Mohon tunggu...
Iwan Sukamto
Iwan Sukamto Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis adalah kenikmatan terbaik dalam hidup

Seseorang yang suka menulis, berdiskusi, mendengarkan dan mempertanyakan tentang suatu perspective. Tidak menyukai suatu hal yang netral. Netral itu membosankan, tidak bergairah, dan takut untuk memilih. Sangat percaya setiap orang unik karena pola pikir dan keberanian untuk mengungkapkan sudut pandangnya. The sexiest part of our body is our mind. Mari sama sama bercerita, tentang hidup dan masa masa yang tidak akan terulang lagi ini. Untuk sekali dan selamanya.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pak Ariman: Koran Kertas yang (Tak) Lekang oleh Waktu

1 Maret 2021   13:02 Diperbarui: 1 Maret 2021   13:21 318
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Bukan jamannya yang berubah, orang orangnya yang berubah, jamannya dari dulu begini begini aja, cuman orang nya yang berubah jadi lebih pintar"

Zaman berkembang dan dunia bergerak dari waktu ke waktu, meninggalkan semua kenangan dan kemajuan, termasuk tentang koran kertas.

Koran kertas pernah berjaya pada masanya. Pak Ariman, begitu namanya dipanggil menceritakan tentang masa kejayaan itu, pernah menjadi agen Koran dengan 15 “anak buah” katanya. 

Tahun 1990-an adalah masa kejayaan beliau, dimana pada masa itu koran kertas menjadi primadona dengan belum adanya internet dan media mainstream seperti sekarang ini.

Di usianya mendekati kepala 6, sekaligus dengan pengalaman 40 tahun berkecimpung di dunia perkoranan, menjadikan beliau lebih matang dan kuat dalam menjalani kehidupan, termasuk ketika sekarang beliau menjadi pengecer Koran. Tidak mudah hidup dengan mengetahui bahwa semua ini berubah begitu cepat, bahwa tidak banyak orang lagi yang membaca koran kertas, tetapi Pak Ariman tetap menghadapi pilihan hidup tersebut.

Doc/ Iwan Sukamto
Doc/ Iwan Sukamto

Tetapi ada satu hal yang diyakini oleh Pak Ariman bahwa kenikmatan dan keseruan terbaik dari membaca adalah langsung dari kertasnya

Apalagi dengan adanya pandemic covid 19 ini menjadikan situasi memburuk, “pengaruh gede, hampir 75 persen turun,” katanya. Pak Ariman melanjutkan penyebabnya adalah soal ekonomi masyarakat yang melemah, “karena ini menyangkut ekonomi, apalagi pembaca, kalau ada duit baca, kalau  nggak ada ngapain maksain baca, mendingan buat jajan anaklah, saya sendiri kalau bukan tukang koran, juga nggak baca baca amat, berhubung saya tukang koran aja, apalagi kelas bawah, pengennya mah baca koran”.

Ini menjadikan kondisi yang semakin menjepit, omzet menurun, ditambah lagi koran yang sudah dibeli dari distributor tidak bisa ditukar baru menjadikan Pak Ariman lebih selektif membawa jumlah koran yang akan dijualnya, dengan maksimal hanya 5 koran per jenis. Faktor yang membuat Pak Ariman bertahan karena masih adanya langganan lama yang masih membeli, “kebanyakan Bapak Bapak, seusia 20an jarang ada,” lanjutnya.

Koran kertas sekarang sudah hampir mati, kemajuan teknologi menuju double disruption era yaitu digitalisasi teknologi dan pandemi damage mengubah pola hidup masyarakat termasuk untuk membaca. Platform digital semakin berkembang dimana mana, menjadi lebih cepat, murah dan mudah.

Doc/ Iwan Sukamto
Doc/ Iwan Sukamto

Tidak mudah hidup dengan mengetahui bahwa semua ini berubah begitu cepat, bahwa tidak banyak orang lagi yang membaca koran kertas, tetapi Pak Ariman tetap menghadapi pilihan hidup tersebut

Tetapi ada satu hal yang diyakini oleh Pak Ariman bahwa kenikmatan dan keseruan terbaik dari membaca adalah langsung dari kertasnya. “Saya mah nggak suka baca di hp, bukan karena nggak bisa, tapi kecil kecil angkanya, lagian ngga enak, ngga seru gitulah, kalau di hp kena mata juga rusak, banyak efek sampingnya baca di hp, kalo di koran nggak lah, kelihatannya juga terang, enak baca di koran, cuman kalau jaman sekarang, tergantung orang orang nya lagi”.

Terakhir, beliau menyampaikan sebuah pesan sederhana, “bukan jamannya yang berubah, orang orangnya yang berubah, jamannya dari dulu begini begini aja, cuman orang nya yang berubah jadi lebih pintar,". Beliau menambahkan “sekarang orang pada pintar, suka ngebodohin orang, suka minterin orang, maaf maaf lah, jangan tersinggung, saya sendiri suka dibohongin gitu,” (IS).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun