Kita ingin bandul pemberantasan korupsi itu bergerak ke arah: semakin banyak kasus korupsi yang diungkap, semakin banyak pelaku korupsi mendapatkan hukuman, dan semakin minim pula kerugian keuangan yang dipikul oleh negara.
Alhasil, perangkat/aturan hukum serta penghukuman (derita/nestapa yang dijatuhkan secara legal oleh negara) juga semakin memperlihatkan kedua dampak di atas, yakni gentar bagi calon (potensial) pelaku korupsi dan jera bagi mantan koruptor yang sudah dihukum.
Pada Desember 2008, penulis melakukan penelitian sederhana (survey) perihal dampak penggentar untuk kasus suap-menyuap pada Pegawai Negeri Sipil di suatu institusi. Hasilnya, dari 63 PNS yang menjadi responden, 55,6% di antaranya merasa bahwa KPK akan melakukan tindakan terkait posisi mereka jika mereka melakukan suap menyuap. Sebanyak 81% di antaranya juga merasa bahwa mereka akan dikenai hukuman terkait posisi mereka jika mereka melakukan suap menyuap.
Bahkan, apabila melakukan suap menyuap, dari 63 responden itu, maka mereka merasa: Akan membuat malu/menjadi beban keluarga (96,8%), Akan hancur masa depan/karir (95,2%), Martabat akan hilang karena muncul di pengadilan (96,8%), Akan dihukum (98,4%), Akan dicerai istri/suami (60,3%), Akan diperlakukan tidak adil di pengadilan (60,3%), Akan dijauhi oleh rekan/sejawat kerja (88,9%), dan Takut segala sesuatu yang bakal terjadi di pengadilan (98,4%). Survey ini memang tidak representatif dan tidak berlaku untuk kepentingan generalisir. Namun, setidaknya dapat memberi gambaran sederhana.
Betapa kinerja KPK yang fantastis dan publikasi secara luas oleh media massa dalam penanganan kasus korupsi telah berhasil menebar dampak penggentarjeraan ke seluruh Indonesia.
Hanya dengan keberanian politik yang luar biasa dari pemerintah dan semangat anti-korupsi yang kuat dari masyarakatlah KPK dapat kian menggentar dan menjerakan.
Tapi, apakah upaya ‘menumpulkan kuku’ dan ‘mematahkan taring’ KPK, dalam arti luas, memang merupakan letupan dari dampak penggentarjeraan dan bahkan rasa takut yang teramat dari segelintir kalangan?
Mungkin saja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H