Itu sosoknya sebagai kawan.
Akan tetapi Jokowi kepada kawan seperti FX Rudy, tentu lebih banyak berbuat bagi karirnya menjadi Presiden, saya duga telah melukai hati Rudy paling dalam. Majunya Gibran sebagai calon walikota Solo, mendaftar ke pengurus tingkat propinsi, bagi saya titik krusial. Bukan mendaftar ke pengurus cabang Solo, di mana Rudy, kini Walikota Ketua DPC PDIP. Kembali, dari kerja verifikasi, Â skenario ini saya duga digerakkan mesin oligarki, korporat, bukan suruhan sosok pribadi Jokowi saya kenal.
Setahun terakhir saya kebetulan diajak kawan-kawan  Asosiasi Penambang Rakyat Indonesia (APRI) bergabung jadi pengurus. Dari situ saya menyimak ada solusi tambang emas rakyat; ada legal WPR dan ijin IPR bisa iurus. APRI punya solusi menambang tanpa merkuri. Lalu data 2 x volume produksi emas Freeport dan 25 x produksi Antam setahun dihasilkan  tambang emas rakyat.Â
Hari ini di banyak daerah tambang emas berjalan abu-abu, hasil resminya "menguap". Detik ini kalau kita ke kali Pidi di Aceh, 3.600 orang saban hari mengayak aluvial, dapat emas antara setengah sampai segram sehari.Â
Di Sumbar saya dapat dokumen, Raffles mengirim surat ke istrinya dulu bilang, mereka ke Nusantara cari emas. Maka dari data itu saya meyakini emas di Indonesia ini masih banyak, cuma dugaan lagi: korporasi selalu sosialisasikan tak da itu, yang layak tambang secara korporat satu dua. Makanya secara pribadi, saya tak pernah membahas kuatir soal hutang kita tambun, karena kami punya solusi bersama APRI membayar hutang Rp 10 ribu triliun pun.
Di ranah dikotomi reshufle atau tidak, Presiden Jokowi berhenti atau lanjut, saya tak ingin masuk ke sana.
Bagi saya korporasi meng-oligarki di Indonesia telah sangat berbeda karakternya dengan konsep kekuasaan. Di kekuasaan memuliakan ketulusan keinsanan saya pahami, ada ruh Illahiahnya.
Maka secara jujur saya katakan melalui tulisan ini --karena ada kekuatan selalu menghambat bertemu Bapak Presiden, saya duga tangan gurita korporat-- Â dalam 6 tahun ini, dominan hati rakyat saya tersakiti, paling tidak merasa terganggu. Tingkat kepercayaan publik pun drop. Jauh dari situasi 2014 saat Pak Jokowi dilantik presiden 20 Oktober 2014 di mana dinihari jam 01.30 saya pamit dari Istana Negara, Pak Presiden masih nunduk seperti orang Jepang disalami.
Akhir kata saya cuma mau menulis begini: Indonesia kaya, seharusnya Pak Jokowi happy rakyat senang, ranah komunikasi publik bagus berisi aura positif. Saya pastikan segala kebaikan itu hari ini ada di lubuk hati rakyat, bukan di pemilik korporasi, pelaku TP, terindikasi mengatur segala, termasuk calon jadi presiden 2024.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H