Mohon tunggu...
Iwan Nugroho
Iwan Nugroho Mohon Tunggu... Dosen - Ingin berbagi manfaat

Memulai dari hal kecil atau ringan, mengajar di Universitas Widyagama Malang. http://widyagama.ac.id/iwan-nugroho/

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Telolet untuk Berlatih dan Memulai Menulis

24 Desember 2016   21:57 Diperbarui: 26 Desember 2016   02:21 539
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi berlatih menulis (koleksi pribadi)

It is easier to denature plutonium than to denature the evil spirit of man.” (Albert Einstein)

Telolet benar-benar menghajar semua orang.  Postingan atau status di hampir semua medsos menulis telolet atau tanda pagar telolet.  Saya termasuk telat gaul untuk mengenali telolet itu.  Jadinya, bertanya-tanya apa sih itu om telolet om?  Dengan mencari di Youtube, woow akhirnya ketemu banyak sekali, dan memang lucu-lucu.  Juga nemu di kompasiana dari tulisan Wildan Hakim.  Kini jelas sudah maksud dari bintang “telolet” itu.

Namun pikiran ini terus muter, harus diapakan binatang telolet ini.  Kalau sekedar tahu telolet titik,.. rasanya kurang memberi makna. Mau turun ke jalan meniru seperti di youtube rasanya kok tidak lucu, sudah tua, atau dianggap lebai.

Akhirnya ide lama kembali teringat.  Dulu pernah mengajari mahasiswa menulis di kompasiana.  Ini patut dicoba lagi.  Saya pun mengajak dan woro-woro menulis tentang telolet.. semoga saja mereka tergerak..

Tapi rasanya memberi makna telolet masih kurang.  Ini perlu disebar lagi agar menghasilkan sesuatu yang bermanfaat.  Orang lain perlu tahu dan paham, dunia medsos tidak sekedar dinikmati sebagai penonton atau hanya menonton.  Orang harus bergerak merealisasikan potensi dirinya, sekalipun dengan hal-hal yang kecil.  Kalau di medsos hanya bisa copas, like, share, mengeluh atau membuat orang lain tidak nyaman; ini tentu jauh dari bijak.

Di medsos banyak hal produktif bisa dilakukan, dan memberi penghargaan kepada orang lain.  Saya berpikir lagi..tetap tidak jauh-jauh dari menulis. Ini saatnya mengajak orang menulis kepada mereka yang belum pernah menulis.  Momentum viral telolet semoga dapat menstimulasi minat seseorang menulis, mengembangkan ketertarikan untuk menulis. 

Saya mengajak seorang karyawan muda untuk berdiskusi.  Ia sudah menunjukkan kinerja dengan baik, selalu update pengetahuan, melek internet, dan selama ini selalu tanggap terhadap hal-hal baru.  Namun hal itu perlu dioptimalkan lagi.  Ia perlu diberi tantangan supaya bisa menulis.  Saya sampaikan bahwa sebelumnya ada karyawan lain yang berlatih menulis, dan hasilnya lumayan baik.  Ia punya potensi yang lebih besar untuk mengikuti.

Karena ia masih awam menulis, maka tugas untuknya dibuat mudah dan simpel.  Saya mencetak suatu berita telolet dari berita online, dan menunjukkan kepadanya.  Saat membaca judul berita telolet itu, ia tersenyum geli.  Ia menyatakan paham tentang hal tersebut.  Tugasnya adalah membuat tulisan dengan tema telolet sepanjang sedikitnya 500 kata.  Ia harus menulis sendiri, atau menulis ulang, dengan mencontoh isi cetakan berita online itu.  Ia tidak boleh copas.  Dalam 24 jam tugas berlatih menulis itu harus sudah selesai.

Pada dasarnya, seseorang tidak perlu takut salah, atau ragu dalam menulis.  Menulis tidak bisa dinilai  benar atau salah.  Berlatih menulis semakin sering, akan mengetahui kelemahan atau kekurangannya.  Boleh mencontoh gaya bahasa dari buku-buku bacaan yang baik.  Kombinasi banyak membaca dan banyak praktek menulis menghasil kebiasaan dan kepekaan menentukan penggunaan kata, susunan kata dan kalimat yang dapat diterima pembaca.

Saya bertanya: “Bagaimana?”  “Sanggup pak”, jawabnya dengan nada optimis dan bersemangat.

Hingga 24 jam.. tulisan dari si karyawan belum muncul.  “Maaf pak, flasdisk ketinggalan”, katanya. 

Alasan seperti ini sangat dimaklumi. Sama halnya dengan ketika memberi tugas kepada mahasiswa.  Senantiasa ada saja alasan untuk menolak atau terlambat kalau diberi tugas menulis.  Tapi biasanya, belakangan tugas seperti ini akhirnya selesai juga. 

Esoknya, si karyawan melapor lewat WA: “Pak, teloletnya sudah selesai”.  Saya tersenyum membacanya.  Pelan-pelan saya membaca tulisannya. Lumayan baik, dan cukup berani dan mengalir menggunakan kata dan kalimat.  Ini adalah sejenis bahasa anak-anak muda atau mahasiswa sekarang.

Kelebihan generasi muda saat ini adalah perbendaharaan kata yang lebih kaya dibanding generasi terdahulu.  Generasi muda saat ini terbiasa berbicara, terdidik dari rumah untuk berani mengekspresikan kepada orangtua atau keluarga. Bahasa Indonesia sudah biasa digunakan di rumah, selain informasi online yang tersedia melimpah, termasuk bahasa Inggris.  Sementara pada jaman dulu, tahun 1970an, anak-anak seperti saya lebih banyak menggunakan bahasa daerah (Jawa) bahkan hingga di sekolah.  Bahasa Indonesia kami rata-rata berlogat Jawa medok.  Kami mendengar bahasa Indonesia hanya dari TVRI atau radio, atau membaca koran. 

Jadi sebenarnya, generasi muda saat ini berpotensi besar sebagai penulis.  Semua sumberdaya lebih tersedia.  Tinggal bagaimana mereka harus didampingi, fokus dan konsisten untuk menulis.  Rasanya ada tanggungjawab besar mengajak anak-anak muda untuk trampil menulis.  Mereka tidak boleh larut menjadi generasi yang menghabiskan waktu di medsos tanpa manfaat.

Menulis bagi kebanyakan orang memang “berat”, terutama bagi yang tidak biasa.  Namun bagi sebagian orang lain, banyak juga yang menikmati menulis.  Ia masih sempat menulis meski sangat sibuk.  Orang-orang ini biasanya bekerja cepat, suka membaca, berpikir positif dan kemudian membiasakan menulis.  Perbendaharaan pengetahuan di dalam pikiran segera dituangkan secara baik ke dalam bahasa tulisan. 

Saya sering berpikir bahwa kemampuan menulis dengan baik, dapat menjadi ukuran kinerja seseorang.  Pengalaman saya bekerja dengan banyak orang memperlihatkan orang yang berkinerja baik dan produktif, maksudnya penuh inisiatif, teliti, bertanggungjawab dan selesai; biasanya punya kemampuan menulis yang baik; dan sebaliknya.  Saya bersyukur bertemu orang-orang produktif ini, dan mereka biasanya memiliki karier cemerlang, dan cepat maju (1). 

Itu sebabnya, kehidupan seorang penulis sering dikaitkan memiliki mental produktif (2).  Pada diri penulis selalu ada gairah untuk bergerak, berubah, memperbaiki, menghasilkan dan menyelesaikan tulisannya.  Gairah itu adalah karakter produktif.  Bangsa yang diisi orang-orang produktif, khususnya memiliki budaya baca dan tulis yang tinggi, membuat negara menjadi maju. 

Sebaliknya negara yang budaya baca dan tulisnya rendah, cenderung kepada produktivitas rendah.  Orangnya cenderung bersifat pemalas, tidak serius, dan konsumtif.  Sifat konsumtif itu membuat seseorang atau bahkan negara itu menjadi miskin. 

Om Telolet Om

Malang, 24 Desember 2016

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun