Sayang kefenomenaan Jokowi 2014 di hati publik tak sesignifikan 2014. Kini psikologi massa sesuai data IPCÂ bergerak kencang ke kubu Prabowo-Sandi.
Kembali ke judul tulisan ini, luruhnya pemimpin, khususnya sipil, tepatnya Jokowi, akibat lebih dominannya jenderal tampil di sisinya, seperti peran dominan diambil alih Jenderal (Purn) Luhut Binsar Panjaitan, dirasakan publik, membuat kejokowian bisa berasa hambar. Jend Purn, Hendro Priyono, Agum Gumilar, dan lain, tampil ke publik mendukung Jokowi. Pun sebaliknya di kubu Prabowo mulai dari Jend. Purn Djoko Santoso, Tyasno Soedarto, hingga Sjafrie Sjamsudin, sekadar menuliskan beberapa nama; kita warga menonton "Jenderal vs Jenderal" secara nyata. Dan ujung-ujungnya mereka dipastikan kembali kepada korsa.
Mungkin Jokowi sudah lupa. saya acap memberinya masukan out of the box. Karena paham Jokowi sipil, saya pernah menyarankan nanti setelah terpilih kita ke Papua, sebelum melantik menteri, Bapak nginep di tenda prajurit di perbatasan.Â
Pulang ke Jakarta jam 3 dini hari  ke markas pasukan tempur elit, bunyikan peluit dalam hitungan berapa detik pasukan siap tempur, minta mereka berbaris, periksa pasukan, ada prajurit pakaian berantakan, presiden sipil terpilih, Panglima Tertinggi TNI, rontokkan gigi prajurit itu dengan dengkulnya. Ini akan menjadi isu rame.Â
Hasil dari dua output kegiatan usulan tadi, sudah mebayangkan kalau TNI  akan di belakang full presiden sipil berbadan kurus. Namanya juga ide dan nyeleneh, mungkin Pak Jokowi juga sudah lupa.
Akan tetapi satu usulan saya diterima Pak Jokowi. Saya mengusulkan Kepala Biro Pers, mantan Aster TNI di Papua, bintang satu AD. Ia adalah Albiner Sitompul, pernah jadi Puspen AD, saya kenal ketika  diminta sharing soal menulis feature di Mabes TNI. saya duga akibat "Jenderal" vs "Jenderal" hanya 7 bulan Albiner menjabat Kepala Biro Pers di Isatana Negara, ia difitnah dan diberhentikan. Beruntung otaknya "encer", kini Albiner salah satu peneliti di Lemhanas. Karir cemerlangnya di TNI pupus. Saya merasakan beban moral hingga kini.
Dalam ke-jenderal vs jendralan itu, mungkin saya juga sulit bertemu dan dekat dengan Jokowi. Momen tak sengaja bertemu di Palembang 21 Januari 2017, menghasilkan Buku Melawat ke Barat karya Djamaludin Adinegopro, 1926 kami cetak ulang, dibagikan presiden  di Hari Pers, diterbitkan IPC.Â
Ada niat membantu untuk 2019, alam nyata  dalam perkembang tak "mengizinkan". Sebaliknya saya pernah diundang sekali oleh Saididu ke posko pemenangan Prabowo-Sandi, di pertemuan itu saya merasakan ada getaran pihak-pihak mencurigai saya.
Isteri saya Sandra mengajak banyak alan-alan sebagai #turispaspasan hampir tiap dua bulan ke mana-mana.
Pada 30 Maret 2019, saya tak sengaja bisa hadir di Haul Akbar ke-60 Syekh Abdul Ghani Al Kalidi, wafat di usia 130, ulama sufi kharismatik, di Kampar Riau.Â
Cucunya, Buya Alaidin, Pimpinan Pondok Pesantren Darussalam, juga Tharikat Naqsabandyah. Ustad Abdul Somad hadir. Saya menyampaikkan terima kasih telah mengawal moral bangsa, dan mengingatkan aborsi di Indonesia sebulan sudah terindikasi 10.000 bayi.Â