Kini 39 penerbangan sehari dari dan ke Palembang. Jumlah pernerbangan itu mulai dirasa sesak dan kurang. Saya pernah mengalami terlambat memesan tiket, kebetulan sehari mendadak hendak pulang ke Jakarta, walaupun sudah mendaftarkan diri sebagai waiting list tetap tak bisa berangkat.
Palembang hari ini memang beda dengan Palembang kemarin. Sejak 23 Juli kemarin, Light Rail Transit (LRT) Palembang, menjadi Sepur di Pucuk - - istilah wong kito untuk LRT Â - - pertama beroperasi di Indonesia. Maka di banyak kanal dan akun sosial media warga, khususnya Instagram, di Palembang, berisi wajah warga berseri-seri numpak Sepur di Pucuk.
Pagi tadi di koran Radar Palembang di headline-nya saya membaca Berbak Sembilang resmi menjadi Cagar Biosfir Dunia. Saya belum bertemu lagi dengan Alex Noerdin untuk menanyakan komentarnya. Ia pagi tadi hadir RDP bersama Komisi X DPR RI, di Jakarta.
Petang ini saya membaca di media bicaranya to the point di DPR. "Yang  belum merasakan eforia Asian Games bukan Palembang, Sumsel," katanya pula, "Kampung di Palembang sudah lama warna-warni, kasih tahu Pak Nuruji, jadi kalau datang kami pasang spanduk." Nuruji dimaksud Alex adalah anggota komisi X DPR RI, dari Partai Gerindra daerah pemilihan Jawa Barat.
Apalagi beberapa waktu lalu, sempat di stadion Sriwijaya ratusan tempat duduknya dirusak penggemar Sriwijaya FC. Â Di pusat beritanya membuat kalangan di Inasgoc ketar-ketir. Namun dengan renyah Alex bilang, "Jam dua ini semua bangku sudah beres."
"AC sudah beres. Kamar memang tak bisa dibesarkan. Tempat refreshing ada di bawah masing-masing tower dan sudah ada plaza. Dining hall bisa untuk 2.000 orang buka 24 jam."
"Atlet di Jakabaraing tak akan stres, venue berada dalam satu kompleks, bisa ditempuh berjalan kaki dan lima puluh lima golf car tersedia."
"Soal kemungkinan kebakaran hutan diisukan, yang ada bukan kebakaran, tapi hot spot. Bukan fire spot.  Kalau fire spot langsung water bomb. Sekarang semua hot spot padam."
"Tak ada lagi yang saya laporkan. Semua sudah selesai dan Komisi X sudah berkali-kali meninjau."
Begitu antara lain kalimat Alex saya simak  dari Palembang. Saya berkali-kali menulis bahwa empat tahun terakahir bulak-balik ke Palembang, dan merasakan, menyimak langsung bagiamana sosok Alex pekerja keras. Beberapa staf yang mengikutinya heran, "Ini Pak Alex sudah semacam mesin."
"Dengan sudah seperti itu saja bekerja, terkadang target belum tunai," katanya