Menyaksikan tarian Bali sudah sering saya saksikan. Â Dahulu, zaman SD hingga SMA sajian tari Bali sering ditampilkan di acara sekolah atau di kampung saat peringatan hari besar nasional. Â Tari Bali selalu memberi kesan penuh gerak dan berenergi, irama yang menghentak, serta vokal yang serak dan berat.
Minggu yang lalu (18 Maret 2017) kembali saya bisa menyaksikan kembali tarian Bali. Â Ini menjadi sangat berkesan, karena bertempat di Bali dan dalam momentum yang spesial,..he..he mirip nasi goreng yang spesial.Â
Momentumnya adalah dalam kegiatan reuni teman kuliah tiga puluh empat tahun yang lalu. Â Acara berlangsung di Penebel, Tabanan. Â Saat kami hadir di lokasi sekitar senja hari, kami terkejut dengan sambutan tenda layaknya acara resepsi perkawinan. Acara kemudian dirangkai formal, termasuk sambutan atau panduan untuk menghormati tamu alumni.Â
Di lapangan, sudah nampak kegiatan peribadatan, stage, dengan peralatan seperangkat gamelan, lighting, sound dan kamera video. Â Lapangan seluas sekitar 0.5 ha ini nampaknya sudah rutin digunakan untuk acara tarian, peribadatan atau jenis kegiatan massal.
Kisah Calon Arang sudah banyak diketahui melalui pelajaran sejarah. Â Calon Arang hidup dalam zaman kekuasaan raja Airlangga, sekitar abad 11. Â Calon Arang adalah janda sakti asal Desa Girah atau Gurah, sekarang di wilayah kabupaten Kediri. Janda itu memiliki anak perempuan bernama Ratna Manggali. Â Tidak ada pemuda yang berani melamar karena kesaktian Calonarang yang juga dikenal kejam. Â Calon Arang kemudian marah dan menenung rakyat sebagai hukuman.
Tokoh dalam tarian memerankan simbol-simbol kejahatan, angkara murka dan kesombongan. Â Sisi jahat yang semena-mena, merajalela dalam kehidupan manusia, mengancam dan membunuh orang-orang yang lemah. Â Sisi jahat itu selalu ada di pihak yang kuat dan berkuasa, yang dengan kekuasaannya itu semakin meningkatkan kesombongannya. Â Ia menantang semua makhluk di jagat raya untuk melawan dirinya.
Ini yang membuat penonton jadi miris, tidak tahan. Â Adegan tusuk keris ini sangat berbahaya, penuh magis dan mistis. Â Para pemeran tarian telah dikondisikan secara mistis. Bila tidak disiapkan dengan baik, acara sejenis ini bisa memakan korban dan meninggal dunia.
Kami para tamu diminta membuktikan mayat-mayat itu, termasuk foto bersama. Â Tubuh mayat itu memang dingin dan kaku. Â Beberapa orang harus mengusir semut yang mulai mendekat karena bau mayat-mayat itu. Â Begitu mayat itu hidup kembali, mereka kemudian menerima siraman air suci dari tokoh adat setempat. Â Acara berakhir sekitar jam 23.00.
Sajian tarian sakral Calon Arang, adalah bagian kegiatan sosial budaya Yayasan Mandala Suci, pimpinan Jro Bawati Prabu Mandala. Â Ia tidak lain adalah teman kami kuliah dulu, yakni I Nengah Atmaja. Â Gelar insinyur pertanian ia persembahkan untuk mengabdi ke masyarakat. Â Ia menjadi orang yang dituakan oleh masyarakat. Â Yayasan juga memberikan pelayanan pengobatan dan pencerahan kepada masyarakat.
Malang, 25 Maret 2017
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H