Mohon tunggu...
Iwan Murtiono
Iwan Murtiono Mohon Tunggu... Lainnya - Google-YouTube project contractor

Pembela hak asasi dan demokrasi dengan bias sebagai orang Indonesia dalam memakai kacamata untuk melihat dunia, termasuk dalam memupuk demokrasi yang agak membingungkan antara demokrasi murni atau demokrasi a la Indonesia. Bahwa kita sering melihatnya dalam perspektif yang berbeda, karena demokrasi itu juga adalah sebuah karya kreatif dalam pembentukannya yang tidak pernah rampung, termasuk yang anti demokrasi juga tidak pernah lelah berusaha terus menguasai demi kepentingan sebagian kecil atau oligarki

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Kesekolah a la Sekolah Marketplace

18 Juni 2024   05:00 Diperbarui: 21 Juni 2024   03:26 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nostalgia pada jaman sekolah dulu di Yogyakarta pada tahun sekitar 1980an, semua orang banyak yang pernah sekolah swasta dari SD, sampai perguruan tinggi. Pada saat itu ada berbagai macam sekolah swasta, ada yang non profit sampai yang full profit oriented. Oleh karena itu gedung sekolah mereka juga berbeda beda, ada yang bergedung mewah dengan bayaran SPP mahal, gedung serba guna, gedung sekolah dompleng sore, dan sekolah universitas terbuka. Ini masih mending dibanding dengan sekolah negeri beralaskan tanah liat dan berdinding anyaman bambu gedeg. Rupanya ketidakmerataan dan ketidakadilan terjaga sampai beberapa lama, mungkin sampai sekarang masih ada sekolah yang kalang kabut, hingga yang terparah ada yang membahayakan siswa murid, karena gedungnya dikorupsi dan atap atau temboknya roboh, dan menelan korban yang mau pinter malah celaka.

Menjadi mas Nadiem pasti tidak mudah mewujudkan sekolah yang mendidik siswa supaya kalau lulus kepintaran dan keterampilannya meningkat secara signifikan. Atau kalau tidak berarti mas Nadiem gagal, atau melakukan kesalahan atau apapun jebloknya key performance indikator mas menteri. KPI mas menteri ini juga harus mencakup kesetaraan atau pemerataan pendidikan atau keadilan pendidikan bagi semua warga negara dari Sabang sampai Merauke.

Input sumber gambar ceoworld.com
Input sumber gambar ceoworld.com

Banyak sudah negara pada berpacu mengejar kesetaraan dengan negara lain atau pemerataan pendidikan seperti negara lain, ada yang terang terangan mengkopi sistem pendidikan supaya sama seperti di Amerika atau Belanda atau Australia, untuk menciptakan kesetaraan kekayaan antar bangsa. Atau membuat sistem dan kurikulum yang lebih baik, mandiri, kreatif dan mungkin saja bisa menghasilkan lulusan yang lebih jelek ketimbang Inggris yang baru saja meraih ranking tertinggi di dunia. Mengapa harus gagal dan lebih jelek kalau sudah sekuat tenaga setiap hari membuat KPI dan metrik yang mengalahkan mereka. Inikah yang dilakukan menteri yang diambil dari tekno AI GoJek, betulkah mas Nadim? Apakah mas Menteri sudah mengaplikasikan AI dan KPI metrik untuk mengalahkan Inggris?

Input sumber gambar ceoworld.com
Input sumber gambar ceoworld.com

Berbicara tentang sekolah swasta di negara yang hasil didikannya paling banyak menyumbangkan inovasi dunia, seperti Intel, Apple, Google, Meta. Hasil didikan bukan berarti lulus, karena banyak yang belum lulus sudah membuat rakitan komputer Dell, atau Steve Job dan lain sebagainya yang ceritanya selalu viral sepanjang masa sampai sekarang. 

Percepatan perubahan sistem pendidikan dan kurikulum di Amerika sudah mirip seperti perkembangan quantum leap komputer dan sudah tidak bisa dibendung lagi dengan berbagai aturan Kanwil atau kantor pusat Kemendikbud Amerika. Karena masih dalam masa awal transisi dan terlalu awal untuk melakukan lompatan besar pendidikan maka yang terlihat sekarang ini hanya tren atau pola perubahan yang semakin cepat. Apakah mas Nadiem juga sudah memulai proses transisi lompatan yang dekat dulu? 

Sebagian besar siswa sekolah di Amerika bersekolah di sekolah negeri atau sekolah yang diurus oleh negara bagian secara mandiri, oleh karena itu masing masing negara bagian tidak memiliki kurikulum yang sama. Belum ditambah dengan adanya opsi market place atau berbagai institusi yang menawarkan segala macam bentuk pendidikan privat di masyarakat. Tidak saja opsi marketplace tetapi juga ada opsi pendidikan siswa lainnya yang lagi populer saat ini, yaitu homeschooling. Pendidikan sekolah rumahan adalah bentuk opsi pendidikan yang kalau dibandingkan dengan pendidikan formal adalah sebagai berikut:

1.Memberikan Atensi personal: pendidikan rumahan bisa memberikan pendidikan secara personal individual dari orang tua atau wali pendidik, yang jelas pasti dapat membantu anak yang mengalami hambatan belajar dalam lingkup kelas atau bersosial dan bahkan juga pendidikan anak disabilitas. Yang paling diuntungkan adalah anak didik yang berotak encer, karena akan memacu pengetahuan dan keterampilan ilmunya.

2.Hasil Tes: Dari data ditemukan anak didik rumahan cenderung lebih berprestasi  dari hasil standar tes. Hasil riset sudah ada sejak 1998 yang sudah dibuktikan oleh Ruder dalam riset nya "Scholastic achievement and demographic characteristics of home school students in 1998. Educ Policy Anal Arch. 1999:7(8). Diungkapkan pendidikan rumahan memiliki skor lebih tinggi 15 to 30 persen point mengungguli sekolah negeri. Apalagi dari suku minoritas mempunyai skor 23 to 42 persen lebih tinggi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun