Mohon tunggu...
Narliswandi Piliang
Narliswandi Piliang Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Traveller, Content Director, Citizen Reporter, Bloger, Private Investigator

Business: Products; Coal Trading; Services: Money Changer, Spin Doctor, Content Director for PR, Private Investigator. Social Activities: Traveller, Bloger. email: iwan.piliang7@yahoo.com\r\nmobile +628128808108\r\nfacebook: Iwan Piliang Dua , Twitter @iwanpiliang7 Instagram @iwanpiliangofficial mobile: +628128808108

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Menguak "Negara" dalam Negara di Sawahlunto

1 Februari 2018   13:44 Diperbarui: 2 Februari 2018   10:36 3069
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

BILA Anda search di google saya pernah menulis tulisan berjudul, Kufur Nikmat Berbuah Pelancong Kalong. Dua alinea awalnya seperti ini: PUKUL 04.00 di Hotel Pusako, Bukittinggi, 16 September 2008. Dua puluhan orang turis asal Belanda di restoran hotel tampak seakan makan sahur. Kala itu Ramadan. Tamu Melayu saya seorang.

Pemandangan sama, terulang lagi pada 23 September 2008. Di benak saya membuncah tanya, apa semua Bule itu berpuasa? Saya amati di pukul 04.00 itu, kian banyak saja mereka sahur. Mereka berombongan dua bus berasal dari Belanda.

Menyingkat keingin tahuan, di tulisan ini saya menjawab pertanyaan tadi: ternyata rombongan turis kalong itu berjalan darat dari Medan ke Bukitinggi. Mereka landing dan take off dari Medan. Mereka rehat tidur 4 jam-an, lalu jelang subuh bergerak lagi. Mereka ingin menikmati matahari terbit di Embun Pagi, Maninjau. Sumatera Barat.

Alam hijau di gugusan Bukit Barisan, air bening mengalir indah di sungai. Air panas, air terjun, bukit mengeliling, berbagai ragam makanan bahkan rendang yang mendunia disajikan sebagai pilihan makanan terenak, panorama tak perlu ditanya, tingkat hunian hotel hitungan jam sahaja?

Perihal itu tentu antara bumi dan langit membandingkannya dengan Turki. Tahun lalu turis ke Turki mencapai 45 juta datang sementara penduduk Turki 70 juta orang. Tingkat hunian hotel rata-rata di atas lima hari. Bila saja turis membelanjakan sekitar US $ 1.000, sudah berapa devisa datang ke Turki. Pariwisata membuat ekonomi Turki di bawah kepemimpinan Erdogan, booming.

Pekan lalu saya dua hari ke Ranah Minang, tanah kelahiran saya. Dugaan saya tingkat hunian hotel di Bukittinggi belum signifikan naik. Dulu pernah saya menyarankan kalangan perhotelan tak harus belajar jauh ke Turki tetapi cukup ke Bali.

Di Bali, nuansa budaya Bali sudah bisa dikemas sejak di lobby hotel, di mana Gamelan Rindik dimainkan menggili-gili kuping tamu... nang-neng-nong. Restoran memberikan aneka pilihan menu, sajian pentas Kecak, berikut paket makan malam, mancaragam hidangan. Hingga hari ini tiada jua paket wisata misalnya mengemas Randai dengan paket makan malam di Sumbar. Apalah pula experiential tourism seperti wisata membuat rendang atau menanam padi Bareh Solok, makan Bajamba di tengah sawah, tiada jua. Turis hampa acara.

Turis membunuh waktu di malam hari berbekal ngopi dan minum-minum, sungguh terasa kering. Alam kaya, tidak diimbangi kegiatan dan pelayanan berbagai event memberi pilihan warna. Dan ternyata tidak hanya itu masalahnya. Di Sawahlunto, salah satu contohnya.

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi
JUMAT, 26 Januari, 2018, pekan lalu. Saya dari bandara Intersional Minangkabau menuju Sawahlunto, tujuan kami Talawi kampung kelahiran Djamaloedin Adinegoro, sosok penulis buku Melawat ke Barat, 1926. Melalui karya jurnalistik itu, nama Adinegoro diabadikan sebagai anugerah karya jurnalistik terbaik tiap tahun, bagaikan Pulitzer di dunia internasional.

Lewat jalan Batusangkar menuju Sawahlunto supir menemani mengatakan, "Ini Pak Desa terindah di dunia, heboh dibicarakan di online."

Ruang terbuka, langit biru. Hamparan padi terasiring. Pohon-pohon lebat di pebukitan. Lembah dengan penampakan kilatan air danau di kejauhan. Satu dua rumah gadang bertanduk-tanduk. Persoalan, menggapai daerah ini perlu perjalanan lebih tiga jam, di hari libur jalanan terkadang macet. Jalan belum dua jalur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun