Seperti bintang keadilan, seperti bintang yang menunjukkan jalan bagi para nelayan untuk mencari atau menyambung kehidupan. Jadi tidak bisa pernah disentuh bintang itu tapi mungkin memang bukan untuk disentuh bintang itu. Bintang itu ada untuk dijadikan panduan, dijadikan semacam pedoman, pedoman yang tertinggi dari standar kehidupan kita, sama seperti hak asasi manusia. Kalau kita baca di deklarasi universal HAM, piagam PBB hampir seluruhnya itu tentang mimpi mimpi yang indah tentang kehidupan dunia, kehidupan yang menjamin kebebasan bagi setiap orang tanpa membedakan latar belakang RAS, perbedaan etnis, suku, ideologi, gender, apapun itu orientasi seksual. Orang tidak lagi dilihat dari kulitnya putih, hitam, coklat, orang tidak lagi boleh dibedakan secara negatif oleh karena agamanya. Tapi itu tidak bisa kita capai secara sepenuhnya, tapi bukan berarti kalau kita tidak melihatnya di dalam kesempurnaan kenyataan, lalu kita berhenti mengejarnya. Nah itu yang saya maksud dengan standar tertinggi kehidupan untuk manusia. Orang membutuhkan imajinasi yang ideal itu untuk tetap bertahan dalam hidup yang penuh ketidakpastian ini.Â
Pernah merasa capek kah ?Â
Ya pasti lelah, sering merasa lelah, tapi selalu ada refleksi kecil bahwa meskipun kita lelah, usaha untuk mengakhiri kekerasan dan usaha untuk memperjuangkan keadilan itu belum berakhir.
Untuk nanti pemilu 2024, masih optimiskah Bang Usman?
Kita belajar dari masa reformasi bahwa keadilan itu tidak ditentukan oleh perubahan kekuasaan, kita lihatlah nanti. Kalau rakyat Indonesia cerdas, saya kira rakyat Indonesia harus memilih orang orang yang memang tidak menggunakan kekuasaan hanya untuk ketenaran atau keuntungan, tapi untuk keadilan, kebenaran dan untuk kebebasan. (I/S)
#HidupKorban
#JanganDiam
#lawan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H