Jatuh cinta
Dari hari ke hari waktu ke waktu
Aku tersesat dalam waktu
Aku terkunci dalam hangatnya pelukanmu
Kepalaku bagaikan kolam yang di kelilingi ikan
Lagi dan lagi ritem tumbuh langsung dari hatiku
Kemudian aku mendengar suara merdumu setiap malam
Apakah kita baru saja jatuh cinta ?
Seharusnya kita saling mengaku
Bahwa ada rasa yang kita jaga dalam waktu yang cukup lama
Janji
Kita pernah saling berjanji
Akhirnya saling berhenti menepati
Kita pernah berdoa untuk harap yang sama
Kini terpisah karena takdir yang berbeda
Kamu bersama genggaman yang kau pilih
Aku dengan luka yang enggan pulih
November                                            Â
Jika ada kesempatan untuk bertemu
Aku hanya ingin menyampaikan maafku
Sesal yang terukir
Tentang maaf yang tak terungkap
Dan sesal yang mulai menguap
Aku terjerat dalam kata merana
Tak bisa lagi kutulis rencana
Raga ini sudah sangat tersungkur
Saat ku merenung aku hanya tak lagi bersyukur
Maaf atas egoku yang tak pernah memikirkan rasamu
Kau pantas tersenyum untuk dunia
Kelak akan ungkap semua rasa sesalku yang menimpa
Semoga kita berjumpa
Ada yang hilang
Dia merasa ada yang hilang
Saat terbangun dari ranjang
Nada yang sering ia terka
Senyum yang sering terasa
Kini nadanya begitu hambar
Kini senyumnya tak lagi menampar
Kini sudah tiada lagi
Mungkin,
Dia tak bisa lagi menerka dan merasakannya
Untuk sekarang bahkan selamanya
Semoga tabahnya tak sia-sia
Semoga dia bertemu takdir tertentu
Terjerat ego
Sudah sepenuh hati
Untuk menepikan rasa ini
Membaur selaksa egoku
Dalam relung jiwaku
Kutanya pada hujan yang tenang
Mengapa kamu memberi lubang ?
Jika takmampu kau bendung
Sampai pada akhirnya meluapkan
Sudah hancur
Seperti daun yang gugur
Tak ingin saling pupus
Tak ingin saling hapus
Lelah berjuang
Tak sanggup untuk berasama
Kita hanya saling menyiksa
Dari rasa yang kita jaga
BulanÂ
Ditengah lamunanku
Kuamati langit itu
Bersama sinarmu
Begitu indah bulan itu
                                                            Â
Sinarmu menerangi sisi hatiku
Yang menyimpan kegelisahan dan harapan
Dalam lamunanku kupandang parasmu
Disela lamunanku kau membawa kedalam khayalan
Mata indah dan senyummu yang mempesona
Ternyata tak kalah indah dan mempesona
Andai aku merpati akan kusinggahi paras cantikmu
Sayang aku hanya sebuah semut yang sengasara
Buyar seketika terkena guncangan
Dibalik senyumanmu aku berlindung
Bersamamu masalah menjadi tiada
Lalu Kupandang lagi bulan itu
Dan aku tersadar
Ternyata ini sebuah khayalan
Aku hanya sedang menulis bait demi bait
Dibawah sinar  rembulan
BersenandungÂ
Ditengah keramaian kota
Suara bising yang terdengar
Udara bercampur polusi
Berjalan di atas trotoar
Langkahpun  terhentiÂ
Duduk di tepi jalan yang ramai
Sambil menikmati secangkir kopi
Memikirkan esok hari
Â
Jika aku sudah tak bertenaga
Tak mampu bercengkrama
Tak mampu lagi berkelana
Bahkan sampai hilang asa
Deru angin yang menyambar
Membuatku tersadar
Ternyata aku hanya menulis sajak yang tegar
Di tengah hidup yang datar
Ditepi pantai
bersama gemuruh gelombang
yang menghantam batu karang
diabaikan ketika menerjang
menahan lara dari arus yang kencang
kapal berlayar terombang ambing
terbawa alunan sendu
mencari tempat untuk menunggu
akankah masih termangu
seperti menanti sang pujaan hati
kembali ketika sore hari
dengan rasa kecewa di hati
untuk menutupi gelisah esok hari
topeng itu teramat tebal
seperti alam yang kekal
pola pikir yang tak masuk akal
dengan rasa sesal
penuh harap
penuh do'a
dalam kata-kata
ia hanya bisa mengusap dada
Karang dan Gelombang
kamu adalah karang
aku adalah gelombang
sudah ku terjang
namun kau tetap tenang
pasir pantai
menjadi saksi
burung hanya mengamati
langit terus menghujani
aku hanya ingin bersatu
tapi tak ada titik temu
yang ada hanya jalan buntu
seperti awan kelabu itu
aku selalu mencari cara
agar kita bisa berbicara
tapi apalah daya
aku hanya gelombang yang tak sempurna
Abadi
aku sendiri
di tengah malam
gemuruh gelombang yang datang
seakan menyerang
kabut menerjang gunung
terlihat murung
perang tejadi
apakah ini akan abadi
kamu yang ku temui
sekarang hanya menjadi fiksi
karena suatu hal terjadi
namun kau abadi
terimakasih
rasa yang kuberi telah kau jaga
kasih yang kuberi kini sudah  menjadi kisah
dalam sebuah cerita
Tentangmu
pagi itu di tengah hamparan hijau
aku menemukanmu dengan cara tak terduga masih berselemiut dalam kabut
aku melihatmu dari sudut ke sudut
menjamahmu tak lagi dari sebuah cerita
tapi...
apakah perpisahan ini sudah kuduga
aku melihatmu tak lagi harus dari sisi lain
aku mengenalmu tak lagi dengan cerita
aku bersamamu tak lagi visual
kini aku tak mengerti tentangmu
pergi seperti tak dinanti
aku tak mengerti maksudmu
kau kian menjauh meninggalkanku
pagi itu
dibawah langit kelabu
ditengah hamparan hijau
pandanganku tertuju padamu
aku tak sengaja melihatmu
nampak begitu murung
sambil bersenandung
ditengah hamparan hijau
mulai turun air hujan
namun kau tidak beranjak berteduh
seolah terlihat tangguh
walau hatinya sedang rapuh
Melodi CintaÂ
ayunan melodi itu
menggetarkan jiwa
bagaikan menuai air diatas luka
begitu perih kurasa
bagiku melodi itu seperti,
harapan setinggi gunung
aku tersadar aku adalah ombak
PertemuanÂ
gunung adalah asumsi
laut adalah misteri
terbentuk dari angan
memeluk takdir yang membelokan
jalan adalah tujuan
dari doa yang kupanjatkan
mendekap mimpi
namun enggan dimiliki
tanpa sengaja kita dipertemukan
ini terjadi karena tangan tuhan
gunung hanyalah asumsi dan jalan tujuan
yang hanya bertatapan
gunung menyimpan rahasia begitu lama
membuat asumsi itu mati
berujung tak pasti
lalu perlahan hilang tanpa kata
gunung dan laut
dipertemukan tak sengaja
hal-hal tak memungkinkan
kecuali tuhan menyertainya
aku hanya termenung
terimakasih
akanku akhiri melodi ini
dengan tarian hati
bersama ilusi yang kunikmati
Bertahan
terdengar
Suara samar memanggil
Dari do’a yang kau pinta
Kulihat bangunan tua itu
Sudah sangat terbengkalai
Tidak berpenghuni
Mampukah ia menghadapi esok hari
Lesu tak bertenaga    Â
Tak mampu lagi berkelana
Tapi kau tak pernah hilang asa
Dari do’a yang kau pinta
Terus melangkah mencari sebuah jawab
Dari segala harap
Kembalilah untuk menanti
Kembalilah aku menunggu disini
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H