Mohon tunggu...
Narliswandi Piliang
Narliswandi Piliang Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Traveller, Content Director, Citizen Reporter, Bloger, Private Investigator

Business: Products; Coal Trading; Services: Money Changer, Spin Doctor, Content Director for PR, Private Investigator. Social Activities: Traveller, Bloger. email: iwan.piliang7@yahoo.com\r\nmobile +628128808108\r\nfacebook: Iwan Piliang Dua , Twitter @iwanpiliang7 Instagram @iwanpiliangofficial mobile: +628128808108

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Menguak "Negara" dalam Negara di Sawahlunto

1 Februari 2018   13:44 Diperbarui: 2 Februari 2018   10:36 3069
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Usai shalat Jumat di sebuah desa hijau di tepian jalan, saya melanjutkan perjalanan menuju Talawi, Tidak jauh dari pasar, memasuki ke sebuah jalan kecil, rumah gadang di mana Adinegoro lahir tinggallah tangga saja.

Di sebelahnya, rumah gadang tetangga, berkayu tua beratap rumbia ditumbuhi pakis berdaun kecil, lumut merumput. Bilah dinding bambunya mengelupas dimakan usia. Seorang nenek tua masih kerabat Adinegoro, menjelaskan keluarga mereka.

Cerita punya cerita, barulah tahu saya bahwa khusus di kota Sawahlunto, sejak zaman Belanda hingga saya mengetikkan tulisan ini, seluruh warga Kota Sawahlunto tak memiliki sertifikat tanah.

Walah.

Kok bisa?

Adalah eks PT TBO, tambang batubara, sejak dulu bak tuan tanah memungut sewa tanah ke warga. Tarifnya paling murah Rp 200 per meter setiap tahun. Setidaknya ada 1.852 petak tanah di 4 kecamatan, dan keluasannya terus bertambah. Kini TBO itu memiliki pula semacam badan pertanahan, lantas BPN posisinya di mana?

Saya ingin cepat berada di kota Sawahlunto. Lokasinya bagaikan cekukan wajan. Orang Minang bilang Sawahlunto di dalam kuali. Jalan berbelok berliku di rimbunan popohan besar hijau mengeliling. Gereja tua dan sebatang pohon besar masih kokoh tampak berdiri. Saya teringat akan kawasan pertambangan era wild wild west di film barat. Cerobong tinggi bekas tambang kini menjadi menara masjid.

Agak ajaib perjalanan ke kediaman Adinegoro ini telah membuat saya mengetahui bahwa malang benar nasib warga Sawahlunto. Mereka tak punya sertifikat tanah sama sekali, selama ini warga membayar sewa tanah bukan kepada negara tetapi kepada perusahaan tambang di mana ijin usaha penambangannya sudah berakhir dan PT TBO sudah pula dilebur ke PT Bukit Asam. 

Menurut Walikota Sawahlunto, Ali Yusuf, ada sekitar 393 hektar tanah sudah diberikan PT BA ke Pemda, akan tetapi kini saya simak di lokasi, sudah ada bangunan pengadilan negeri, bangunan Lapas Narkoba, ada fasilitas road race, pacuan kuda hingga kebun binatang, keseluruhan lahan belum memiliki Hak Penguasaan Lahan (HPL). Menjadi tanya di benak saya kok bisa izin mendirikan bangunan tersedia?

Itu kondisi Pemda. Warga? Tentu ribuan petak lahan warga belum bersertifikat, mereka hanya penyewa ke PT BA sejak jaman bahela. Di dalam hati saya, kok semacam negara dalam negara. Kemana selama ini jurnalis, kok tidak pernah mengungkap perihal ini. 

Saya mencoba mengontak PT Bukit Asam (BA), karena PT Tambang Batubara Ombilin (TBO) sudah dilebur ke BA. Akan tetapi belum seorang pun mau memberi jawaban. Ke mana uang rakyat penyewa itu dialokasikan di pembukuan mereka, di tengah izin penambangan mereka sudah lama berakhir?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun