Mohon tunggu...
Iwan Nugroho
Iwan Nugroho Mohon Tunggu... Dosen - Ingin berbagi manfaat

Memulai dari hal kecil atau ringan, mengajar di Universitas Widyagama Malang. http://widyagama.ac.id/iwan-nugroho/

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Nikmatnya Gowes dan Agrowisata di Bali

4 April 2017   07:33 Diperbarui: 5 April 2017   01:30 1068
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wisata. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Bali memang menarik, baik lingkungan alam, budaya maupun keramahan masyarakatnya.  Ini yang medorong wisata Bali makin maju dan berkembang.

Berbagai faktor mendukung pariwisata di Bali.  Ini dapat dilihat ketika menikmati paket wisata gowes.  Apa yang saya lihat, saya rasakan, saya lakukan memberi pengalaman yang berharga dalam pengembangan wisata.  Ini bisa menjadi teladan bagi wilayah lain untuk mengembangkan wisata.

Kami melakukan wisata gowes, dari posisi start di desa Sebatu, Tegalalang dan finis di Ubud, sejauh sekitar 12 km.  Kami sudah di posisi start sekitar jam 6.30 pagi, dengan perlengkapan sepeda dan helm keselamatan.  Kami dibrifing penggunaan sepeda dan keselamatan berlalu lintas, sebelum berangkat.

Perjalanan dimulai dari jalanan kecamatan yang beraspal halus.  Lalu lintas masih sepi, dengan udara pagi sejuk membuat nyaman.  Tidak lama, rute masuk ke lingkungan desa, tepatnya di persawahan.  Ini tepatnya adalah pematang sawah yang dibuat permanen, selebar 1.5 hingga 2 m.  Meski sempit, jalan masih cukup untuk dilewati sepeda dari dua arah.  Warga setempat sangat ramah, dan memberi kesempatan kami menikmati suasana desa. 

Pemandangan sawah dan dengan budidaya teras sangat menakjubkan. Wilayah kecamatan Tegalalang dikenal memiliki budidaya teras (Tegalalang rice terrace) dan menjadi daya tarik wisata. Budidaya padi sawah berteras, memenuhi kaidah konservasi tanah dan air.  Ketinggian posisi Tegalalang sekitar 450 m di atas muka laut dengan latar belakang gunung Batur. Hamparan padi yang menghijau dan subur, matahari pagi yang cerah, disertai gemericik air menciptakan nuansa yang nyaman dan indah.  Kami pun turun dari sepeda, menikmati alam dan pemandangan sekitar.  Sungguh luar biasa, ini membuat pikiran segar dan nyaman.  Kami abadikan momen ini dengan berfoto.

Jalanan memang tidak mendatar, di beberapa tempat ada yang menurun terjal.  Kami harus berhenti, dan menuntun sepeda. Sambil menunggu antrian kami nikmati pemandangan sawah sekitar.  Nampak sekali bukan hanya budidaya padi yang intensif, namun petani juga memperhatikan estetika.  Sawah sangat terawat, bersih dari gulma, tertata rapi dan detil; bagaikan budidaya di rumah kaca seperti di lab-lab kampus.

Jalanan kemudian berganti ke aspal halus.  Meski berukuran sempit, namun bisa dlewati mobil dua arah.  Nampaknya pemda sangat memperhatikan infrastruktur jalan ini, guna mendukung kehidupan ekonomi masyarakat serta mendukung pariwisata.  Jalan juga nampak bersih.

Belum setengah perjalanan, kami berhenti di suatu resor ekowisata/agrowisata.  Resor berada di lereng sungai, dengan panorama yang indah dipenuhi tanaman kebun campuran.  Ini lebih tepatnya resor agrowisata kopi.  Disini, disajikan proses penggorengan kopi secara tradisionil, menggunakan periuk kuali.  Kami diberikan minuman kopi gratis dengan berbagai cita rasa, jahe, coklat, mocca, durian, ginseng, termasuk kopi luwak. Kopi disajikan dalam gelas kecil ukuran untuk tester. Ada teman yang membeli kopi luwak satu cangkir seharga lima puluh ribu rupiah. Di resor juga ada toko yang menyediakan kopi untuk oleh-oleh dengan penyajian dan kemasan menarik.

Kami melanjutkan gowes ke arah Ubud.  Sepanjang perjalanan dan lalulintas bertambah padat seiring naiknya matahari.  Pemandangan sekitar pun berganti dari lahan pertanian, menjadi pemukiman yang mulai padat.  Namun suasananya tetap sama, yakni nyaman. Ada kesan pengguna lalulintas sangat mengutamakan wisatawan, dengan memberi jalan, menunggu dan mendahulukan kami.  Perjalanan pun berakhir di Ubud. 

Kami semua pun merasa puas dan gembira dengan wisata gowes ini.  Tidak sedikitpun kami menunjukkan rasa letih.  Kami yang berusia di atas limapuluh tahun merasakan kenyamanan dengan gowes ini.  Selain karena hati kami gembira, disebabkan medan jalan kebanyakan menurun.  Ketinggian Ubud sekitar 200 m, lebih rendah 250 m dibanding Tegalalang.

Manurung (2002) menyatakan bahwa produk atau jasa wisata terbagi enam jenis, yakni (i)  pemandangan dan atraksi lingkungan dan budaya, (ii)  manfaat lansekap, (iii)  akomodasi dan fasilitas layanan pendukung, (iv)  peralatan dan perlengkapan, (v) pendidikan dan ketrampilan, dan (vi) penghargaan konservasi, sertifikasi atau prestasi layanan. 

Tidak semua tujuan wisata memiliki enam jenis produk tersebut.  Ada yang hanya memiliki pemandangan alam saja, sehingga wisatawan hanya melihat-lihat saja.  Wisatawan datang dan segera pulang, dengan interaksi minimum dengan tujuan wisata.  Semakin lengkap produk atau jasa tersebut di suatu wilayah, maka makin tinggi kemampuan dan kualitas layanan wisata, diikuti peningkatan aspek konservasi, manfaat ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. 

Kegiatan gowes yang kami lakukan memenuhi hingga enam jenis sebagaimana disebutkan di atas.  Pemandangan alam dan manfaat lansekap dinikmati selama perjalanan gowes.  Kami peroleh layanan akomodasi dari agrowisata kopi dan perlengkapan gowes.  Pendidikan dan ketrampilan dapat dilihat dari pengolahan kopi, serta prosedur gowes dan panduan berlalulintas.  Sementara produk terakhir tercermin dari manajemen agrowisata dan cycling tour operator.

Tidak kalah pentingnya, peran pemerintah dalam menyediakan infrastruktur jalan yang nyaman, hingga jalan ke pelosok desa.  Masyarakat dan nilai-nilai budayanya yang mampu menunjukkan keramahan, tertib berlalulintas, budidaya padi konservasi dan estetik, dan kebersihan lingkungan desa.

Malang, 4 April 2017 

Penulis menulis buku: 

  1. Iwan Nugroho. 2011. Ekowisata dan Pembangunan Berkelanjutan. Pustaka Pelajar, Yogyakarta. 362p. ISBN 978-602-9033-31-1 
  2. Iwan Nugroho dan Rokhmin Dahuri. 2012. Pembangunan Wilayah: Perspektif ekonomi, sosial dan lingkungan. Cetakan Ulang. Diterbitkan kembali oleh LP3ES, Jakarta. ISBN 979-3330-90-2 
  3. Iwan Nugroho dan Purnawan D Negara. 2015. Pengembangan Desa Melalui Ekowisata, diterbitkan oleh Era Adicitra Intermedia, Solo. 281 halaman. ISBN 978-602-1680-13-1 
  4. Iwan Nugroho. 2016. Kepemimpinan: Perpaduan Iman, Ilmu dan Akhlak. Pustaka Pelajar, Yogyakarta. 362p. ISBN 9786022296386

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun