Pada musim panas tahun 2024, pedesaan Ukraina menjadi saksi bisu dari semangat abadi sebuah bangsa yang terjebak di antara realitas keras perang dan keinginan yang tak tergoyahkan untuk perdamaian. Saat fajar menyingsing di ladang-ladang dekat perbatasan dengan Rusia, udara dipenuhi ketegangan. Selama lebih dari dua tahun, Ukraina telah terjebak dalam perjuangan tanpa henti untuk bertahan hidup, berjuang untuk merebut kembali kedaulatannya dan mengakhiri konflik yang telah merobek negaranya.
Dunia belum lagi selesai dengan Pandemi COVID, resesi global baru mulai akan pulih, rupanya pandemi dan kematian buat Putin bukanlah masalah yang harus segera dipulihkan. Karena kestabilan dan kedamaian membuat pilihan dictatorship tidak laku. Maka dibuatlah tantangan atau kekacauan baru untuk menciptakan kebutuhan akan otoritarian atau orang kuat untuk bisa memulihkan keadaan seperti dulu. Â
Piye isih enak jamanku to? Atau MAGA artinya Make America Great Again, semua itu adalah mempraktekkan buku panduan kediktatoran, yang menjual mimpi atau ilusi yang tidak pernah ada. Ilusi tentang jaman Suharto yang tidak mungkin enak tanpa smartphone. Ilusi AS dijaman smartphone belum ada atau facebook belum ada.Â
Segera saja Putin mempraktekkan buku panduan diktator dengan memulai kekacauan perang pada Februari 2022, dengan mantapnya, invasi dilakukan dengan skala penuh kekacauan. Putin berpikir semuanya akan baik baik saja, karena dari kebrutalan Rusia dalam konflik tahun 2014 tidak ada konsekuensi yang signifikan.Â
Awalnya, dunia dan Ukraina terkejut dan tidak siap, tetapi segera bangkit dengan dukungan dari bantuan militer Barat yang mengalir masuk secara terbatas. Keterbatasan ini menimbulkan berbagai tantangan dan penemuan cara mengatasinya. Namun, seiring berjalannya waktu dan bulan berganti tahun, beban perang semakin terasa oleh rakyat Ukraina yang menjadi target langsung bom yang menyasar mereka, dan fasilitas energi sampai ke apartemen pemukiman bahkan rumah sakit anak anak..Â
Kota-kota seperti Mariupol dan Bakhmut menjadi rata dengan tanah atau identik dengan kehancuran yang diciptakan Rusia di Chechnya dan Syria, reruntuhannya menjadi pengingat keras bagi penduduknya supaya tunduk dan bertekuk lutut pada sang diktator bengis. Putin berharap untuk menciptakan Stockholm syndrom dan ternyata rakyat Ukraina tidak mencintai penyiksanya dan mereka semua melawan, tidak seperti sebagian rakyat Rusia yang mencintai Putin.
Namun, di tengah kehancuran itu, rakyat Ukraina tidak pernah kehilangan tujuan utamanya: memulihkan perdamaian dengan cara satu satunya mengusir penjajah, dengan segala macam akal dilakukan. Dalam setiap pertemuan strategis, setiap negosiasi diplomatik, dan setiap manuver di medan perang, tujuannya tetap jelas, yaitu mengamankan masa depan di mana rakyat Ukraina bisa hidup tanpa rasa takut.Â
Tetapi jalan menuju masa depan itu penuh dengan tantangan. Pasukan Rusia sangat banyak jumlahnya yang datang secara bergelombang, bagaikan laut yang tidak pernah kekurangan tentara walaupun sebagian sudah jadi korban ledakan FPV drone Ukraina, mereka tetap kuat dan datang terus di garis depan, dan meskipun Ukraina telah meraih kemajuan signifikan, militer mereka mulai kewalahan, mempertahankan garis depan oleh penduduk dan tentara yang terbatas jumlahnya, sehingga panjangnya perbatasan negara pertanian gandum ini menjadi tantangan tersendiri. Semua ide dan akal inovasi dicoba untuk dikerjakan dan  sambil berharap untuk memulihkan integritas perbatasannya dan memulihkan perdamaian.Â
Keterbatasan diperparah lagi karena Ukraina menggunakan budaya Eropa yang menggunakan operasi militer yang lebih manusiawi, termasuk kepada tentaranya sendiri, yang hanya boleh berperang selama maksimum 48 jam dan harus beristirahat atau dirotasi oleh unit militer lainnya, seperti pegawai shift shiftan, yang tidak sebanding dengan aturan Rusia yang memerintahkan semua tentaranya untuk maju terus atau akan ditembak oleh pasukan elit dari belakang, kalau berani mundur.Â
Dalam peperangan ini tidak ada peraturan yang jelas bisa membatasi tentara Rusia termasuk cara menguasai kota adalah melenyapkan semua isi dan gedungnya yang diratakan dengan tanah. Ini bukannya tidak manusiawi, karena bagi penderita Stockholm syndrome ini adalah impian untuk bisa hidup tersiksa, diamputasi dan kesakitan adalah jenis kenikmatan bagai narkoba baru.Â
Jadi jangan heran kalau banyak yang menyukai cara cara Putin, bahkan di Indonesia juga banyak pengagum dan pecinta Putin. Mereka semua berharap mendapat nikmat dari penyiksaan, lihat saja beberapa kunjungan pejabat Indonesia ke Rusia yang ingin bertemu dengan sang Psikopat dan ingin mengenyam kenikmatan kesadisan.Â
Bahkan mereka yang jadi korban perang juga tahu bahwa berbeda pendapat akan berakhir di penjara, seperti gubernur Kursk atau Belgorod yang hanya mau melaporkan invasi Ukraina sudah menguasai provinsinya langsung di stop oleh Putin yang menganggap salah informasinya, bahwa yang benar adalah Rusia sangat kuat dan tidak mungkin dijajah Ukraina yang tidak eksis di mata Putin, karena Ukraina adalah negara bagian Rusia.Â
Begitu kentara megalomania diktator Putin ini yang tidak mau menerima informasi bahwa wilayahnya sudah direbut negara Ukraina, malah menyebutnya sebagai hanya gerakan teroris kecil saja, Jadi masih perlukah Indonesia mengirim pejabat untuk menemui presiden Putin, yang terkucil dari dunia realita?
Pada Juni 2022, dalam upaya mengurangi korban jiwa dan melindungi nyawa prajurit mereka, Ukraina menerima alat serba canggih dari Amerika Serikat, seperti anjing robotik. Anjing-anjing mekanik ini dirancang untuk membersihkan ladang ranjau dan menangani bahan peledak berbahaya, menjadi langkah inovatif untuk meminimalkan kerugian baik manusia maupun hewan. Saat mereka mengintai di ladang, presisi mekanik mereka yang handal sangat kontras dengan sifat organik dan kacau dari perang di sekitar mereka. Pada tahun 2024, anjing-anjing robotik ini telah berevolusi, menjadi bagian integral dari upaya perang Ukraina. Mereka berpatroli di desa-desa dekat Toretsky, di garis depan, mengumpulkan intelijen, mengangkut pasokan, dan melakukan pengawasan, semua tugas yang jika dilakukan oleh prajurit manusia akan sangat berisiko.
Namun, teknologi saja tidak dapat membawa perdamaian. Ketika pasukan Ukraina menguji inovasi-inovasi ini di medan perang, konflik ini rupanya menuju ke arah yang mengejutkan. Pada 6 Agustus 2024, pasukan Ukraina telah berhasil melancarkan serangan mendadak ke wilayah Kursk di Rusia, sebuah langkah yang mengejutkan Kremlin dan komunitas internasional. Operasi ini, yang dirahasiakan dengan ketat, lebih dari sekadar manuver militer; ini adalah upaya strategis untuk mengubah keseimbangan kekuatan dan memaksa Rusia untuk serius dalam negosiasi perdamaian.
Kemajuan Ukraina ke wilayah Kursk mendapat perlawanan sengit. Pasukan Rusia, yang tidak siap untuk langkah berani semacam itu, segera bereaksi. Evakuasi diperintahkan di Kursk dan wilayah tetangga Belgorod saat unit-unit Ukraina menguasai wilayah-wilayah kunci. Kota Sudzha, sebuah persimpangan penting untuk pasokan gas Rusia ke Eropa, menjadi pusat konflik, dengan nasibnya tergantung pada keseimbangan.
Ketika pasukan Ukraina bergerak lebih dalam ke wilayah Rusia, implikasi global dari konflik ini semakin jelas. Uni Eropa, yang sangat bergantung pada gas Urengoy-Pomary-Uzhgorod yang mengalir dari Siberia melalui Sudzha. Pipa gas ini merupakan separuh ekspor gas Rusia ke Swiss, Cheko, Hungaria dan Slovakia.Â
Sebagian negara EU menyaksikan dengan kekhawatiran yang semakin meningkat, padahal Ukraina tidak pernah menutup kran gas Sudzha. Zelensky hanya mengkritik habis habisan negara yang membayar gas ini, karena uangnya dipakai untuk mendanai senjata pembasmi penduduk Ukraina.Â
Sementara itu, di Moskow, semua media berpikir bahwa Presiden Vladimir Putin menghadapi krisis kepercayaan, padahal penduduk Rusia mencintai Putin karena Stockholm syndrome. Lebih jauh, dikira serangan Ukraina ini tidak hanya mengungkap kelemahan dalam pertahanan Rusia, tetapi juga meruntuhkan narasi tak terkalahkan yang dibangun oleh Kremlin, padahal orang Rusia masih percaya pada orang kuat yang suka naik kuda bertelanjang dada dan jago Yudo.
Putin tetap berpikir bahwa dirinya memang orang kuat secara narsis dan tidak peduli kalau Rusia wilayahnya diserobot Ukraina, karena dirinya sendiri juga menganggap penyerobotan Ukraina juga sudah biasa. Pikiran Putin sudah numb atau bebal, karena terlalu percaya pada dunia ilusi yang lebih nyata dan mengasyikkan.Â
Meski dengan kemenangan tipis di medan perang, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky tahu bahwa kemenangan militer saja tidak cukup untuk mengamankan perdamaian, setidak tidaknya bisa melenyapkan wilayah yang dipakai untuk meluncurkan roket bodoh yang sewaktu waktu bisa diluncurkan dari Kursk untuk menghancurkan rumah sakit anak anak yang sedang penuh pasien. Dalam pidato malamnya kepada bangsa, dia menegaskan kembali komitmen Ukraina untuk mengakhiri perang.Â
"Rusia harus dipaksa untuk berdamai karena Putin berpedoman pada buku petunjuk diktator yang harus berperang untuk menciptakan kebutuhan eksistensi diktator," kata Zelensky dengan suara yang tegas. Bagi Ukraina, perdamaian bukan hanya ketiadaan perang tetapi juga pemulihan posisi sah mereka sebagai negara yang merdeka dan berdaulat.Â
Sepertinya banyak ketidak rasionalan dalam logika diktator yang senang perang harus dipaksa damai. Yang benar adalah menciptakan kekacauan dan berharap sebagian rakyat Rusia yang tidak terkena stockholm syndrome untuk memaksa Putin berdamai atau mencopot Putin.
Dulu masih bisa mengandalkan kekuatan Babushka yang anak anak mereka menjadi korban cacat perang. Sekarang propaganda di zaman telepon seluler yang dipakai sebagai media utama menjadikan pengaruh Putin lebih solid dan tak tergoyahkan dengan aparatus media kontrolnya.
Saat konflik terus berkobar, strategi Ukraina yang menggabungkan inovasi militer dengan risiko yang diperhitungkan di medan perang mulai membuahkan hasil. Serangan mendadak ke Kursk, meskipun dibayar mahal dengan rusaknya 2 BTR atau dan Bronetransporter yang artinya armoured personnel carriers. Tetapi lebih mahal lagi yang dibayar Rusia, karena konvoi antrian truk militer penuh tentara hangus semua diserang Himars Ukraina dengan roket cluster bomb dan menghanguskan semuanya yang berada di area target smart bomb ini.Â
Belum industri FPV drone Ukraina mempunyai penemuan inovasi baru untuk mengakali jammers, dan senang juga mempunyai laboratorium uji coba pertama kali drone dengan triple frequencies yang selalu berpindah pindah frekuensi untuk melompati frekuensi hacking atau jamming yang sangat efektif dimedan perang penuh jammers. Invasi ini dengan cepat merembet ke wilayah Rusia di utara perbatasan Ukraina dan sepertinya tidak akan berhenti karena tidak ada perlawanan dari tentara Rusia yang sibuk menginvasi Ukraina. Apakah ini semua telah mengacaukan Rusia? Apakah ini akan dapat menciptakan peluang baru untuk keterlibatan diplomatik?Â
Pasukan Ukraina, yang kini diperkuat oleh sekutu tradisional dari tentara sukarelawan pejuang Chechnya dan Georgia dan anti Putin, juga robotik, terus maju, tetapi selalu dengan pandangan yang terarah pada usaha pencapaian hadiah utama: perdamaian. Termasuk berafiliasinya dengan EU dan keingingan mereka berafiliasi dengan NATO untuk mendapatkan perlindungan dari ancaman beruang besar Rusia.Â
Semuanya itu tidak mulus karena banyak dari anggota NATO yang selalu menolak keinginan Ukraina dengan alasan kalau dibolehkan bergabung berarti harus memenuhi komitmen membela Ukraina. Belum persyaratan hak asasi manusia dan anti korupsi yang sangat berat untuk dipenuhi, tidak seperti tuduhan Rusia akan mudah masuk NATO atau EU, karena aplikasi untuk bergabung sudah diserahkan sejak lama.Â
Makanya selama belum diterima masuk EU atau NATO adalah kesempatan emas untuk menjajah Ukraina, kalau tidak Rusia akan mati kutu melawan NATO dan seluruh negara maju dengan peralatan perang super canggih yang dimiliki mereka semua dan perbatasan Rusia yang panjang dari Asia sampai Eropa sangat mudah untuk di serang dari sisi mana saja tanpa bisa dipertahankan sama sekali, belum penduduknya minoritas yang berada diluar Mokwa banyak yang didiskriminasi pasti mereka tidak akan membela persatuan negara yang memperbudak mereka semua.
Kesimpulan:
Pada tahun 2024, Ukraina menunjukkan kekuatan luar biasa dalam mempertahankan kedaulatannya di tengah perang yang dilancarkan oleh Rusia, meski dengan tantangan besar dari segi militer dan keterbatasan sumber daya. Menghadapi kebrutalan perang yang mengingatkan kita pada zaman penjajahan dan kemerdekaan di masa lalu.Â
Begitu juga rakyat Ukraina tetap teguh dalam tujuan mereka untuk memulihkan perdamaian dan mengusir penjajah. Mereka menggunakan teknologi canggih seperti anjing robotik dan strategi militer yang inovatif untuk melawan pasukan Rusia yang terus datang tanpa henti.Â
Sementara itu, Vladimir Putin tetap mempraktikkan pola kediktatoran dengan menciptakan kekacauan untuk mempertahankan kekuasaannya, meski rakyat Ukraina dan dunia internasional melihat melalui ilusi kekuatannya. Walau kemenangan militer penting, Ukraina menyadari bahwa perdamaian sejati hanya bisa dicapai dengan diplomasi dan upaya keras untuk merebut kembali masa depan yang aman dan bebas dari ketakutan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H