Mohon tunggu...
Narliswandi Piliang
Narliswandi Piliang Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Traveller, Content Director, Citizen Reporter, Bloger, Private Investigator

Business: Products; Coal Trading; Services: Money Changer, Spin Doctor, Content Director for PR, Private Investigator. Social Activities: Traveller, Bloger. email: iwan.piliang7@yahoo.com\r\nmobile +628128808108\r\nfacebook: Iwan Piliang Dua , Twitter @iwanpiliang7 Instagram @iwanpiliangofficial mobile: +628128808108

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Munaslub Golkar Selesai Sebelum Mulai

19 Desember 2017   11:03 Diperbarui: 19 Desember 2017   18:43 937
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jakarta di Selasa pagi ini mendung. Cuaca cenderung gelap, tidak biasanya. Pohon Terminalia di tengah halaman depan, berdaun seukuran jempol, kehijauannya disaput angin  bergerak bak gemericik air menari-nari.   Di bilangan pemukiman kami, baru saja lewat tukang sayur mendorong gerobak bermantel plastik tipis. Ia bersandal jepit berbulir air menciprat  ke belakang langkah. Saya mengamati momen itu dalam setitik  Ibu Kota di hujan rintik. "Sayur, sayur ...," suara di lingkungan kami di bilangan pusat Jakarta.

Berbeda agaknya suasana di Munaslub Partai Golkar, dilangsungkan di JCC, Senayan, Jakarta, sudah dibuka oleh Presiden Jokowi. Tadi malam itu saya simak suasana gerrr. Presiden Jokowi membuka Munaslub dengan canda. 

"Di Golkar ada grup besar-besar..."

"Bersaing kekuatan besar PDIP ... Golkar...."

"Kalau PDIP di sini ada  Ibu Ketua Umum ...  yang bisa menjelaskan, bila tak ada Ibu Ketua umum saya yang jawab ...," Jokowi tertawa.

Suasana kian gerrr.

Tak demikian dengan mereka peserta Munaslub Partai Golkar. Mereka di DPD II khususnya, beberapa saya amati bertanya-tanya akan kiprah partainya setelah Setya Novanto, ditetapkan sebagai terdakwa di kasus korupsi e-KTP. Ia diberhentikan sebagai  Ketua Umum Partai Golkar. Lantas dilangsungkan Rapat Pleno, menetapkan Airlangga Hartarto ketua umum. Dalam rapat pleno itu disampaikan pula perihal pengangkatan Airlangga dilakukan dalam Munaslub. 

Sudah rahasia umum, bila penetapan Airlangga itu sebuah skenario kudu. Mesti. Artinya wajib  ia ketua umum. Sehingga ketika sosok Titiek Soeharto menyatakan keinginan menjadi Caketum Golkar di Munaslub seakan gayung tidak  bersambut. Perihal itu mulai tercermin ketika  Titiek mengumpulkan sesepuh Golkar di Cendana 8-9 pekan lalu. Di sana terdapat silang pendapat mereka. Ada sosok  mendukung dan ada ragu. Akbar Tanjung sendiri menjadi juru bicara ke pers  di pertemuan Cendana itu mendukung Titiek maju, tapi tadi malam malahan mengatakan, "Airlangga sebagai Ketua Umum harus hingga 2022."

Begitulah politik.

Saya sebagai pribadi mendukung Titiek Soeharto maju meraih ketua umum Golkar. Posisi saya pernah menjadi anggota HIPMI, dilantik 1991, seangkatan dengan Bambang Soesatyo, kini nominasi Ketua DPR, juga menjadi pengurus di Kadin Indonesia. Di kedua organisasi itu kami berafiliasi ke   Golkar. Saya tak berjibaku di partai, namun peduli  kepada tumbuhnya demokrasi Pancasila riil menempatkan keinsanan di atas kebendaan.

Dalam kerangka keinsananan itulah saya mendukung Titiek. 

Saya verifikasi sepak terjangnya menjadi anggota DPR. Saya simak karir profesionalnya. Maka bukan berlebihan bila saya katakan ia profesional dan mengedepankan hati nurani suci. Maka setidaknya ada lebih dari satu tulisan saya tentang  dirinya dan Golkar.  Dalam kerangka ini sebagaimana dunia online di republik ini, tepatnya khasanah Sosmed, kerendahan hati verifikasi minim di saat minat membaca buku di urutan ke-60 di antara 61 negara diriset, adab menjadi raib, diskusi basi apatah pula dialektika. 

Kendati saya tak mengaktifkan seluruh akun Sosmed saya lagi, artikel panjang di Kompasiana ini pun  disasar untuk dimaki-maki. 

Itulah kita kini.

Media mainstream, di mana sudah lama saya katakan jurnlisme kita mati.  Alm Budiman S Hartoyo, redaktur Senior Tempo, "Jurnalisme kita kini jurnalisme ludah." Maka wartawan cenderung mengarahkan setiap berita tergantung order.  

Acap kali saya simak Titiek Soehartio mengatakan ingin maju Caketum Golkar di Munaslub ini, maka media memelintir berita: Titiek Soeharto mendukung Airlangga, karena semua sudah aklamasi ... bla-bla.

Bukan saja media. 

Beragam tokoh seakan mempersekusi Titiek. Seorang menteri dianggap dekat dengan presiden mengatakan tak usah maju, presiden lebih memilih Airlangga.  

Saya tak tahu akan  skenario apa dimainkan, apakah  benar presiden ok atau tidak , saya sendiri belum mengkonfirmasi. Akan tetapi opini media, opini tokoh, suara DPD I,  dan kehadiran Presiden Jokowi tadi malam diartikan Ketua Umum ya mesti Airlangga.

Warga telah dipertontonkan  sebuah langgam politik  "mulia" katanya selama reformasi ini.

Dalam "kemuliian" itu kita diperlihatkan pembatalan surat penunjukan  Ridwan Kamil Cagub Jabar oleh seorang Ketua Umum hasil Rapat Pleno. 

Dan kini belum pula Munaslub berakhir, seorang Akbar Tanjung sudah bilang jabatan Airlangga hingga 2022.

Saya simak dari jauh Titiek Soeharto tetap senyum-senyum dengan muka bersih.

Dalam sikon demikian  mengalir meme-meme jenaka di Sosmed ngeledekGolkar, bahkan  lahir hastag #GolkarPakuPohon. Ada bendera kecil di bilangan Senayan dipaku  ke pohon-pohon. Laku memaku pohon itu saya yakini tak mungkin tega dilakukan  oleh seorang Titiek Soeharto bila ia Ketua Umum. 

Namun  apa lacur, taglinedisosialisasikan Titiek ihwal Golkar kembali ke akar diplesetkan  sebagai kembali ke dinasti, lebih sadis lagi dituding kembali ke rejim korupsi, tanpa yang omong mau berkaca. 

Maka kini berpulanglah keharibaan warga menilainya. Data Evello, mengatakan hampir seluruh wilayah, kecuali Papua Barat mendukung Titiek Soeharto Ketum Golkar, bahkan beragam polling  netizen mengakui Titiek tertinggi diminati warga memimpin Golkar. 

Pemilik suara tentu DPD I, DPD II. Akan tetapi jika  acuan lubuk hati, timbul pertanyaan benarkah keberadaan mereka di Munaslub ini  kini para voter?

Hingga di sini saya ingin bilang ke Anda, walaupun kita bukan berada di negara diktator, sejatinya kita disandera proklamator. 

Siapakah proklamator di kekinian reformasi? 

Mereka  adalah pemegang dana tambun, karena  kekuasaan  = dengan fulus mulus. 

Maka siapa punya proklamator, maka merdekalah dia menjalankan segalanya, termasuk mematuk jabatan hingga tenggang tahun jabatannya. 

Nah Anda, saya, dan warga umumnya, mungkin malah kini belum merdeka, karena tak memiliki proklamator di era kekinian. Sehingga Anda dan saya hanya bermimpi saja ada demokrasi Pancasila mulia itu. Tak apalah, selagi bermimpi di kepemimpinan saat ini,  belum kena pajak.

Sebagaimana ranah online memberikan rasa merdeka, mari kita proklamirkan Pemilu Online. 

Kami akan membuat Partai Natizen, bisa jadi Capres kami Titiek Soeharto,  apa partai online kalian?  Siapa Capres Anda? Ayuk Netizen kita berpemilu online. Toh Munaslub Golkar sudah selesai sebelum mulai.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun