Mohon tunggu...
Iwan Murtiono
Iwan Murtiono Mohon Tunggu... Lainnya - Google-YouTube project contractor

Pembela hak asasi dan demokrasi dengan bias sebagai orang Indonesia dalam memakai kacamata untuk melihat dunia, termasuk dalam memupuk demokrasi yang agak membingungkan antara demokrasi murni atau demokrasi a la Indonesia. Bahwa kita sering melihatnya dalam perspektif yang berbeda, karena demokrasi itu juga adalah sebuah karya kreatif dalam pembentukannya yang tidak pernah rampung, termasuk yang anti demokrasi juga tidak pernah lelah berusaha terus menguasai demi kepentingan sebagian kecil atau oligarki

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Menteri Kabinet Parlementer Akan Diteruskan Prabowo, Dari Jokowi?

26 Juli 2024   05:31 Diperbarui: 26 Juli 2024   22:28 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ir. Soekarno / flickr.com/photos/hamkahaq

Hukuman Untuk Parpol Yang Berkhianat Pada Pemilih dan Anggotanya

Disini kita masih mendasari pada pengertian sistem presidensial yang dipilih rakyat mayoritas secara langsung dan rakyat pemilih khususnya berharap semua kabinetnya akan terdiri dari orang orang dengan visi misi yang sudah syah dipilih sendiri oleh mereka. Berarti kabinet ini hendaknya bukan datang dari partai dengan platform yang berbeda. Kalau sampai berbeda sama sekali visi misinya, maka logikanya mereka akan merasa terlukai karena ditipu atau kena prank. Terus apa gunanya memilih Capres kalau harus kembali dikacau dengan program kabinet dari menteri yang dulunya capres yang tidak setuju bahkan mencemooh program pembangunan yang didebat sangat jelek, akan gagal dan bahkan dicemooh.  Oleh karena itu, jangan heran kalau ketidak puasan dari pemilih yang dulunya setia berjuang menjadi pemilih atau anggota partai yang sudah jelas kelas ditipu mentah mentah, akibatnya tidak ada anggota partai yang setia mending ikutan sistem partai kutu loncat. Jadi inilah fenomena sistemik dari kutu loncat berjamaah antara semua partai dan semua anggota partai.

Kekuasaan yang mencengkeram partai dan Capres oposan dengan cara menawarkan posisi menteri dalam suatu setting imbal beli. Diberikan seberapa banyak dan seberapa posisi kunci koordinator menteri tetapi harus ikut mendukung walaupun aslinya menentang program dan cara pemerintahan yang salah. Persyaratan mendukung ini sangat sadis, yang meminta untuk semuanya tekuk lutut, dari petinggi partai sampai anggota ranting hanya untuk mendukung yang program pemerintahannya salah. Imbalannya jelas harus tunduk tekuk lutut untuk mendukung sepenuhnya mensukseskan program yang jelas salah dan membangkrutkan negara. Apakah ini termasuk dalam kategori partai yang santun ethical dan menjunjung norma demokrasi yang katanya diperjuangkan demi memajukan bangsa? Kita juga selalu bisa mencatat partai apa saja yang bermetamorfosa menjadi Sengkuni? Catatan ini kita bawa di periode pemilu berikutnya untuk menghukum mereka dengan tidak memberikan satu voting suara pun. Rakyat harus juga mendidik Parpol, jadi bukan hanya Parpol yang mendidik rakyat tetapi tugas kita semua untuk bertanggung jawab memajukan bangsa dan membuang Parpol yang menghambat kemajuan bangsa dari pikiran kita.

Apakah pembuatan kabinet parlementer disengaja by design? Jawabnya bisa kita saksikan bahwa semua model pemerintah sejak dulu sampai presiden terpilih Prabowo tetap akan membentuk kabinet dari perwakilan Parpol di parlemen. Sekarang saja sudah mulai gencar mengadakan negosiasi imbal beli dengan para petinggi parpol oposan untuk mendukung penuh program pemerintahannya walaupun sangat berseberangan sekali waktu debat maupun kampanye. Imbalannya jabatan menteri dengan anggaran departemen yang fantastis. Persis waktu Prabowo-Gerindra ditawari menjadi Menhan dulu. Inilah yang mengajari Prabowo untuk mau dan menyenangi model parlementer ini, ternyata dia melihat sendiri bisa sukses menggerakkan secara kompak kabinet parlementer di bawah Jokowi. Sekaranglah saatnya mengulang kesuksesan model kabinet parlementer. Kalau perlu untuk menjamin kesuksesan penuh maka diperbanyaklah unsur Parpol parlemen di kabinetnya nanti. Apalagi  kalau perlu juga ditambah dengan berbagai menteri muda dan mungkin pembantu menteri lainnya dan BUMN plus BUMD. Ini adalah strategi kekuasaan yang tak terbendung, supaya roda pemerintahan nantinya tanpa harus menghadapi oposisi atau check and balance sama sekali. Jadi satu kaki untuk memenuhi konstitusi yaitu presidensial, sedangkan kaki lainnya di kabinet parlementer untuk menghilangkan hambatan.  Inilah model yang selama ini terbukti sukses “Full Opposition Proof.”

Kalau mau sekalian ikutan model bapak mertua me-normalisasi kampus, maka untuk menjamin hilangnya oposisi jalanan maka bisa saja sekalian dikooptasi ketua BEM dan diberikan kue jabatan strategis dengan anggaran besar juga, termasuk ketua organisasi buruh juga bisa di nego semua. Pertanyaannya, apakah rakyat mau belajar satu tahap lebih maju di depan gerbong kekuasaan yang secara ekstensif menguasai setiap blok dan menelan semuanya? Kedewasaan berdemokrasi orang Indonesia sudah matangkah? Kedewasaan para ketua Parpol apakah sudah juga sampai ke pencegahan kemunduran gerakan anti korupsi jabatan maupun uang? Perlukah kita para pemilih selalu harus lupa setiap 5 tahun dan lagi lagi memaafkan Parpol yang ikut mendukung kemunduran demokrasi lagi. Kalau tahu mereka semua telah setuju berkonspirasi menguasai semuanya, hanya untuk suatu jabatan dan uang yang jelas mengkhianati para pejuang dan pahlawan kemerdekaan?

Indonesia menggunakan sistem presidensial dengan elemen parlementer. Ini tercermin dalam pembentukan kabinet yang melibatkan berbagai partai untuk meminimalkan oposisi, sering kali dengan alasan persatuan. Praktik ini dapat mengarah pada korupsi, baik dalam bentuk uang maupun kekuasaan, dengan mengabaikan prinsip check and balance. Dalam sistem ini:

Praktek Sistem Presidensial Indonesia

  • Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensial, bukan parlementer.

  • Pemilu menghasilkan presiden terpilih dari antara kontestan Capres.

  • Rakyat memilih dengan sadar berdasarkan perbedaan program kampanye, ideologi, dan visi Capres.

  • Program Capres sering disanggah, diperdebatkan, dan bahkan dicemooh.

  • HALAMAN :
    1. 1
    2. 2
    3. 3
    4. 4
    5. 5
    Mohon tunggu...

    Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
    Lihat Vox Pop Selengkapnya
    Beri Komentar
    Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

    Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun