Leicester memang fenomenal. Â Musim lalu berhasil menjuarai liga Inggris. Â Claudio Ranieri disanjung sebagai pelatih manajer yang sukses menukangi klub yang berhomebase di stadion King Power. Â Ia dinobatkan sebagai pelatih terbaik dunia FIFA 2016.
Tapi musim ini (2016/2017) Ranieri gagal total. Hingga pekan ini, Leicester hanya satu strip di atas zona degradasi liga Inggris, dengan nilai 21 atau dua angka di atas Sunderland pada posisi terbawah. Â Ujung-ujungnya Ranieri akhirnya dipecat oleh manajemen Leicester.Â

Liga Inggris memang kejam. Â Fenomena pelatih gagal dan dipecat tidak kali ini saja. Â Mourinho dan Ancelloti pernah gagal dengan Chelsea. David Moyes dan van Gaal juga dipecat MU. Â Mancini juga dipecat oleh Manchester City.
Kegagalan pelatih atau budaya gagal dalam liga Inggris, adalah hal biasa. Â Pelatih yang menangani klub besar sudah tahu resiko itu. Â Pelatih yang gagal itu kemudian tidak segera hilang dalam kompetisi, kecuali pensiun. Â Mereka masih laku dan diminati oleh klub lain, atau di liga negara lain. Â Kini mereka kembali melatih, misalnya Mourinho di MU, Moyes di Sunderland, dan Mancini di Inter.
Mengapa kegagalan disebut hal biasa. Â Para pelatih itu memang profesional. Â Tidak hanya itu, manajemen liga dan klub juga profesional. Â Telah terbentuk budaya atau sistem persepakbolaan yang profesional. Â Mereka menjunjung tinggi sistem nilai dan sportivitas. Â Sepanjang mereka bekerja dalam kerangka etika dan moral, mereka akan dihargai.
Dinamika liga Inggris atau olahraga umumnya; sebenarnya dapat terjadi dalam kehidupan yang lain. Â Orang yang berada dalam manajemen atau menjalankan kepemimpinan, setiap saat harus siap untuk berhenti, atau diberhentikan; dengan berbagai sebab atau karena ketentuan. Â Bahkan orang awam, bisa saja kehilangan posisi atau berubah profesinya. Â Tidak ada yang kekal dalam kehidupan.Â
Karena itu, menghadapi kegagalan .. ya biasa saja. Â Bahkan kita diminta bersahabat dengan kegagalan, atau berdamai dengan kegagalan. Â Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar dapat mengelola kegagalan itu (1).
Jangan baper (bawa perasaan). Â Seseorang yang gagal tidak berarti dirinya tidak mampu atau habis sama sekali. Â Perasaan kecewa harus dibuang jauh. Â Orang bisa gagal karena memang kurang kompeten, belum beruntung, atau belum waktunya. Â Karena itu, tidak perlu menyalahkan diri sendiri. Â Terus bersemangat, belajar dan terus berjuang.
Abraham Lincoln menjadi presiden saat berusia 52 tahun. Â Ia pernah mengalami rangkaian kegagalan, yakni rugi bisnis pada usia 21; gagal menjadi anggota legislatif pada usia 22; Â gangguan saraf pada 27; gagal menjadi senator pada usia 45; gagal menjadi Wakil Presiden pada usia 47.
Segera move on. Â Orang yang mengalami kegagalan atau keberhasilan jangan terlalu larut. Â Di liga Inggris atau Eropa umumnya, seringkali dalam seminggu harus bertanding dua kali. Â Ini membuat sebuah tim harus segera beradaptasi untuk menghadapi pertandingan berikutnya. Â Don Shula, pelatih tersukses dalam sejarah Super Bowl Amerika, mengijinkan timnya hanya 24 jam larut dalam emosi kemenangan atau kekalahan. Â Setelah itu, harus dilupakan untuk bersiap diri dalam jadwal kompetisi berikutnya.Â
Kemampuan cepat beradaptasi mencerminkan pemahaman terhadap realita. Â Realita itu menjadi bahan pembelajaran, sekaligus memperkaya pengalaman dan kemampuan analisis sintesis. Â Dalam jangka panjang ini dapat menciptakan produktivitas dan keberhasilan.
Percaya diri. Â Seseorang harus percaya diri keluar dari kegagalan. Â Kriteria gagal di masa lalu, belum tentu sama dengan kriteria sekarang atau akan datang. Â Karena itu, seseorang jangan mudah dipengaruhi oleh pendapat orang lain. Â Misalnya ada orang mengatakan menulis itu sulit, maka argumen itu harus dilawan dan dihadapi. Â Semua orang akan bisa menulis kalau ia banyak membaca dan terus berlatih menulis.
Masa depan ada di dalam diri seseorang, bukan dari orang lain. Â PD aja.. hehe. Â Dalam banyak hal, pendapat atau ketakutan orang lain; dapat mematikan hasrat dan semangat, dan pada gilirannya mengganggu produktivitas. Â Hal ini justru dibalik, kalau orang lain bisa, maka saya pun harus bisa.
Cara berpikir atau memandang baru. Â Merubah perspektif perlu dilakukan. Â Ini membutuhkan cara berpikir yang positif. Â Pepatah mengatakan kegagalan adalah keberhasilan yang tertunda. Â Ini adalah contoh merubah cara pandang tentang kegagalan.
Ada juga pepatah we are actually the bigger than we think we are. Â Seringkali, seseorang takut melangkah karena ketakutan yang dipikir sendiri. Â Perspektif ini harus dirubah dan dibalik. Â Jika seseorang berpikir negatif maka kegagalannya dihubungkan dengan ketidak mampuan atau takdir. Â Namun seorang yang berpikir positif, maka kekagagalannya bermakna sebagai pembelajaran, atau satu langkah lebih dekat untuk sukses. Â
Jangan melanggar hukum. Â Kegagalan akan senantiasa dihadapi seseorang. Â Ini proses seleksi atau hukum alam. Â Seseorang bisa tidak lolos seleksi, tidak naik jabatan, atau tidak masuk nominasi. Â Ini proses alamiah, bahkan bisa menjadi pembelajaran untuk meraih keberhasilan. Â Siapa yang mau belajar, berubah, memberi manfaat, Â atau sungguh-sungguh meningkatkan mutu hidup, pasti akan menggapai keberhasilan.Â
Semua orang punya peluang yang sama untuk berhasil. Â Hindari perilaku curang, moral hazard, atau terpengaruh godaan pencari rente. Â Kalau ingin berhasil harus mematuhi prosedur dan ketentuan berlaku. Â Proses itu harus dilalui dalam rambu-rambu etika, tidak merugikan pihak lain, atau tidak melanggar hukum.
Malang, 24 Februari 2017
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI