas ini adalah inti dari tujuan Islam dan dakwah Nabi, yang mengarah pada kesempurnaan akhlak manusia. Akhlak yang baik menjadi pedoman bagi para pelaku ekonomi dan dunia usaha dalam menjalankan kegiatan mereka. Nilai-nilai seperti tauhid (keesaan Tuhan), adl (keadilan), nubuwah (kenabian), khilafah (kepemimpinan), dan ma'ad (tujuan akhir) memberikan dasar dan inspirasi untuk membentuk teori ekonomi Islam yang lebih adil dan bermanfaat bagi semua. (Fahrudin, 2024)

Pengendalian kebijakan Moneter dan Fiskal 

Pelaksanaan kebijakan fiskal dan moneter oleh dua lembaga yang berbeda harus selaras dan saling mendukung. Bank Indonesia, dalam menangani inflasi, dapat mengambil langkah dengan mengurangi jumlah uang beredar dan menaikkan suku bunga. Kebijakan ini bertujuan untuk menekan investasi dan konsumsi rumah tangga. Sementara itu, Kementerian Keuangan melalui kebijakan fiskal dapat mengurangi belanja negara serta menaikkan pajak bagi individu dan perusahaan. Kedua langkah ini dirancang untuk mengurangi pengeluaran pemerintah, investasi, dan konsumsi masyarakat. (Daulay, 2019)

Untuk mengatasi inflasi, Bank Indonesia mengadopsi kebijakan moneter baru dengan memperkenalkan suku bunga acuan bernama BI 7-Day (Reverse) Repo Rate, menggantikan BI Rate. Kebijakan ini mulai diberlakukan pada 19 Agustus 2016. Langkah ini mengikuti praktik terbaik internasional dan merupakan pendekatan yang umum diterapkan oleh bank sentral di berbagai negara. Tujuannya adalah meningkatkan efektivitas kerangka operasi moneter guna mencapai target inflasi yang telah ditetapkan.

Instrumen BI 7-Day Repo Rate memiliki keunggulan karena dapat segera memengaruhi pasar uang, sektor perbankan, dan aktivitas ekonomi riil. Dibandingkan BI Rate, instrumen ini memiliki hubungan yang lebih erat dengan suku bunga di pasar uang dan bersifat transaksional, sehingga dapat diperdagangkan di pasar keuangan. Selain itu, penggunaan instrumen ini membantu memperdalam pasar keuangan, terutama dalam transaksi repo.

Meskipun ada perubahan, arah kebijakan moneter tetap sama karena baik BI Rate maupun BI 7-Day Repo Rate berada dalam kerangka suku bunga yang sama. Perbedaannya hanya terletak pada jangka waktu penggunaannya, di mana BI Rate setara dengan instrumen berjangka 12 bulan, sedangkan BI 7-Day Repo Rate memiliki tenor hanya 7 hari. (Daulay, 2019)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun