Mohon tunggu...
Iwan Murtiono
Iwan Murtiono Mohon Tunggu... Lainnya - Google-YouTube project contractor

Pembela hak asasi dan demokrasi dengan bias sebagai orang Indonesia dalam memakai kacamata untuk melihat dunia, termasuk dalam memupuk demokrasi yang agak membingungkan antara demokrasi murni atau demokrasi a la Indonesia. Bahwa kita sering melihatnya dalam perspektif yang berbeda, karena demokrasi itu juga adalah sebuah karya kreatif dalam pembentukannya yang tidak pernah rampung, termasuk yang anti demokrasi juga tidak pernah lelah berusaha terus menguasai demi kepentingan sebagian kecil atau oligarki

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Keberanian Pres Biden Melepas Kekuasaan Kepresidenan Seperti Jokowi

23 Agustus 2024   00:42 Diperbarui: 23 Agustus 2024   05:20 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dengan demikian tadi malam dalam pidatonya, Biden menyampaikan keberhasilannya dalam membangun kembali "tulang punggung kelas menengah." Ia mengatakan, "Kita akhirnya mengalahkan Big Pharma," dan mengungkap fakta bahwa "Wall Street tidak membangun Amerika, melainkan rakyat kelas menengah yang membangun Amerika." Ini adalah kebijakan ekonomi yang sebagian besar populer meskipun Biden sendiri tidak begitu populer, karena keterbatasannya dalam mengkomunikasikan itu semua. 

Biden selalu menyombongkan diri sebagai pekerja Presiden yang sebenarnya bekerja keras untuk menembus semua keberhasilan itu, ketimbang sesumbar keberhasilan palsu yang lebih enak didengar telinga orang awam, seperti Trump. Jika pergeseran Partai Demokrat menjauh dari neoliberalisme dan menuju apa yang disebut sebagai neo populisme terus berlanjut, maka masa kepresidenan Biden akan menjadi alasan utama. Proposal awal Kamala Harris dalam bidang ekonomi menunjukkan bahwa pergeseran ini kemungkinan besar akan berlanjut jika dia menang, seperti yang dikatakan dalam kekagumannya pada Bidenomic yang mampu makin mampu mempertahankan kepemimpinan ekonomi global.

2. Bipartisanship Tetap Hidup

Biden sering berbicara tentang bagaimana dia berhasil membuktikan keraguannya, terkadang dengan sedikit hiperbola. Namun, ada satu aspek dari kepresidenannya yang layak untuk dibanggakan: keberhasilannya yang mengejutkan dalam meloloskan undang-undang bipartisan. Dia telah menandatangani berbagai undang-undang bipartisan tentang infrastruktur, chip semikonduktor, bantuan Ukraina, dan TikTok, undang undang anti kejahatan dan kebencian terhadap orang Asia, sistem penerbangan, proses pemilihan, kekerasan senjata, Layanan Pos, pernikahan sesama jenis, dan kesehatan para veteran. Dalam situasi politik yang terpolarisasi, keberhasilan Biden telah menunjukkan bahwa kerjasama bipartisan sangat menjanjikan untuk diteruskan.

Dia menarik dari pengalaman panjangnya di Senat untuk membantu meloloskan berbagai undang-undang dalam cara bipartisan model Biden ini. Dia menolak untuk menganggap Partai Republik sebagai musuh dan tetap optimis akan kelihaiannya bekerjasama bipartisan yang bahkan sering kali dilakukan dari belakang layar ketika negosiasi mandek. Seperti pada periode kepresidenan Obama, Biden menjadi kunci kerja sama yang menggolkan affordable care act atau Obama care. Namun, apakah Kamala Harris akan menunjukkan kesabaran dan kaliber negosiasi bipartisan yang sama? Dan apakah anggota Kongres dari Partai Republik tetap bersedia bekerja sama dengan penggantinya? Hal ini masih menjadi tanda tanya. Satu yang diajarkan pada Harris adalah model bipartisan Biden yang hasilnya selalu membanggakan tingkat keberhasilannya.

3. Perang Dingin Baru

Biden sering mengatakan bahwa dunia sedang menyaksikan perjuangan antara demokrasi dan otokrasi. Meskipun ada perdebatan mengenai detailnya, pada dasarnya pandangannya benar. Sekutu AS sebagian besar adalah negara-negara demokrasi, termasuk Eropa Barat, Jepang, Korea Selatan, Taiwan, India, Australia, Meksiko, dan Kanada. Negara-negara yang memandang AS sebagai musuh adalah otokrasi---China, Rusia, Iran, dan Korea Utara. Semakin lama, otokrasi-otokrasi ini bekerja sama satu sama lain. 

Bahkan Jokowi juga pernah berada pada sisi sejarah yang salah dengan keinginannya untuk bergabung dengan BRIC (Brazil, Rusia, India dan China) untuk melawan hegemoni global oleh kelompok anti penjajahan Ukraina. Karena ternyata BRIC ini gagal total, dan sekarang semua negara sudah dilarang bertransaksi dengan Rusia, sang penjajah diktator otoriter diera modern ini. Dengan demikian klasifikasi perang dingin ini kurang tepat karena kekuasaan Rusia sudah diamputasi oleh dunia tinggal China yang menggantikan posisi negara adidaya nomor 2.

Biden mendefinisikan Amerika Serikat sebagai pemain utama dalam aliansi demokrasi untuk melawan diktator otokrasi. Sebagai presiden, dia menghadapi China secara ekonomi dan sudah dan akan terus membela Taiwan. Dia membentuk koalisi pro-Ukraina setelah Rusia menginvasi negara tersebut. Dia menarik diri dari Afghanistan, memenuhi klausul perjanjian Trump dengan Taliban, walaupun meninggalkan Afganistan dengan kekacauan, sebagian karena keterbatasan waktu strategisnya yang terbatas dalam persetujuan Trump atas penarikan AS dari Afghanistan. 

Dalam diplomasinya Biden juga mengubah sikap awalnya yang anti bekerja sama dengan pangeran Salman dari Arab Saudi, yang dipersalahkan telah terlibat langsung dalam pembunuhan wartawan Washington post, Kasogi. Jadi seolah olah Biden telah bersekutu dengan pangeran otokratis, dan dalam menciptakan kekuatan penyeimbang terhadap Iran. Demikian juga, dia tetap mendukung Israel sekaligus mengirimkan bantuan pangan dan kesehatan, juga menegosiasikan kedamaian dalam mencegah kematian dan kehancuran di Gaza. Ini sangat kontras dengan partai Republik atau Trump yang sangat pro Israel bahkan memindahkan ibukota Israel ke Yerusalem. Biden beberapa kali mengancam dan memberikan sanksi pada Netanyahu dibanding kemesraan Netanyahu dengan Trump.

Kebijakan luar negeri Biden menurut para pengamat politik didasarkan pada gagasan bahwa dunia telah memasuki perang dingin baru (tetapi Biden menolak istilah tersebut). Sedangkan penerusnya Harris, dalam kampanyenya sejauh ini belum banyak berbicara tentang kebijakan luar negeri atau pandangannya tentang dunia. Tetapi dapat dilihat dalam beberapa panggung Eropa bahwa Harris bersama Biden membela Ukraina dalam perang melawan penjajahan Rusia. Mungkin hal ini akan mulai terlihat jelas dalam konvensi partai Demokrat sejak 19/8/2024 sampai 22/8/2024 atau akhir minggu ini, yang tentunya tidak atau sedikit perubahan haluan yang signifikan, karena agenda populis manusiawi yang selama ini selalu diutamakan dalam kebijakan Harris. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun