Karakter politik neo-populisme sangat dipengaruhi oleh liberalisme politik dan nasionalisme. Yoshikazu menjelaskan bahwa neo-populisme tidak hanya bergetar bersama dengan nasionalisme, tetapi juga dengan proyek negara neoliberal, selama proyek tersebut melibatkan dampak terhadap rekonstruksi struktur sosial-ekonomi. Ini berarti bahwa neo-populisme sering kali mendukung kebijakan ekonomi yang berorientasi pasar, namun tetap mempertahankan retorika nasionalis yang kuat untuk menarik dukungan massa.
Menurut Victor Armony, kombinasi antara neoliberalisme dan populisme di Amerika Latin menciptakan "paradoks baru". Meskipun kedua ideologi ini tampak bertentangan, dalam praktiknya, mereka dapat bekerja bersama dengan baik. Neo-populisme di sini muncul sebagai "suprastruktur" yang membantu meredam resistensi masyarakat terhadap reformasi pasar yang mahal dan sering kali tidak populer.
Kurt Weyland menambahkan bahwa ada "afinitas tak terduga" antara neoliberalisme dan neo-populisme. Ia menjelaskan bahwa inti dari populisme adalah strategi politik yang melibatkan pemimpin yang karismatik dan langsung berhubungan dengan massa pengikutnya. Dalam konteks ini, neo-populisme memungkinkan para pemimpin untuk memusatkan kekuasaan di puncak negara dan mendapatkan dukungan rakyat dengan menjanjikan pemulihan ekonomi dan keamanan nasional.
Neo-Populisme sebagai Reaksi terhadap Globalisasi
Neo-populisme sering kali muncul sebagai reaksi terhadap globalisasi. Di banyak negara, terutama di Barat, globalisasi dianggap sebagai ancaman terhadap identitas nasional dan kesejahteraan ekonomi. Brexit di Inggris dan Trumpisme di Amerika Serikat adalah contoh nyata dari fenomena ini. Kedua gerakan ini didorong oleh ketakutan terhadap globalisasi dan keinginan untuk mengembalikan "kedaulatan nasional."
Namun, Yoshikazu mengingatkan bahwa neo-populisme tidak boleh disamakan dengan populisme tradisional. Meskipun populisme dapat menjadi kondisi yang diperlukan untuk perkembangan demokrasi, neo-populisme sering kali membawa dampak negatif, terutama dalam bentuk nasionalisme eksklusif dan kecenderungan otoriter. Neo-populisme kanan, misalnya, cenderung menekankan keamanan nasional dan kemakmuran ekonomi internal, sementara secara bersamaan meminggirkan kelompok-kelompok yang dianggap sebagai "ancaman" terhadap stabilitas nasional.
Kesimpulan
Neo-populisme adalah fenomena yang kompleks dan multifaset, yang muncul sebagai reaksi terhadap globalisasi dan perubahan sosial-ekonomi yang cepat. Meskipun sering kali berinteraksi dengan ideologi neoliberal, neo-populisme tetap mempertahankan karakteristik populasinya dengan fokus pada pemimpin karismatik dan retorika nasionalis. Dalam konteks ini, neo-populisme dapat dilihat sebagai respons terhadap ketidakpuasan masyarakat terhadap kondisi saat ini, namun dengan potensi untuk membawa dampak negatif, terutama dalam bentuk nasionalisme eksklusif dan otoritarianisme.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H