Mohon tunggu...
Iwan Nugroho
Iwan Nugroho Mohon Tunggu... Dosen - Ingin berbagi manfaat

Memulai dari hal kecil atau ringan, mengajar di Universitas Widyagama Malang. http://widyagama.ac.id/iwan-nugroho/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kerja Bakti, Gotong Royong dan Pancasila

29 Juli 2018   16:06 Diperbarui: 29 Juli 2018   20:14 8473
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kerja bakti (koleksi pribadi)

Kerja bakti di sebagian masyarakat mungkin jarang terdengar. Ini terutama terjadi di lingkungan kota, yang orang-orangnya sangat sibuk, atau kondisi sosialnya kurang akrab.  Ini sangat dimaklumi. Tujuan kerja bakti membenahi lingkungan diserahkan kepada para pekerja atau tukang. Masyarakat hanya mengumpulkan iuran, mempercayakan kepada pengurus RT, dan diteruskan kepada tugas tukang.

Kerja bakti di lingkungan perumahan kami, adalah hal yang biasa.  Pengurus RT atau atas usul warga menyelenggarakan kerja bakti di hari minggu pagi. Kerja yang dilakukan adalah membersihkan lingkungan, antara lain membersihkan taman, memperbaiki pos kamling, memotong pohon, mengganti lampu jalan, membersihkan jalan atau selokan, atau pembenahan sarana sosial lainnya.   

Sering kerja bakti dilakukan karena mempersiapkan hari-hari tertentu, misalnya menjelang 17an (hari kemerdekaan), menjelang puasa, atau terkait kegiatan kegiatan bersih dea dari desa.

Kerja bakti memiliki banyak manfaat. Yang paling nyata, kami bisa saling silaturahim diantara tetangga. Silaturahim dalam kerja bakti, benar-benar nyata. Warga melepas atribut dari kedudukan atau posisinya di kantor atau jabatan lainnya. Tidak masalah ada warga yang berhalangan, karena ada kesibukan masing-masing. Juga tidak terpikir kami dari suku, agama atau golongan mana.  Warga yang penting hadir, ngumpul, cerita sambil tertawa dan bekerja. 

Kerja bakti (koleksi pribadi)
Kerja bakti (koleksi pribadi)
Kami hadir dengan tampilan relatif sama dan setara, memakai kaos sederhana, sandal jepit, celana butut, atau topi ala kadarnya.  Ikut bergabung juga anak-anak, yang sekedar melihat atau bermain, menemani orang tua. Ada membawa sapu, parang, arit atau perlengkapan pertukangan lain.  Kami berinisiatif membawa perlengkapan atau bahan dari rumah.  Bila tidak tersedia, pengurus RT membelikan alat atau bahan yang dibutuhkan. 

Kerja bakti (koleksi pribadi)
Kerja bakti (koleksi pribadi)
Disadari benar bahwa kami benar-benar tidak trampil bekerja.  Karena itu, pekerjaan yang dilakukan hanya yang ringan-ringan; dengan durasi hanya dua atau tiga jam; dari pagi jam 8.00 hingga 10.30.  Pekerjaan yang berat dan serius kami sepakati untuk dikerjakan oleh tukang.

Karena itu, yang penting dalam kerja bakti adalah silaturahim.  Saya melihat kerja bakti adalah forum warga yang lengkap dengan beragam latar belakang.  Rasanya tidak ada forum yang terdiri individu yang plural seperti kerja bakti.  Saya seperti merasa wajib hadir untuk kerja bakti, meski tidak trampil dalam hal kerja.  Yang penting ngumpul, dan bisa bertemu tetangga dan warga.  Kerja bakti adalah forum unik.  

Kerja bakti benar-benar bernilai sosial.  Hadir di kerja bakti adalah bagian dari kewajiban sosial kemasyarakatan.  Nilai sosialnya adalah pada kesediaan warga untuk memberi atau menyumbang tenaga, pikiran, atau bantuan lainnya.  

Tidak mengejutkan, konsumsi di tempat kerja bakti mengalir melimpah, berupa makan, minum, kue dan panganan lain.  Sering juga seorang warga mengundang bakul soto keliling untuk konsumsi sarapan peserta kerja bakti.  Pada kerja bakti hari ini (29/7), seorang warga (pak Darjito) yang sedang menunaikan ibadah haji, sempat menghubungi bakul soto untuk mentraktir kami yang sedang kerja bakti.  Suatu bentuk keikhlasan yang nyata, yang membuat terharu.  Nilai sosial yang juga memberi dampak kepada ekonomi, keberkahan dan kebersamaan.

OoooooooO

Kerja bakti adalah asli atau khas Indonesia.  Kerja bakti telah menjadi budaya di berbagai kehidupan masyarakat di berbagai daerah termasuk kota.  Almarhum bapak saya, dulu juga terbiasa kerja bakti karena kebetulan menjadi pengurus RT. Saya juga terbiasa ikut kerja bakti di masa muda.  

Saya yakin pembaca yang lahir tahun 60-an atau sebelumnya mengalami dan menjalankan kebiasaan kerja bakti.  Ini adalah bentuk kegotongroyongan, istilah bentuk kerjasama bernilai sosial.  Ini adalah nilai-nilai atau norma dasar Pancasila.  Para pendiri bangsa mempromosikan istilah gotong royong dalam banyak konsep kebijakan ekonomi.  Ini dalam rangka membumikan Pancasila, mengimplementasikan kebijakan ekonomi berasaskan Pancasila.

Saya tiba-tiba berpikir, bisakah kerja bakti itu mengukur implementasi nilai-nilai Pancasila.  Kalau benar bisa, berarti tidak ada salahnya kegiatan kerja bakti dijalankan kembali.  Ini hanya pertanyaan atau renungan sekilas saja.  Merenung ... seolah marwah Pancasila luntur oleh fenomena perseteruan antar politisi.  Padahal mereka juga generasi yang kenal kerja bakti! 

Jelasnya, Pancasila saat ini sudah mampu diimplementasikan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.  Mekanisme kehidupan, melalui peraturan perundangan dan ketentuannya hingga di tingkat daerah adalah implementasi nyata Pancasila.  Berbagai perubahan dan kemajuan modern, telah mampu diadaptasi dan diakomodasi dalam kehidupan nyata, menggerakkan aktivitas ekonomi dan menghasilkan manfaat kesejahteraan.  Makna atau nilai gotong royong Pancasila saat ini diterapkan dalam wujud kolaborasi, andil, subsidi, kemitraan, CSR, networking, koalisi atau kerjasama lainnya dalam berbagai lapangan kehidupan sosial, ekonomi atau lingkungan.

Yang masih menjadi pertanyaan saya.  Bagaimana kerja bakti di lingkungan para pembaca, apakah berjalan baik atau mulai luntur?  Setujukan bahwa kerja bakti mencerminkan nilai-nilai kehidupan Pancasila?

Malang, 29 Juli 2018

Buku yang sudah diterbitkan:

  • Iwan Nugroho. 2011. Ekowisata dan Pembangunan Berkelanjutan. Pustaka Pelajar, Yogyakarta. 362p. ISBN 978-602-9033-31-1
  • Iwan Nugroho dan Rokhmin Dahuri. 2012. Pembangunan Wilayah: Perspektif ekonomi, sosial dan lingkungan. Cetakan Ulang. Cetakan 1 tahun 2004. Diterbitkan kembali oleh LP3ES, Jakarta. ISBN 979-3330-90-2 
  • Iwan Nugroho.  2013.  Budaya Akademik Dosen Profesional.  Era Adicitra Intermedia, Solo.  169p.  ISBN 978-979-8340-26-0
  • Iwan Nugroho dan Purnawan D Negara. 2015. Pengembangan Desa Melalui Ekowisata, diterbitkan oleh Era Adicitra Intermedia, Solo. 281 halaman. ISBN 978-602-1680-13-1 
  • Iwan Nugroho. 2016. Kepemimpinan: Perpaduan Iman, Ilmu dan Akhlak. Pustaka Pelajar, Yogyakarta. 362p. ISBN 9786022296386
  • Iwan Nugroho.  2018.  Menulis:  Membangun kekuatan dan motivasi kehidupan,   Pustaka Pelajar, Yogyakarta.  155p.  ISBN 9786022299271.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun