Mohon tunggu...
Narliswandi Piliang
Narliswandi Piliang Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Traveller, Content Director, Citizen Reporter, Bloger, Private Investigator

Business: Products; Coal Trading; Services: Money Changer, Spin Doctor, Content Director for PR, Private Investigator. Social Activities: Traveller, Bloger. email: iwan.piliang7@yahoo.com\r\nmobile +628128808108\r\nfacebook: Iwan Piliang Dua , Twitter @iwanpiliang7 Instagram @iwanpiliangofficial mobile: +628128808108

Selanjutnya

Tutup

Sosok Pilihan

Jakarta Butuh Ahmad Syaikhu

27 Oktober 2018   11:14 Diperbarui: 28 Oktober 2018   05:05 2136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Koleksi Pribadi

ASSALAMUALAIKUM warahmatullahi wabarakatuh, saya melihat ke  kanan dan kiri, mengakhiri Zuhur berjamaah di Masjid Al Azhar, Bekasi. Baru ngeh siang  Kamis, 25 Oktober 2018 itu, lumayan saf terisi,  lebih 7 baris. Tak lama seusai doa, pengurus masjid menyampaikan maklumat akan ada kuliah tujuh menit (Kultum). Jamaah berkenan dipersilakan  menyimak.

Saya masih duduk di saf kedua. Bersila. Agak ke sebelah kiri, dua saf ke belakang, berkemeja biru, berpantalon hitam,  sosok Ahmad Syaikhu, mantan Wakil Walikota Bekasi, mantan Cawagub Jabar, pasangan Jend. Purn., Sudrajad, masih menunduk takzim. Tanpa bertanya, saya mengartikan sosoknya  pun  ingin menyimak Kultum. Sebelumnya, Kami  bersama berjalan kaki dari Kantor ASYIKpreneur, di kawasan Ruko Duta Permai, Jl Noer Alie, Bekasi.

"Adab penting bagi kehidupan."

"Masuk pesantren, pelajaran pertama adab."

'Ilmu tanpa adab ibarat api tanpa kayu, bagaikan jasad tanpa ruh."

Ustad muda saya lupa mencatat namanya itu, menyampaikan kalimat di atas. Saya simak Syaikhu mengangguk.

Ustad mensitir jika ada kertas di tempat sampah bertuliskan Basmallah, tentu secara refleks adab kita mengambil, menempatkan ke posisi pas. Ia  tidak secara khusus membahas  kasus pembakaran bendera bertuliskan kalimat Tauhid, namun nalar pendengar Kultum diarahkan bergetar.

Berjalan kaki kembali ke kantor Syaikhu, kendati panas, udara terasa pas. Saya sampaikan Kultum barusan sangat vital kini, terlebih bagi Ibukota Jakarta dan ranah sosial media.  Ia bersepakat.

Sejak 10.30, saya berada  di markas ASYIKpreneur, lembaga dibentuk Syaikhu dengan kalangan muda Bekasi, mengembangkan spirit wirausaha, startup, wadah kongkow, termasuk berbagai pelatihan, seperti meningkatkan literasi bagi anak-anak. Maka di lantai dua bangunan, saya menyimak bangku dari fiber warna-warni,  ditata bagaikan studio, lantainya rumput hijau imitasi. "Ini semua produk industri di Bekasi," ujar Syaikhu.

Nama Syaikhu telah  lama saya ketahui. Adalah Alm., Budiman S. Hartoyo, mantan redaktur senior TEMPO, pendiri PWI-Reformasi, pernah bertutur soal Syaikhu pada 1990-an. 

Budiman, salah satu mentor menulis saya itu, sekitar tahun 2.000-an awal pernah mengajak ngobrol dengannya, tapi tak pernah kejadian. Itupun saya lupa konfirmasi apakah sosok Syaikhu ini atau lain? Namun mengingat isteri Budiman asal Cirebon, dan Saikhu pun Cirebon, tebakan hati saja sosok dimaksud Budiman, figur Syaikhu, ya yang ini. Mengapa perlu saya tuliskan?  Karena baru di Kamis kemarin itulah saya bertemu untuk kali pertama.

Selama ini saya hanya menyimak karir politiknya dari jauh. Saya juga membaca kalau Syaikhu suka naik sepeda. Di beberapa momen tertentu ia suka membagikan hadiah sepeda kepada  warga di kala  menjadi wakil walikota.

Perihal bagi sepeda itu sudah ia lakukan sejak dari era Presiden SBY.

Acap di acara resmi  di Bekasi, panitia sudah menyiapkan protokol penyambutan dengan run down; Wakil Bupati turun dari mobil. Ehhh, sang wakil bupati datang bersepeda. 

Kisah itu antara lain saya baca di buku  berjudul Kang Syaikhu, hal-hal kecil namun berkesan, ditulis Bung Adi Siregar. Dari  buku ini   saya mafhum;  Syaikhu sosok amanah, bersahaja, hidup mengalir, selalu mengisi kesenggangan membaca Al Quran, di  dalam mobil di sela kerja. Itu antara lain. Para ajudan atau supir mengaku menikmati bacan Quran Syaikhu, tanpa mereka perlu putar CD di mobil. Bertanya ke kanan-kiri ke beberapa wartawan Bekasi, positif semua tanggapan mereka.

Nah, jika tulisan ini merambah jagad Sosial media, dugaan saya akan ada beragam tanggapan, mungkin juga bullying. Pedekate. Atau kalimat apa lainlah. Padahal dalam menuliskan figur tertentu, termasuk membunyikan tokoh menggunakan jaringan IP Center, selama ini, kami merujuk pondasi hati nurani, alam menggerakkan, termasuk mengantarkan untuk berhenti jika dikehendaki "alam". Semua itu dengan waktu, kreatifitas dan mengongkosi sendiri.

Empirik, selama ini saya tidak punya kontak Syaikhu. Barulah  sekitar usai Pilkada serentak lalu, ketika saya  menjajaki bisnis, belajar ke pengalaman sebuah daerah membangun insenerator berukuran kecil dan sedang membakar  sampah menghasilkan listrik, saya berkenanlan dengan Tedi. 

Kebetulan, Tedi sudah melakoni di Bekasi, usaha terobosan menghasilkan 1,5 MW listrik; hanya dari lahan  pabrik 200 meter dan kolam  air pendingin, sekitar 2.000 meter, memakan sampah harian  200 ton minimal habis.  Dari Tedi saya dapat kontak Syaikhu. Entah mengapa baru di Rabu kemarin pula berkomunikasi melalui WA dan  esok Kamis-nya kami bertemu.

Saya percaya alam menggiring kita bersama mereka dalam frekuensi sama. Duduk kongkow dengan Syaikhu, saya rasakan girah sefrekuensi nyata. Ada gairah seakan kembali muncul menggerakkan  Bangrojak, Bangun Gotong Royong Jakarta, NGO, pernah  kami aktifkan untuk bersih toilet, kali, masjid, sekolah jajanan sehat bersih. Juga terpikir  untuk saban Subuh  bersepeda dari masjid ke masjid ibukota, menumbuhkan kembali semangat membaca buku, minat literasi tinggi. Jangan sampai rendahnya minat membaca buku saat ini, terlebih sastra,  kian  menjadi musibah peradaban.  Spirit itu tentunya akan  nyala jika Syaikhu menjadi wakil gubernur Jakarta. Toh di Bekasi ia punya portofolio membukukan catatan kecil tulisan anak-anak di tingkat SD dari hasil reportase di Car Free Day, Bekasi, sebagai salah satu latar.

Namun, kata kawan saya Syikhu tak bakal jadi Wagub DKI.

Kata kawan satunya lagi faktor demokrasi menjadi industri,  bukan menjadi idiologi, bagaikan kemuliaan di negara demokrasi duluan, bisa jadi Taufik, Gerindra, Wagub. Logika kawan itu, karena menduga korporasi  ada di belakang Taufik. Artinya ada indikasi kekuatan kapital besar meningkatkan libido Taufik mentas.

Semalam saya membaca berita, Gubernur DKI Jakarta,  Anies Baswedan belum mendapatkan surat resmi baik dari Gerindra maupun PKS  tentang nama calon Wagub DKI Jakarta. Di dalam hati, saya bertanya. Kok bisa? Di lain sisi  dari akun  sosmed Fadlidzon, pengurus teras Gerindra, wakil ketua DPR, menuliskan soal  jatah Wagub DKI Jakarta, sudah fix merupakan hak PKS. Clear.

Jika merujuk  penuturan Fadlizon, seharusnya tinggal wewenang ada di  PKS. Dan bertanya kiri-kanan di PKS, untuk wagub pendamping Anies diunggulkan Syaikhu. Saya bukan orang partai, juga tak aktif di salah satu partai politik. Saya  mengatakan Syaikhu  paling pas mendampingi Anies Baswedan, bisa dikatai dapat  juga  di-bully sok tahu. Konten sosmed kita, terlebih di Twitter, akibat diisi banyak akun bodong, berhamburan bully dan maki-maki.  Hal ini menjadi bagian dari mancaragam fenomena komunikasi publik, membuat warga alot manapis kebenaran, di tengah tsunami informasi.

Sosok paling dekat di kehidupan saya, isteri tercinta, Sandra, sudah mengultimatum agar saya tak menyinggung lagi ranah politik. Bully di sosmed kejam. Ia  amat kesal jika membaca konten pem-bully menuding kami menggadang orang untuk cari makan. Karena itu, kini hampir tiap bulan ia menghadiahi saya perjalanan mara  ke mana-mana, termasuk ke daerah non mainstream ke Kaki Himalaya, Taprek.

Namun "penciuman" akan negeri  membutuhkan  figur  berketulusan, berkeinsanan,  mengembangkan dan memuliakan peradaban, maka saya tak pernah jera menulis sosok pantas dan tidak, menjadi leader.  Hakkul yakin saya, Syaikhu, padanan serasi Anies bagi Jakarta berpancasila.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun