Mohon tunggu...
Iwan Murtiono
Iwan Murtiono Mohon Tunggu... Lainnya - Google-YouTube project contractor

Pembela hak asasi dan demokrasi dengan bias sebagai orang Indonesia dalam memakai kacamata untuk melihat dunia, termasuk dalam memupuk demokrasi yang agak membingungkan antara demokrasi murni atau demokrasi a la Indonesia. Bahwa kita sering melihatnya dalam perspektif yang berbeda, karena demokrasi itu juga adalah sebuah karya kreatif dalam pembentukannya yang tidak pernah rampung, termasuk yang anti demokrasi juga tidak pernah lelah berusaha terus menguasai demi kepentingan sebagian kecil atau oligarki

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Laporan Sensitif Intelijen AS: Presiden Al Sisi Menyuap Trump $100 Juta

4 Agustus 2024   06:44 Diperbarui: 6 Agustus 2024   22:40 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
REUTERS / Kevin Lamarque: AlSisi dan Trump

Penyidikan Transaksi dan Potensi Suap Untuk Kampanye Trump 2016

Sekarang sedang ada bocoran atau upaya mengungkap korupsi Trump yang sudah lama berhasil dikubur dalam dalam atau di top secret-kan. Maka kita akan langsung saja membahas penyelidikan rahasia terkait transaksi keuangan yang mencurigakan dan potensi pencucian uang yang mungkin terkait dengan upaya untuk membantu kampanye Donald Trump pada pemilihan presiden 2016. Penyelidikan ini berfokus pada apakah Trump menerima dana asing dari Mesir selama kampanye tersebut. 

Dalam dunia politik internasional dan intelijen yang rumit, penting untuk memahami bagaimana korupsi, dokumen rahasia, dan intelijen sensitif ditangani oleh suatu negara. Ini termasuk menangani kasus pencucian uang, aktivitas penyuapan, dan bukti yang tercecer di mana-mana yang berhasil dikumpulkan dan dicocokkan, semua usaha penyidikan ini hanya dimungkinkan dalam kerangka masyarakat terbuka seperti Amerika Serikat. Walaupun tetap saja kacau karena elemen penyelidik khusus Robert Mueller, yang sebelumnya berintegritas tinggi tetapi memilih diam karena keanggotaannya yang aktif dan partisanship di partai Republik, menjadi pengingat akan kompleksitas kasusnya yang sangat rumit.

Penarikan Tunai $10 Juta yang Mencurigakan

Pada Januari 2017, hanya lima hari sebelum Donald Trump dilantik sebagai Presiden Amerika Serikat, terjadi penarikan tunai sebesar $10 juta dari sebuah bank di Kairo, Mesir. Penarikan ini, yang diduga terkait dengan dinas intelijen Mesir, memicu penyelidikan rahasia oleh Departemen Kehakiman AS (DOJ). Tujuannya adalah untuk menentukan apakah uang ini digunakan untuk mendukung kampanye Trump, yang akan melanggar undang-undang federal yang melarang kandidat menerima dana asing.

Pada Januari 2017, hanya lima hari sebelum Donald Trump dilantik sebagai presiden Amerika Serikat, terdapat penarikan tunai  sekitar $10 juta dari rekening dinas intelijen Mesir yang dimasukkan dalam tas ransel dengan masing-masing nominal $100 dan sejumlah mata uang Mesir lainnya dengan nominal yang tidak dirinci, dari sebuah bank di Kairo, Mesir. Besarnya jumlah penarikan tunai yang signifikan ini memicu peringatan merah pada sistem transaksi Swift antar bank pada Bank Sentral AS, yang diteruskan pada penyelidikan rahasia oleh Departemen Kehakiman AS untuk menentukan apakah dana tersebut digunakan untuk mendukung kampanye Trump. Jika sampai terbukti, maka hal ini merupakan pelanggaran hukum federal tentang pemilu yang melarang kandidat AS menerima dana asing dan juga melanggar jumlah maksimum penerimaan dana kampanye.

Penyelidikan Rahasia DOJ

Penyelidikan dimulai saat FBI mengendus kampanye Trump yang melibatkan aparat Rusia dalam mendukung Capres Trump, Pada keadaan yang selalu dimonitor ini FBI mengendus adanya indikasi penggalangan dana ilegal untuk kampanye Trump. Segera CIA juga dilibatkan untuk mendeteksi percakapan atau chatting bahwa ada usaha bekerjasama memenangkan Trump selain dari Rusia, juga dari Mesir. Maka dikirimlah agen mereka untuk mengintersepsi atau merekam semua bukti jejak usaha penyuapan ini, maka diungkapkan hasilnya bahwa penarikan dana $100 juta dimulai dari bank sentral Mesir di Kairo, sampai detail nominal uang tunai $100an dan 2 tas ransel yang dipakai membawa hingga sampai seberapa berat tas  itu, masing masing 100 pound, hingga bermuara saat uang itu disetorkan ke rekening Trump dan kapan $100 juta itu akhirnya ditarik dari rekening trump. Dalam laporan penyidikan ada juga laporan pandangan mata, bahwa "Di dalam Bank Nasional Mesir yang dikelola negara, karyawan terlihat sibuk memasukkan bungkusan uang kertas $100 ke dalam dua tas besar, yang juga dikutip dari catatan dari bank tersebut. Empat orang pria datang dan membawa pergi tas-tas tersebut… dengan berat gabungan 200 pound dan berisi apa yang saat itu merupakan bagian besar dari cadangan mata uang AS Mesir." Penyelidikan yang resmi dilakukan oleh kejaksaan baru dimulai pada tahun 2017, dan pada tahun yang sama penyelidikan itu dimentahkan oleh Jaksa Agung William Barr.

Penyelidikan dilakukan secara rahasia ini, awalnya untuk mengungkap sumber dan tujuan dana tersebut. Walaupun didukung oleh berbagai bukti awal yang cukup kuat akan adanya aliran dana mencurigakan, akan tetapi menghadapi banyak hambatan, bahkan hambatan besar. Pejabat tinggi dalam DOJ, termasuk Jaksa Agung yang baru saja dilantik Trump saat itu, William Barr, yang dengan partisannya harus ikut campur tangan dan harus menolak apapun barang buktinya, meskipun bukti sudah cukup untuk melanjutkan penyelidikan. Intervensi ini secara efektif menghentikan penyelidikan, mengaburkan upaya mencari kebenaran.

Hambatan dalam Penyelidikan

Bukti awal dokumen hitam putih sudah cukup kuat, tetapi penyelidikan ini terhenti karena intervensi dari Jaksa Agung sendiri atau kepala Departemen Kehakiman. Jaksa Agung William Barr sudah jelas partisan dan jelas menghalangi penyelidikan dengan menolak keabsahan bukti yang ada. Alasan yang dipakai Barr adalah karena tidak boleh melihat, apalagi memeriksa rekening bank presiden. Hal ini menimbulkan ketegangan politik di dalam Departemen Kehakiman selama masa jabatan Trump, dengan tuduhan bahwa penyelidikan ini merupakan bagian dari "perburuan penyihir" politik. Sesudah kasus ini, maka segera banyak pejabat DOJ yang diangkat dan ditunjuk berdasarkan kesetiaan pada sang Presiden.

Hubungan Trump dengan El-Sisi

Hubungan dekat Donald Trump dengan Presiden Mesir Abdel Fattah El-Sisi, yang disebutnya sebagai "diktator favoritnya," menambah lapisan kompleksitas. Muncul tuduhan bahwa El-Sisi mencoba menyuap Trump dengan $10 juta untuk mendapatkan hubungan yang baik dengan Amerika Serikat. Tuduhan ini penuh dengan muatan politik, meningkatkan ketegangan dalam DOJ selama masa jabatan Trump, dengan tuduhan bahwa penyelidikan ini adalah bagian dari "perburuan penyihir" politik.

Peran Badan Intelijen

Menurut laporan CIA, dana tersebut berasal dari bank sentral Mesir, mirip dengan Federal Reserve. Upaya suap ini diduga dilakukan oleh El-Sisi karena Trump kehilangan dukungan donor setelah bocornya skandal rekaman Access Hollywood, di mana komentar kasar Trump tentang wanita terungkap. Permintaan dana dilakukan pada September 2016, dengan uang diduga diterima Trump pada Oktober 2016.

DOJ dan Transaksi Bank

Penyelidikan DOJ berusaha memeriksa transaksi bank Trump untuk mengungkap kebenaran. Mereka menemukan bahwa $10 juta ditarik dari rekening intelijen Mesir, dibawa dalam koper dengan pecahan $100, dan dimasukkan ke rekening Trump. Untuk melanjutkan penyelidikan, diperlukan surat panggilan atau subpoena, tetapi Jaksa Agung Barr, yang ditunjuk oleh Trump, menolak permintaan tersebut, menganggapnya tidak bijaksana untuk menyelidiki transaksi bank presiden.

Dilema FBI Akhiri Penyelidikan

FBI, yang masih netral pada waktu itu, karena belum banyak pejabat netralnya dipecat oleh Trump, mencoba melanjutkan penyelidikan. Namun, jabatan Direktur FBI adalah dibawah Jaksa Agung Barr, jadi waktu Barr mengeluarkan ultimatum tegas, FBI dengan terpaksa menghentikan pemeriksaan lebih lanjut terhadap transaksi rekening keuangan Trump. Dengan DOJ dan FBI yang tidak dapat mengakses bukti bank yang penting, penyelidikan ini akhirnya dihentikan,  karena tidak adanya dasar bukti yang cukup untuk melanjutkan penyidikan. Dan ini meninggalkan banyak pertanyaan yang tidak terjawab dan keadilan yang belum bisa menjangkau kasus suap presidennya.

Saat ini yang jelas sudah terbukti dan diputuskan dalam pengadilan adalah kasus suap Mesir untuk Senator Bob Menendez dihukum atas semua tuduhan pada hari Selasa dalam persidangan korupsi di mana dia dituduh menerima suap emas dan uang tunai dari tiga pengusaha New Jersey yang bertindak sebagai agen untuk pemerintah Mesir. Jadi Mesir tidak hanya menyuap Donald Trump tetapi juga Senator Menendez. Ada indikasi dari FBI bahwa semua agen asing yang terbukti terlibat dari Mesir dalam penyuapan senator Menendez adalah agen Mesir yang sama terlibat dalam kasus suap Donald Trump. Agen FBI yang membocorkan ini berusaha mendorong Jaksa Agung Merrit Garland untuk segera secepatnya memanfaatkan momentum ini dengan tetap mendorong pembukaan kembali kasus suap Trump. Secara logis bahwa agen asing yang sudah terbukti dan tertangkap bisa saja dibuatkan tawaran untuk mengungkap dan memberi kesaksian dalam kasus suap Trump, mumpung sudah diamankan, jadi ini adalah kesempatan emas, tapi yang menjadi masalah adalah memang pemerintahan partai Demokrat ini selalu saja ingin memberikan kesan tidak partisan kalau menyangkut Trump. Di lain pihak untuk menunjukkan ketidak partisannya, malah memutuskan Hunter Biden, anak presiden Biden bersalah. Sangat membingungkan sekali dalam menunjukkan cara non partisan partai yang maunya santun penuh etika, padahal situasi dan keadaan perpolitikan sedang kacau dengan keberingasan partai Republik.

Implikasi Politik

Akibatnya, atau implikasi politiknya dari penyelidikan tersebut. CIA melaporkan bahwa Abdel Fattah AlSisi memberikan sogokan sebesar $10 juta kepada Trump untuk membantu kampanyenya pada tahun 2016. Pada bulan itu terdapat bocoran percakapan antara Trump dan Billy Bush tentang kebiasaan jelek Trump berupa pelecehan pada semua wanita, yang bisa diperlakukan secara tidak senonoh semau gue Trump. Kebocoran rekaman atau skandal "Access Hollywood"  ini berakibat fatal, karena semua pendonornya lari dan Trump kehabisan dana. Untungnya AlSisi bersedia memberikan bantuan dana pada bulan September 2016, dan uang tersebut diterima oleh Trump pada bulan Oktober 2016, atau 10 hari sebelum hasil  kemenangannya diumumkan. Jadi AlSisi adalah dewa penyelamat Trump.

Apa sumbangan hasil jerih payah Al Sisi dalam menginvestasikan uang $10 Juta di kampanye Trump, yaitu pada tahun 2018 dalam kunjungannya ke Washington, Mesir berhasil mendapatkan bantuan dana dari Washington sebesar $195 juta, atau berlipat hampir 20 kali. Walaupun banyak keluhan dari pejabat AS, bahwa pemerintahan Al Sisi banyak melakukan pelanggaran hak asasi manusia. Bahkan Al Sisi mempunyai panggilan kesayangan dari trump “My Favorite Dictator”. Dalam kesempatan tahun berikutnya Mesir malah mendapat dana bantuan atau foreign assistance sebesar USD 1.2 Miliar, hanya dengan sekali invest saja. Dalam penyaluran dana bantuan militer ini banyak pejabat bahkan anggota kabinetnya yang menolak bantuan yang jumlahnya fantastis milyar dollar, karena mereka semua mempunyai catatan pelanggaran hak asasi manusia dari rezim Al Sisi, bahkan Menteri Rex Tillerson minta Trump untuk membatalkan saja. Rupanya penolakan dan pembangkangan ini tidak menjadikan Trump mau mempertimbangkan pelanggaran hak asasi ini, melainkan langsung Trump memecat Tillerson.

Implikasi dan Refleksi

Pemaparan ini menekankan pentingnya pemerintahan yang bersih, transparan, dan pengejaran keadilan yang tak kenal lelah, bahkan di tengah campur tangan politik. Kompleksitas dalam menangani korupsi, intelijen sensitif, dan penyuapan internasional menunjukkan keseimbangan yang rapuh antara keamanan nasional, integritas politik, dan supremasi hukum.

Dalam masyarakat terbuka atau transparan, sistem checks and balances dalam menjaga pemerintahan yang bersih sangat penting, atau pengadilan atas penyimpangannya perlu ditegakkan. Kasus penarikan tunai $10 juta dan penyelidikan yang terhenti berikutnya menjadi pengingat akan perlunya ketidakberpihakan dan keberanian dalam menegakkan keadilan. Ini menyoroti tantangan yang dihadapi penyelidik ketika kepentingan politik mengesampingkan proses hukum, dan perlunya mekanisme kuat untuk melindungi integritas institusi demokratis. Kasus ini menggambarkan keseimbangan yang rumit antara keamanan nasional, integritas politik, dan supremasi hukum. Dalam masyarakat terbuka, pengawasan dan keseimbangan yang kuat sangat penting untuk menegakkan keadilan. Investigasi yang dihentikan terhadap penarikan tunai senilai $ 10 juta berfungsi sebagai pengingat akan perlunya ketidakberpihakan dan perlindungan integritas lembaga demokrasi. Atau demokrasi modern harus bisa bisa membatasi kekuasaan presiden secara ketat oleh undang undang dan peraturan yang dipisah atau tidak bisa diganggu oleh kepentingan kekuasaan sama sekali?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun