Mohon tunggu...
Narliswandi Piliang
Narliswandi Piliang Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Traveller, Content Director, Citizen Reporter, Bloger, Private Investigator

Business: Products; Coal Trading; Services: Money Changer, Spin Doctor, Content Director for PR, Private Investigator. Social Activities: Traveller, Bloger. email: iwan.piliang7@yahoo.com\r\nmobile +628128808108\r\nfacebook: Iwan Piliang Dua , Twitter @iwanpiliang7 Instagram @iwanpiliangofficial mobile: +628128808108

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bang Ipul Tertawa Tanpa Kata-kata

17 September 2020   10:58 Diperbarui: 17 September 2020   11:13 578
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

PADA 9 Juli 2019 malam saya membaca berita Gubernur DKI Jakarta ke Kolumbia, mengikuti  World Cities Summit Mayors Forum (WCSMF) 2019 digelar di  kota Medellin. Ada dua sosok  mendadak muncul di benak saya seketika.

Pertama, sosok maestro lukis Fernando Botero.

Pelukis mendunia ini, memiliki ciri khas menggemukkan objek. Semua objeknya kembung, ya orang, ya buah, akan tetapi semua objek lukisnya beranatomi benar. Mengingat lukisan Botero, saya senyum sendiri. Sebagian warga bila saya bicara Kolumbia, masih ingat skype saya dengan Nazaruddin, saat ia melarikan diri ke Bogota. Di Bogota, ada museum bessr karya Botero.

Teringat sosok kedua, Saefullah, Sekda DKI Jakarta.  

Malam itu terpikir, sudah lama saya tak jumpa dengan putera Betawi, akrab  disapa Bang Ipul itu.  Semenjak Joko Widodo, tidak lagi menjadi Gubernur DKI, saya  tak pernah datang ke Balaikota. Biasanya saban Jumat pagi bersepeda dengan Gubernur. Begitu Bang Ipul acting Gubernur DKI, hitungan hari itu,  pagi jelang  siang, 10 Juli 2019,  tanpa janji saya  ke Balaikota.

Dugaan saya ia berkantor di pendopo ruang Gubernur, mengingat posisi menggantikan sementara Gubernur sedang ke luar negeri. Dugaan saya salah. Ia tetap di ruang Sekda, lantai 4. Pas datang  ke ruangannya ada tamu. Saya menunggu sebentar. Tak lama stafnya menyuruh masuk.

"Heh kemane aja," sapanya dengan senyum khasnya.

Bang Ipul berkemeja putih berdasi  merah hati bermotif putih, berpantolan hitam. Saya tak menyimak map menumpuk tinggi  di mejanya laksana ia menjadi Walikota, Jakarta Pusat - -  beberapa kali sempat saya temui di kantor Walikota di bilangan Abdul Muis.

Kami bercerita ngalor-ngidul. Tetawa ke kanan dan ke kiri tanpa beban. Ia memang suka guyon. Bagi orang belum menganalnya, wajahnya tampak dingin, pendiam. Sebaliknya kalau sudah kenal, ia kocak.  Tak ada hal serius kami omongkan, paling bagaimana menjadikan  Jakarta kota ramah bagi pesepeda.  Beberapa ruas jalan memang sudah dibuat jalur gowes.

Ia bertanya, "Kok tak kelihatan lagi di tivi, di ILC?" Secara berseloroh, kala itu saya bilang; kini saatnya Bang Ipul tampil di ILC, Tvone. Kemudian selama 2020, saya baca berita, walau tak  sempat nonton, Bang Ipul memang ada dua  kali hadir di ILC.

Sejak dua tahun  lalu ke mana-mana saya selalu membawa minuman sendiri di dalam botol ukuran sedang. Bang Ipul mengamati botol minum saya letakkan di atas mejanya.

"Bagus ya kurma digituin?"

Saya jawab, dari-baca-baca, bagus.

"O boleh juga saya coba tuh."

Saya simak secara fisik Bang Ipul badannya bertambah gemuk.  Saya sarankan mengurangi mengkonsumsi gula. Kala itu saya sudah tiga tahun tak lagi konsumsi gula. Gula untuk kebutuhan tubuh bisa didapat dari karbohidrat. Ia setuju. Kami sebaya, sama-sama lahir 1964, ia bulan Februari, saya Juli, di luar kebetawian, saya wajib menyapanya Abang.

Perkenalan pertama saya dengan Bang Ipul 2012. Ia masih Walikota Jakarta Pusat. Sahdan, di sebuah Jumat pagi. Kala itu saya memimpin sebuah kegiatan  warga bertajuk #Bangrojak, bangun gotopng royong Jakarta, kegiatan  swadaya, membersihkan saluran air, got, kali, terutama di kawasan pemukiman padat.

Hari itu sasaran setumpuk kawasan padat sepelemparan batu di depan kantor Walikota. Kami #Bangrojak pagi itu, ada juga  agenda menebar ikan ke kali, tepatnya got besar,  di Jl. Abdul Muis. Saya pernah bilang ke Pak Gubernur  Jokowi, kala itu, seyogyanya semua kali di Jakarta bisa dibuat bening di mana ikan-ikan bisa hidup dan dapat disimak warna-wani. Gubernur  membuka acara  #Bangrojak.

Begitu  saya di lokasi, sedang berdiri, datang sosok belum saya kenal,  sebelumnya tidak pernah bertamu. Ia menghampiri saya. "Pak Iwan Piliang, saya Saefullah, pagi ini menggantikan Pak Gubernur membuka acara Bangrojak, apa saja agendanya?"

Saya kaget.

Barusan lima menit lalu Gubernur  saya konfirmasi hadir.

"Tidak, ini disposisi surat Gubernur, saya mewakili."

Ia memperlihatkan surat itu ke saya.

Agak ngotot saya sampaikan Gubernur hadir Pak!

Wajah Bang Ipul diam. Saya duga dia jengkel, tapi tenang. Body language-nya bagus.

Tak lama sebuah Innova Hitam, pelat biasa, datang. Keluar sosok pria berbaju putih berpantolan hitam. Ya siapa lagi, kalau bukan Jokowi.

Sontak saya lihat wajah Bang Ipul senyum lebar. Dia tepuk bahu kanan saya.  Saya ajak Gubernur ke kawasan padat, di mana ada satu rumah ukuran 3x2 meter dihuni 12 orang, mereka tidur aplusan. Kawasan ini bila hujan  acap banjir.  Gubernur sampai naik ke rumah kecil, gang sempit.  Menyimak keadaan itu seharusnya Bang Ipul terpojok. Tenang ia berbisik ke saya, "Segera kami rapikan rumah ini Pak."

Selanjutnya kami menebar ikan di kali Abdul Muis, dari Bang Ipul kami tahu gedung-gedung dari sepanjang  Bank Indonesia, terus arah Harmoni, tak satupun mengolah air limbah buangnya. Pernah Walikota menyurati, Bang Ipul bilang apalah saya cuma Walikota. Saat itulah tercetus kalimat dari saya, "Menunggu Pak Jokowi Presiden baru bisa dibenahi semua gedung pemerintah itu mengolah limbahnya." Bang Ipul meng-aamiin-kan

Ketika di awal Jokowi Gubernur, kami setiap Jumat pagi juga rutin bersepeda.  Pada sebuah Jumat pagi lain, 2013,  saya usulkan peresmian Jalan Usman dan  Jalan Harun, di kedua ruas di Jl Kwitang. Menurut Bang Ipul sudah lama direncanakan. Maka saya usulkan ke Gubernur untuk meresmikan pas bersepeda. Gubernur setuju.  Repotlah Bang Ipul, kala itu sudah menjadi Sekda, menyiapkan, baik tiang nama, kain penutup untuk ditarik-buka oleh Gubernur saat peresmian.

Acara bersepeda Jumat pagi itu benar adanya, akan tetapi di saat Sekda sudah berdiri di papan nama Jalan Usman dan  Jalan Harun, Gubernur lewat saja,  hanya memilih menanam pohon Terminalia, di pinggir kali di seberang Toko Gunung Agung, Jl. Kwitang. 

Kemarin, di saat jasad Bang Ipul dilepas dari Balaikota, saya simak Terminalia ditanam Gubernur Jokowi itu  tinggi. Saya tak lupa  mengingat telunjuk Bang Ipul ke saya, senyum geleng-geleng kepalanya. Mungkin dalam hatinya  kala itu saya sudah mengerjainya. Di lain hari saya bertemu Bang Ipul, usai acara itu,  ia tak berkata-kata. 

Ia tertawa.

Kami tertawa.

Benar-benar tertawa berdua tanpa kata-kata.

Pada 2013 pula di Kompasiana, saya pernah menulis sosok Bang Ipul tak banyak dikupas media. Bagi saya ia punya terobosan out of the box dalam  mengatasi perkelahian remaja antar kampung di Jakarta. Ia membuat prosesi mencuci kaki ibu. Event itu membuat anak nakal, gelandangan, bertangisan. Mereka pengangguran dibuatkan kursus macam-macam, tergantung minat. Kini ada jadi tukang servis AC, misalnya. 

Solutip.

Ketika sebelum pemilihan  Gubernur DKI tempo hari, 2017, saya sempat mengirim pesan ke Bang Ipul, agar ia maju menjadi Cagub.  Seminggu kemudian ia ajak saya ke sebuah rumah di Menteng, Jakarta Pusat. Rumah itu hanya dihuni penjaga, di sebuah ruangan di meja ada nasi Briyani lengkap dengan potongan Ayam dan Kambing. Bang Ipul mengajak makan. Ada beberapa orang stafnya menunggu di luar, kami bincang-bincang berdua, termasuk soal "alotnya" mendapatkan dukungan partai politik. Kalau sudah sampai urusan kata mentok, kami tertawa-tawa.

Pada 28 Oktober 2019 Pemda DKI ada kegiatan #Langitbiru. Kawan saya mulai memasukkan motor listrik, di rentang harga di bawah Rp 10 juta. Kami berpartisipasi kala itu, selain memperlihatkan motor listrik kepada Gubernur Anies Baswedan, waktu lebih banyak saya gunakan bicara dengan Bang Ipul. Ia berpesan agar mengirim sebuah motor itu ke rumah, "Di rumah saya bayar."

dokpri
dokpri
Sampai berita duka saya terima kemarin siang, motor listrik itu belum jua saya kirim ke kediamannya. Tapi saya yakin Bang Ipul mengingat ini dengan tawa.

Ia terlihat ringan menghadapi sakitnya, seperti ditulis Gubernur Anies Baswedan di IG-nya, ketika mengabarkan dipindah ke RSPAD, seakan  biasa saja, agaknya ia menganggap semua ini ringan-ringan saja.

Baru pekan lalu saya membahas kematian dengan isteri dan anak-anak. Saya menyarankan kepada mereka untuk memandu saya kelak menghadap Sang Pencipta dalam tawa.  Dugaan saya Bang Ipul pergi ke Alam Sana, benar-benar tertawa tanpa kata-kata. Semoga Husnul Khotimah

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun