Mohon tunggu...
Iwan Murtiono
Iwan Murtiono Mohon Tunggu... Lainnya - Google-YouTube project contractor

Pembela hak asasi dan demokrasi dengan bias sebagai orang Indonesia dalam memakai kacamata untuk melihat dunia, termasuk dalam memupuk demokrasi yang agak membingungkan antara demokrasi murni atau demokrasi a la Indonesia. Bahwa kita sering melihatnya dalam perspektif yang berbeda, karena demokrasi itu juga adalah sebuah karya kreatif dalam pembentukannya yang tidak pernah rampung, termasuk yang anti demokrasi juga tidak pernah lelah berusaha terus menguasai demi kepentingan sebagian kecil atau oligarki

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Bukti Ilusi Kejayaan Negara Tiap Diktator

26 September 2024   22:29 Diperbarui: 27 September 2024   00:46 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kesalahan Mendasar Diktator dalam Mewujudkan Kejayaan Negara: Contoh Eskalasi Pertentangan di Laut China

Pada hari Rabu 25/9/24 jam 8:44 pagi uji coba peluncuran rudal baru China telah berhasil mengirimkan rudal ke koordinat yang dituju di lautan Pasific, karuan saja dunia dikejutkan oleh peluncuran uji coba rudal balistik antarbenua (ICBM) oleh China. Rudal tersebut jatuh di wilayah laut Pasifik, seolah-olah menargetkan Taiwan. Uji coba ini segera meningkatkan kesiapsiagaan negara-negara di kawasan tersebut, seperti Jepang, Korea, dan Taiwan, yang merasa terancam oleh tindakan provokatif China. Meskipun Beijing mengklaim bahwa peluncuran tersebut adalah bagian dari latihan militer rutin, banyak pengamat internasional, termasuk James Acton dari Carnegie Endowment for International Peace, menegaskan bahwa peluncuran semacam ini sangat jarang terjadi, bahkan belum pernah dilakukan sejak 1980.

Namun, di balik ketegangan ini, ada pelajaran yang lebih mendalam tentang kesalahan mendasar yang sering dilakukan oleh para diktator dalam upaya membuktikan kejayaan kediktatorannya pada warga negaranya. Diktator seperti Xi Jinping tampaknya terjebak dalam ilusi bahwa penambahan wilayah, dominasi militer dan ancaman kekerasan adalah satu-satunya cara untuk membuktikan kehebatan mereka di mata rakyat. Padahal, sejarah menunjukkan bahwa strategi ini lebih sering membawa kehancuran, baik bagi negara yang diserang maupun bagi negara agresor itu sendiri. Ini kita bisa dibuktikan dengan semua reruntuhan kota kota di Ukraina, kilang kilang minyak di Rusia, pusat penyimpanan bom di Rusia dan hilangnya semua kapal terbesar dan mahal Rusia di lautan hitam, perekonomian Rusia yang hancur dan pengucilan Rusia dari perekonomian dunia, bahkan peradaban sosial dunia. Masih kurangkah bukti kepalsuan kejayaan yang hanya merupakan ilusi sang diktator sendiri belaka?.

Pengambilalihan dengan Kekerasan: Sebuah Jalan Buntu

Contoh jelas dari strategi destruktif ini dapat dilihat dari Rusia di bawah Vladimir Putin. Saat Rusia menyerbu Grozny di Chechnya, Aleppo di Suriah, dan baru-baru ini Mariupol di Ukraina, taktik yang digunakan adalah peluluhlantakan seluruh kota dan menghancurkan kehidupan warganya. Dengan menghancurkan infrastruktur dan membunuh ribuan warga sipil, Rusia menciptakan kehancuran yang begitu besar hingga wilayah-wilayah ini menjadi tidak layak huni. Ironisnya, tindakan brutal ini jarang diprotes keras oleh komunitas internasional, seolah-olah menjadi norma baru dalam kebijakan perang diktator modern.

China tampaknya ingin mengikuti jejak kakak seperguruannya ini. Peluncuran rudal yang baru-baru ini dilakukan bisa dianggap sebagai ujian atas reaksi negara-negara di sekitar Taiwan mengenai kemungkinan invasi militer. Jika Xi Jinping benar-benar meniru strategi Putin, maka pengambilalihan Taiwan bisa berujung pada kehancuran pulau itu, dengan kota-kota yang rata menjadi puing, jasad-jasad bergelimpangan, dan penderitaan yang tak terbayangkan bagi warganya. Namun, pertanyaannya adalah: apakah kehancuran seperti ini benar-benar mencerminkan kejayaan sebuah negara?

Kehancuran Ekonomi dan Sosial

Selain kehancuran fisik, agresi militer semacam ini juga membawa dampak negatif yang besar bagi negara diktator itu sendiri. Contoh nyata dapat dilihat dari perekonomian Rusia yang hancur akibat sanksi internasional dan biaya perang yang besar. Ekonomi Rusia tidak menjadi "Great Again" sebagaimana yang dibayangkan oleh Putin. Sebaliknya, Rusia kini terperosok dalam resesi, inflasi meroket, dan kehidupan warga biasa semakin sulit.

Apakah China ingin mengikuti jejak yang sama? Jika Taiwan dihancurkan dalam konflik militer, China tidak hanya akan menghadapi kehancuran infrastruktur, tetapi juga krisis ekonomi, pengungsi yang melarikan diri, dan isolasi internasional. Alih-alih mewujudkan kejayaan, China justru akan terperangkap dalam lingkaran kemiskinan, penderitaan, dan kehancuran yang semakin dalam. Kebijakan ekspansionis semacam ini hanya akan memperburuk situasi internal, meningkatkan kemiskinan, cacat akibat perang, dan bahkan menurunkan martabat China di mata dunia. Contoh inspirasi untuk Xi Jinping adalah semua kapal Rusia menghilang atau hancur di laut Hitam. Apakah China mau semua kapalnya ditenggelamkan oleh drone laut sumbangan seluruh dunia yang tidak tega melihat kehancuran negara lemah seperti Taiwan yang mirip kasus Ukraina? China harus ingat masyarakat dunia saat ini sangat super aktif terlibat dalam media dan bahkan mereka aktif terlibat dalam usaha membantu secara fisik membela korban. Pemerintah negara negara luar mungkin akan pasif, tetapi semua pegiat sosial akan mendorong pemerintah masing masing negara untuk aktif terlibat membantu dan mengepung China. Ini termasuk semua warga China yang ikut membantu atau membiarkan kekejaman akan dikepung seluruh dunia, akibatnya maka perekonomian mereka akan mundur puluhan tahun dan protes akan mulai muncul yang bisa memicu pemberontakan dan penggulingan kekuasaan sang diktator.

Kesimpulan: Ilusi Kejayaan Diktator

Pada intinya, para diktator seperti Xi Jinping dan Vladimir Putin tampaknya terperangkap dalam ilusi bahwa kejayaan negara hanya bisa dibuktikan melalui dominasi militer dan ekspansi wilayah. Namun, sejarah berulang kali menunjukkan bahwa kekerasan dan destruksi bukanlah jalan menuju kejayaan. Sebaliknya, jalan ini justru menjerumuskan negara-negara ke dalam jurang kehancuran ekonomi, sosial, dan moral.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun