Mohon tunggu...
Narliswandi Piliang
Narliswandi Piliang Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Traveller, Content Director, Citizen Reporter, Bloger, Private Investigator

Business: Products; Coal Trading; Services: Money Changer, Spin Doctor, Content Director for PR, Private Investigator. Social Activities: Traveller, Bloger. email: iwan.piliang7@yahoo.com\r\nmobile +628128808108\r\nfacebook: Iwan Piliang Dua , Twitter @iwanpiliang7 Instagram @iwanpiliangofficial mobile: +628128808108

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Making Indonesia 4.0 Sukses di AlQuranWakaf

4 April 2018   22:24 Diperbarui: 4 April 2018   23:58 1596
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: AntaraNews.com

SIANG tadi Presiden Joko Widodo meluncurkan program Making Indonesian 4.0, diinisiasi oleh Kementrian Perindustrian, pimpinan Airlangga Hartarto. Saya mencoba mencari apa premis jernih gerakan ini.

Di media dijelaskan jika hal itu berkait ke percepatan pengembangan industri memasuki dunia online, cyber. Ada  lima fokus pengembangan  manufaktur; makanan, minuman, tekstil, otomotif dan kimia.  Di televisi saya lihat ada  Sukiat,  Kiat Motor, Klaten,  Jawa Tengah,  sosok fenomenon di awal pengembangan mobil Esemka. Kini Mbah Kiat, begitu saya akrab menyapanya, telah melakukan terobosan membuat mobil Ndeso, bertajuk Mahesa,  rencana jual di pasaran di kisaran Rp 70 juta per unit, dua type; bisa untuk generator listrik dan  dapat berfungsi menjadi mesin  penggiling gabah. Maka PT Astra, sudah melakukan kerjasama dengannya memproduksi massal Mahesa. Astra membenamkan dana awal Rp 300 miliar.

Mungkin terobosan itulah bisa dimasukkan ke dalam kategori Making Indonesia 4,0, bertepatan dengan tanggal  empat  bulan empat hari ini, disosialisasikan kepada publik.

Agar tak menerka-nerka  Making Indonesia 4.0 ini barang apa gerangan, maka   saya teringat kepada sosok pria diperkenalkan Adiwarsita Adinegoro kepada saya sepekan lalu. Pria bertutur datar, beraksen Bugis itu,  Milla Lapeda, namanya.

Milla berkutat di bisnis percetakan. Bidang ini tak disebut di  manufaktur prioritas Making Indonesia 4.0. Akan tetapi saya tegelitik pada tajuk 4.0.  Di dalam dunia online 4.0,  hal ini bukan saja berkait ke interaktifitas, tetapi sudah mengarah ke rasa, experiential, unik; konsumen dan produsen menjalin link,  saling berpilin berkelindan  ke dalam suatu ranah untung-untung, bertumbuh kilat, memanfaatkan pasar jaringan  online khsusnya Sosmed.

Syahdan, pada 2005, di bisnis percetakan, penjualan buku referensi  melorot hingga  90%. Perkembangan itu tak menggembirakan. "Buku-buku masakan semula laris di toko buku, lalu pada 2016, penjualannya nol," kata Milla pula, "Bumbu, tata cara masak orang tinggal search di google, bahkan ada video di youtube, putar, tinggal ikuti jadi masakan enak."

Pada 2016 buku novel pun penjualannya drop.

"Kecuali novel sekelas Da Vinci Code, masih bisa diterima pasar, yang lain, pasar hijrah ke gadget," kata Milla.

Dalam sikon demikian perusahaan percetakan banyak gulung tikar.

"Kedepan pun percetakan tiada guna lagi, dunia mengarah ke paperless."

Milla memutar otak. Pada 2009, ia kedatangan CEO  Elseveir, produsen buku-buku text book, seperti kedokteran. Mereka mencetak di BKU, perusahaan percetakan Milla, rata-rata dengan biaya cetak Rp 60 ribu perbuku, tetapi mereka menjual  hingga Rp 3,8 juta satu buku.

Milla bertanya.

"Kok bisa?"

"Kami tak pernah menjual buku berdasarkan biaya cetak."

"Tetapi melihat sang buku berkompetisi dengan siapa dan sampai di mana dibutuhkan mahasiswa."

Demikian penjelasan Elseiver.

Di Indonesia harga jual buku, paling tiga kali harga cetak dan menurut Milla, kalau berani sekali dan laris enam kali harga cetak.  Bandingkan dengan Elseveir, cetak Rp 60 ribu satu jual Rp 3,8 juta?

Fakta di atas direnungkan Milla. Ia teringat akan salah satu produk cetakannya, yakni Al Quran.  Selama ini sebagai produk  baku dengan variasi cover kurang beragam,. monoton. Terpikir oleh Milla membuat desain menarik. Lantas ketika  desain dibuat beragam, bagaimana membuat penjualan tinggi?

'Saya mulai berpikir memanfaatkan social media, online," tuturnya.

Milla mendapat ilham untuk menjual  Al Quran,  dengan pola buy one give one.

Beli satu berikan gratis satu.

Ia mulai mengamati Instagram. Ia simak akun dengan  follower jutaan. Mulai dari Rafi Ahmad dengan 7 juta follower, hingga Dian Sastro 3 jutaan follower.  Kepada para artis itu, Milla  menawarkan semacam langkah co-branding. Ia menawarkan ke artis,"Mau ngga beramal wakaf Al Quran?"

Para artis disasar Milla bertanya, caranya bagaimana?

"Kami adminkan akun @RafiAhmadWakaf  dan kami koneksikan ke @AlQuranWakaf."

"Dan kami cetakkan desain khusus Rafi Ahmad atau sesuai dengan keinginan sang artis,"  tuturnya

Tanpa membayar fee promosi, artis menjadi bagian penjulan produk Al Quran produksi Milla. Tentu harga jualnya pun lebih mahal dari harga pasaran. Harga Al Quran di pasaran Rp 99 ribu, mereka menjual Rp 249 ribu, di luar Rp 60 ribu dijual Rp 179 ribu, pasaran Rp 32 ribu mereka lego Rp 129.

Nilai tambah itu terletak dari eksklusifitas desain, khas milik artis. Dan si artis tanpa membeli Al Quran sekaligus beramal.  

Hingga kini sudah lebih tiga puluh artis melakukan @AlquranWakaf. Back office melayani pembeli hari-hari sudah sangat sibuk. Bayangkan untuk artis seperti Melly Goeslaw kini sudah mewakafkan 50 ribu Al Quran unik khas Melly. Itu artinya untuk serial Melly, sudah terjual 50 ribu eksemplar. Jika saja harga sebuah Rp 249 ribu sudah hampir penjulannya Rp 12,5 miliar.

Dan Milla rupanya kendati bukan pembuat konten, bak kebanyakan netizen atau seleb Twit, juga pemantau konten cermat. Suatu hari Angelina Jollie ke Pakistan. Ia memakai hijab. Maka kerudung dengan motif Jollie dijadikan cover Al Quran oleh Milla. Maka dari mulut ke mulut orang ramai mebicarakan Al Quran ber-cover bermotif kerudung Jollie.

Tak sampai di situ, nah ini,  masuk ke manufaktur. Selama ini bila di bagian  tepi buku di ketebalannya ada warna dan berabad-abad hanya di emas dan silver tok, atau di- edging  istilahnya, kini Milla memiliki paten sendiri. 

Ia bisa mewarnai tepi kertas buku, sewarna dengan cover. Jadi kalau cover Al Quran warnanya toska, maka tepian buku di-edging toska.

Untuk penemuan ini ia mengaku melakukan uji coba sendiri, dan pertama di dunia, colour full. "Mencari tinta pas, membuat mesin pemanas presisi, mencari dan minta dibuatkan mesin di luar negeri, sehingga proses kering benar-benar hanya sekilas di tepian buku tak melebar ke halaman isi, " kiatnya.

Maka kian uniklah @AlQuranWakaf dipasarkan Milla.

Hingga kini ia mengaku lebih dari 80% pangsa pasar Al Quran menengah atas kualitas premium dikuasainya. Dan 100% pola pemasaran melalui Instagram artis, melalui   wakaf Al Quran, hanya produk Milla tok. Artinya jika 100 ribu Al Quran saja terjual sebulan, ia sudah memiliki perputaran  Rp 25 miliar. Dan Tuhan  agaknya kian menambah terus rejeki Milla.

Kini artis negeri jiran sudah pula mulai berminat menjalankan co-branding dengan akun Sosmed-nya wakaf Al Quran.  Bahkan  beberapa negara Eropa pun kini melirik Milla, Karena sudah ratusan motif cover Al Quran lahir dari percetakannya. Pada September tahun ini ia akan meluncurkan Al Quran mahar, cover berupa kuningan berlapis emas. "Bisa untuk mahar pernikahan," kata Milla. Harganya konon Rp 12 juta satu.

Dan karena uniknya produk Milla, jaringan super market Care Four pun meminta produk Al Quran Milla dijual di sana. Kini  di bawah transmart itu, Al Quran Milla  mendapat sambutan pasar juga. "Kuncinya desain tadi. Contoh anak-anak putri bisa memilih Al Quran pink  dan atau sesuai dengan motif  rancangan artis kesukannya, tinggal pilih," kata Milla.

Berbisnis memanfaatkan logika Making Indonesia 4.0, dalam kasus Al Quran Wakaf saya berani mengatakan kalau Milla sudah lebih maju ke era 5.0. Karena ia sudah merambah jiran, Asia bahkan sebentar lagi mendunia dengan Al Quran wakaf.

Bakda magrib tadi saya katakan kepadanya, coba kita ajak Pak Jokowi, juga berwakaf Al Quran, siapa tahu melalui Tim Echo-IPCenter, kami prakarsai,  ia berkenan menggoreskan desain cover Al Quran versi Jokowi. Melalui produk itu  dapat disimak bagaimana keajaiban pola pemasaran 5.0; di mana ada experiential, beramal, buy one give one, interaktif, fun.

Milla jeli  memanfaatkan sosmed untuk survive dan berkembang, fokus satu produk Al Quran. Percetakannya terhindar gulung tikar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun