Mereka pernah memakan uang negara, menerima gaji.
Dalam kelonan income itu mereka juga membiayai opini diri.
Maka, menurut saya, jika kita memang mau menuju refomasi riil, bukan repot ilusi, sebagaimana judul tulisan ini: bangkiti keadasaran dalam tindak-aksi: pilih kawan, pilah gerakan; telaah bio data kawan seperjuangan; riil berjuang dengan kantung sendiri sebagai rakyat apa tidak? Kalau iya telusuri betul sekali lagi latar sang tokoh, ada kaitan dengan oligarki apa tidak? Kalau masih ada kaitan berhenti sajalah bergerak.
Indonesia Berpancasila Riil akan tegak, diperlukan kekuatan keempat, the fourth estate.
Apa itu?
Bukan pers.Â
Karena kita paham, jurnalisme Indonesia, bak kata Alm., Budiman S Hartoyo, redaktur senior TEMPO, "Jurnalisme ludah." Dan pers juga terjerembab ke dalam oligarki fulus mulus, sehingga bukan mereka.
Berharap ke TNI? Tampaknya juga bukan. Baru pekan lalu seorang jenderal purnawirawan mengirim pesan pribadi ke saya, mengatakan Undang-Undang telah membuat TNI seperti hari ini, sama halnya, Undang-Undang telah membuat teve negara, TVRI, seperti hari ini, lalu teve swasta menjadi negara dalam negara - - satu-satunya di dunia.
Lantas siapa kekuatan keempat?
Rakyat.
Rakyat memiliki hati nurani suci, jernih tutur tulis dan lisannya, bersih hidupnya. Ada? Banyak.