Sosial media itu memang menjanjikan kebebasan, bahkan menjanjikan pembebasan karena ada banyak pengalaman di dunia di Occupy Wall Street (OWS) di Amerika Serikat, Indignados movement (Anti-austerity movement) di  Spanyol, tapi dia juga menyimpan bahaya otoritarian karena banyak tekanan, banyak peretasan, banyak upaya upaya kriminalisasi, banyak juga teror dan banyak juga serangan-serangan dari para buzzer, mereka mereka yang menggunakan mesin otomatis untuk melakukan kontra opini. Bahkan saya menduga, negara ikut juga membuat ruang di media sosial tidak lagi menjanjikan kebebasan, tidak lagi menjanjikan pembebasan, justru sebaliknya bisa membawa otoritarian baru, penindasan baru, orang merasa takut karena di teror, orang merasa takut untuk bersuara karena di buzzer dan diserang oleh army troops, dari orang orang yang mungkin membayar mereka.Â
Tidak lagi murni, kalau hari ini seandainya ada buzzer pun itu sedikit karena orang orang itu tidak digerakan oleh keyakinan, tetapi digerakkan oleh uang.
Apa yang membuat Bang Usman, tetap konsisten melakukan perjuangan HAM hingga sekarang di Amnesty International Indonesia?
Ngga ada pekerjaaan hahahaha. Ya enggaklah :)Â
Karena saya masih punya hutang aja dan saya kira perjuangan yang dilakukan oleh kawan kawan saya di era reformasi itu belum selesai, belum mengenal kata akhir.Â
Bukannya reformasi sudah selesai ya?Â
Bagi sebagian orang itu mungkin sudah selesai, tetapi bagi saya belum.Â
Bagi sebagian orang sudah kadaluarsa, tetapi bagi saya belum.Â
Dan menurut saya hari ini dengan berkumpulnya para generasi muda untuk menyuarakan agenda agenda keadilan, itu kan agenda agenda reformasi, agenda agenda perubahan di tahun 98. Artinya itu masih relevan, artinya itu masih belum selesai, bahkan tahun 2019 para mahasiswa jaman sekarang itu menggunakan kata reformasi (Reformasi di Korupsi 2019), artinya kata itu masih dianggap relevan sampai hari ini.Â
Sampai kapan aksi kamisan ini akan dilakukan?Â
Entah, saya tidak tahu akan sampai kapan. Saya sudah melihat berkali kali para korban dan para penyintas, keluarga korban mengikuti kamisan hingga akhir hayat dikandung badan mereka. Ya mungkin terus berjatuhan satu persatu karena usia, karena kondisi kesehatan, tapi saya kira, kita tidak akan pernah bisa memastikan sampai kapan, karena perjuangan itu seperti mengejar awan, tidak pernah bisa kita raih betul tapi hanya bisa jadi panduan bahwa kita harus setinggi awan.Â