Mohon tunggu...
Iwan Murtiono
Iwan Murtiono Mohon Tunggu... Lainnya - Google-YouTube project contractor

Pembela hak asasi dan demokrasi dengan bias sebagai orang Indonesia dalam memakai kacamata untuk melihat dunia, termasuk dalam memupuk demokrasi yang agak membingungkan antara demokrasi murni atau demokrasi a la Indonesia. Bahwa kita sering melihatnya dalam perspektif yang berbeda, karena demokrasi itu juga adalah sebuah karya kreatif dalam pembentukannya yang tidak pernah rampung, termasuk yang anti demokrasi juga tidak pernah lelah berusaha terus menguasai demi kepentingan sebagian kecil atau oligarki

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Menteri Kabinet Parlementer Akan Diteruskan Prabowo, Dari Jokowi?

26 Juli 2024   05:31 Diperbarui: 26 Juli 2024   22:28 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

1.Lembaga Eksekutif dan Badan Legislatif: Lembaga eksekutif, yang terdiri dari perdana menteri dan kabinet, diawasi oleh badan legislatif atau parlemen. Ini berarti parlemen memiliki kekuasaan untuk mengawasi dan mengontrol kebijakan yang dijalankan oleh eksekutif. Berarti fungsi pengawasan dan kontrol menjadi ciri utama atau kalau ada program yang menyimpang dari amanat rakyat maka akan terjadi mosi tidak percaya seketika, tanpa ada tarik ulur, persis seperti tahun 50an. Sehingga, Dalam sistem parlementer, eksekutif lebih mudah diubah jika kehilangan dukungan parlemen, menciptakan lingkungan politik yang dinamis dan responsif. 

2. Kurangnya Legitimasi Langsung: Salah satu tantangan utama adalah adanya ilusi tidak ada legitimasi langsung karena tidak ada pemilihan umum untuk perdana menteri. Hal ini dapat menimbulkan ketidakpuasan di kalangan rakyat yang merasa tidak memiliki suara langsung dalam pemilihan pemimpin pemerintahan. Padahal melihat pemilu langsung yang hasilnya sama saja kurang mewakili rakyat atau jarang berpihak pada hak dasar rakyat dalam berdemokrasi termasuk kesejahteraan dan kepentingan rakyat yang sering merasa diabaikan, atau semua sumber ekonomi dikuasai oleh kartel atau kelompok pengusaha yang bersepakat mengerjai rakyat, karena rakyat hanya memiliki voting 5 tahun sekali, sedangkan dengan dana pengusaha bisa mengubah kebijakan pemerintah sesempatnya. Inilah ilusi demokrasi yang sarat dengan kepentingan pendonor tetapi kurang membela rakyat pemilihnya. Atau ada ilusi suara yang dikaburkan dengan dana kampanye atau suap.

3. Perdana Menteri dan Kabinet: Perdana menteri, sebagai kepala pemerintahan, diangkat dari partai atau koalisi partai yang memiliki mayoritas kursi di parlemen. Kabinet dibentuk dari anggota partai mayoritas ini, yang bertanggung jawab menjalankan kebijakan pemerintah. Dengan kemudahan parlemen untuk membubarkan eksekutif dalam waktu singkat, maka eksekutif Indonesia benci sekali model ini bahkan presiden Soekarno juga tidak suka, karena mudah digonta ganti PM-nya kalau sampai ketahuan tidak becus, dalam hitungan waktu real time sedetik, atau bentuk pengawasan yang seketika. 

Mosi tidak percaya tidak memerlukan acara pemakzulan segala, kalau ada kesalahan, maka harus bubar. Harus diganti yang baru atau yang belum atau tidak melakukan kesalahan atau merusak demokrasi atau mengkorupsi uang rakyat. Ini sebetulnya cocok dengan karakteristik bangsa Indonesia yang suka menyimpang dan melanggar etika dan norma demokrasi dengan tingkat korupsi yang masih tinggi, yang tidak memerlukan prosedur impeachment yang butuh waktu lama dalam proses dan pembuktiannya. Kemudahan diberhentikannya PM, maka tidak ada rasa segan untuk dimakzulkan. Bubar, memilih PM baru dan membentuk kabinet baru adalah seperti orang bernafas, tidak ada kesakralan atau ketakutan sama sekali, jadi tinggal bikin lagi yang baik, sampai bisa membentuk kabinet yang paling bagus, yang tahan tidak salah, tahan tidak korupsi.

4. Tidak Ada Pemilihan Langsung untuk Perdana Menteri: Berbeda dengan sistem presidensial, di mana presiden dipilih langsung oleh rakyat, dalam sistem parlementer, perdana menteri dipilih oleh anggota parlemen dari partai mayoritas. Hal ini menempatkan fokus kekuasaan pada parlemen daripada pemilihan umum langsung. Ini kita sudah sering sejak tahun 1950 hingga tahun 1998. Bahkan sampai sekarangpun porsi komposisi menteri kabinet pemerintahan presidensial kita menggunakan elemen parlementer dalam membentuk kabinet atau porsi terbesar dari parlemen dengan perbandingan 18 dari partai dibanding 16 yang bukan. 

5. Fenomena Kutu Loncat: Perpindahan anggota partai untuk keuntungan pribadi lebih umum terjadi, dan sering kali dikaitkan dengan korupsi jabatan.

Peran Kepala Pemerintahan dan Kepala Negara

1.Perdana Menteri: Sebagai kepala pemerintahan, perdana menteri memimpin kabinet dan bertanggung jawab atas pelaksanaan kebijakan negara. Perdana menteri juga mewakili pemerintah dalam hubungan internasional.

2. Kepala Negara: Dalam sistem parlementer, kepala negara memiliki peran seremonial. Di Indonesia saat itu, presiden Soekarno menjabat sebagai kepala negara, yang terutama bertugas dalam upacara kenegaraan dan simbol-simbol negara.

Keuntungan Sistem Parlementer

1.Stabilitas Koalisi: Karena kabinet berasal dari partai mayoritas di parlemen, ini sering kali menciptakan stabilitas dalam pemerintahan. Partai atau koalisi yang berkuasa memiliki mandat yang kuat untuk menjalankan program-programnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun