Mohon tunggu...
Iwan Murtiono
Iwan Murtiono Mohon Tunggu... Lainnya - Google-YouTube project contractor

Pembela hak asasi dan demokrasi dengan bias sebagai orang Indonesia dalam memakai kacamata untuk melihat dunia, termasuk dalam memupuk demokrasi yang agak membingungkan antara demokrasi murni atau demokrasi a la Indonesia. Bahwa kita sering melihatnya dalam perspektif yang berbeda, karena demokrasi itu juga adalah sebuah karya kreatif dalam pembentukannya yang tidak pernah rampung, termasuk yang anti demokrasi juga tidak pernah lelah berusaha terus menguasai demi kepentingan sebagian kecil atau oligarki

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Membentengi Eksistensi Profesi Wartawan

3 Agustus 2024   06:36 Diperbarui: 3 Agustus 2024   06:36 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kejadian di konvensi NABJ di Chicago menunjukkan betapa rapuhnya jurnalisme dan demokrasi ketika menghadapi tokoh yang berusaha merusak nilai-nilai fundamentalnya. Kehadiran Donald J. Trump yang diundang untuk berpartisipasi dalam wawancara panel bukan hanya menimbulkan ketegangan, tetapi juga memperlihatkan bagaimana serangan verbal dan konfrontasi yang tidak terkendali dapat merusak semangat dan tujuan acara tersebut.

Momen ini memperlihatkan pentingnya kesiapan jurnalis dalam menghadapi narasumber yang kontroversial dan manipulatif. Jurnalis harus dilatih untuk mengendalikan diskusi, menjaga fokus pada topik utama, dan menghindari jebakan distorsi fakta serta rasisme yang mungkin dilontarkan narasumber. Tanpa kemampuan ini, jurnalisme kehilangan daya untuk memegang kekuasaan yang benar, dan malah menjadi agen pasif dalam penyebaran misinformasi.

Lebih jauh lagi, acara ini menunjukkan dampak jangka panjang yang berbahaya dari sekedar memberikan platform kepada tokoh yang merusak. Viralitas yang mungkin dihasilkan dari mengundang figur kontroversial seperti Trump bisa jadi hanya membawa keuntungan sesaat, namun efek sampingnya adalah legitimasi lebih lanjut terhadap agenda anti-demokrasi dan rasis. Ini tidak hanya merusak semangat para jurnalis minoritas yang hadir, tetapi juga berpotensi menguatkan kandidat yang memiliki niat untuk menghapus kebebasan pers dan demokrasi.

Untuk mencegah terulangnya kejadian serupa, penting bagi organisasi jurnalis dan media untuk mengkaji ulang strategi mereka dalam menangani tokoh kontroversial. Beberapa langkah yang perlu dipertimbangkan meliputi:

  1. Persiapan Mendalam: Jurnalis harus dipersiapkan dengan baik melalui pelatihan intensif untuk memahami pola manipulasi narasumber dan cara menghadapinya secara efektif.

  2. Kontrol Diskusi: Membatasi dan mengendalikan pembicaraan dengan tegas agar tetap fokus pada topik utama, serta tidak terganggu oleh upaya pengalihan atau whataboutism.

  3. Fokus pada Kebenaran: Menjaga komitmen pada fakta dan kebenaran, dengan berani mengoreksi narasumber jika terjadi distorsi atau penyebaran misinformasi.

  4. Memastikan Keseimbangan: Mengundang berbagai narasumber dengan perspektif yang beragam untuk menjaga keseimbangan dan menghindari bias dalam pemberitaan.

Melalui langkah-langkah ini, jurnalis dapat menjaga integritas profesi mereka, melindungi demokrasi, dan memastikan bahwa mereka tidak menjadi korban atau alat bagi penyebaran kebohongan dan rasisme, yang populer disebut useful idiot. Mengingat peran penting jurnalisme sebagai pilar demokrasi, setiap upaya untuk melemahkan profesi ini harus dihadapi dengan serius dan penuh tanggung jawab.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun