Mohon tunggu...
Iwan Murtiono
Iwan Murtiono Mohon Tunggu... Lainnya - Google-YouTube project contractor

Pembela hak asasi dan demokrasi dengan bias sebagai orang Indonesia dalam memakai kacamata untuk melihat dunia, termasuk dalam memupuk demokrasi yang agak membingungkan antara demokrasi murni atau demokrasi a la Indonesia. Bahwa kita sering melihatnya dalam perspektif yang berbeda, karena demokrasi itu juga adalah sebuah karya kreatif dalam pembentukannya yang tidak pernah rampung, termasuk yang anti demokrasi juga tidak pernah lelah berusaha terus menguasai demi kepentingan sebagian kecil atau oligarki

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Gagal Kuasai Natuna China Kena Karma, Tinggal 6 mil Green Barret Masuk China

29 Mei 2024   03:29 Diperbarui: 30 Mei 2024   23:01 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Input sumber gambar CNN.com

Hubungan Indonesia dengan China telah ditandai oleh ketegangan atas klaim teritorial di Laut China Selatan, khususnya di sekitar Kepulauan Natuna. Mari kita selidiki masalah ini "i" dibantu dengan menggunakan editan Chat GPT:

Angkatan Laut gagal menjadi garda pendamping nelayan melaut. Kepulauan Natuna berada di Laut Natuna Utara Indonesia, sudah jadi langganan konflik sipil dan militer antara Indonesia dan China. Poin selanjutnya, Nelayan asli di wilayah ini kurang mendapatkan perlindungan dalam pekerjaannya mencari ikan karena menjadi subyek pelanggaran 9 dash miles di perairan mereka sendiri, dan pemerintah lebih mementingkan menjaga investasi China. Demikian juga pendampingan nelayan kecil oleh angkatan laut tidak sepadan dengan perlindungan nelayan Vietnam yang dikawal coast guard Vietnam  begitu juga dengan nelayan Cina, dan Filipina

Hak ZEE Indonesia yang secara legal diterapakan  pada daerah tangkapan ikan Natuna, menurut GPS menjadi bersinggungan dengan wilayah klaim 9 dash mile China. Karena it, Kapal nelayan bersama coast guard Tiongkok bahu membahu sering dikerahkan ke perairan Natuna berulang kali dalam pengertian tentara pangkat rendah yang hanya nekat mengamankan batas zona ekonomi mereka, padahal ilegal menurut hukum laut internsional yang sudah diputus tahun 2016. Kenekatan dan heroisme ini rupanya tidak menginspirasi atau tidak pernah ditiru oleh angkatan laut dalam membela dalam bentuk pendampingan nelayan di laut sebatas ZEE Indonesia. Inilah respon Indonesia yang meprihatinkan, Terlepas dari kebuntuan dan pertempuran laut di masa lalu, tanggapan Indonesia terhadap perambahan Tiongkok yang berkelanjutan relatif apatis bisu atau inaction, padahal kita punya menteri pertahanan yang galak terhadap mahasiswa, tetapi mengapa menjadi impoten terus dalam memberikan rasa kedaulatan perairan Indonesia Raya?

Banyak yang mengaku sebagai ahli analis mengaitkan hal ini dengan tindakan penyeimbangan yang rumit antara masalah domestik, ambisi geopolitik, dan sikap kebijakan luar negeri non-blok Indonesia yang sudah berlangsung lama. Padahal kalau kita cermati ini sebetulnya gerakan atau hasil move cyber army China yang terus menggaungkan kekawatiran kalau dikaitkan dengan volume perdagangan atau fulus. Terbukti dengan fakta bukan propaganda China bahwa meskipun Tiongkok dan Indonesia tidak mempersengketakan kedaulatan teritorial secara langsung, mereka memiliki klaim tumpang tindih atas hak dan kepentingan maritim di wilayah tertentu di Laut Cina Selatan. Dan komunike terakhirpernyataan China adalah berharap Indonesia tetap tenang dan menghindari meningkatnya ketegangan, seperti biasanya klise pernyataan PLA pada umumnya. Lebih dalam dikaitkan lagi dengan tingkat ketergantungan pada China yang kita tahu semua hanya propaganda buktinya Filipina yang teritorialnya kecil saja punya volume perdagangan yang hampir sama dan tidak takut melawan kesewenangan nelayan sipil dan coast guard China. Jadi sikap Indonesia terhadap konflik China-Taiwan juga mencerminkan ketergantungannya pada China sebagai mitra dagang terdekat dan terbesarnya, pasti salah besar, dan perlu dikoreksi lagi dengan data atau fakta Filipina dan pernyataan China tadi 

Yang memprihatinkan karena menunjukkan keseganan dan keengganan yang berlebihan dan salah besar adalah selama pertemuan para menteri luar negeri ASEAN, Indonesia menghindari kesan atau pernyataan yang mengisyaratkan penolakan klaim China atas Taiwan, terus apa signifikansi dari sikap salah seperti ini, katakan benar bila benar dan teruslah maju pantang mundur. Jadi opsi kemerdekaan, membela yang benar dan ikut i aktif menjaga perdamaian haruslah teguh terus dipertahankan sampai detik darah penghabisan, menurut para pendiri RI yang menuangkannya dalam konstitusi danmalah ditularkan Bung Karno dalam pidato di PBB.

Coba seandainya Indonesia ikut dalam aliansi negara kawasan yang sudah ada untuk show of force dan bisa ikut menghantui angkatan laut China bersama dengan Amerika yang jelas hanya mau mengakui garis batas 12 mil, yang mungkin konflik dengan kemauan ZEE, zona ekonomi eksklusif. Atau coba ikut aliansi dengan Jepang atau Australia dan India saja kalau takut dikatakan rakyatnya bahwa memakai kekuatan Amerika seperti menjadi "antek negara adidaya", karena lebih banyak memilih "jadi antek China". Mengingat banyak kecurigaan pada Amerika, sehingga kata Mitra bisa diterjemahkan jadi Antek. 

Melihat kasus Filipina yang terang terangan dengan tegas menentang caplokan beberapa pulaunya bahkan minta Amerika untuk ikut memelihara perbatasan Filipina dan kedaulatan setiap pulau milik Filipina yang ternyata tidak menurunkan volume perdagangan dengan China sama sekali. Maka lebih jauh apakah perlu memikirkan bagaimana menjaga perasaan Xi? Apakah perlu juga menutup mata atas pelanggaran perbatasan. Apakah dengan demikian akan segera melambungkan nilai perdagangan yang stabil senilai 67B. Berarti tidak ada efek balas budi dari pedagang tulen Xi Jinping yang hanya menghitung barang dagangan saja, tanpa menghitung harga sebuah kepulauan Natuna.  Dibandingkan dengan Marcos yang mengajak Amerika ikut mempertahankan teritori Filipina dengan pangkalan militer Amerika ternyata nilai perekonomian dengan china nilainya mirip, atau stabil di angka yang terus progresif juga yaitu senilai $53B.  

Untuk sementara kita perlu memikirkan, siapakah yang bergerilya menjadi antek Xi, dengan menghembuskan isu "takut investor China akan lari" kalau minta Amerika berpatroli di Spratly-Natuna? Siapa saja yang suka menghembuskan isu isu sampah seperti ini yang hanya menuruti agan mata mata China, supaya kasus kepulauan Natuna dilemesin saja. Sebentar lagi Juni ini adalah hari lahirnya Pancasila dan Agustus adalah hari raya dirgahayu Republik Indonesia yang mempunyai kedaulatan utuh atas kepulauan Natuna dan laut Natuna sekaligus yang ikannya hanya boleh di ambil oleh Nelayan pemilik republik ini, juga yang hanya boleh dipatroli oleh Angkatan Laut RI saja, atau kapal lain yang sudah mendapat ijin resmi. Ayo kita tegakkan kedaulatan RI atas semua pulau pulau yang kita miliki dari darah kemerdekaan dan pahlawan yang mengorbankan nyawa dengan harapan tidak disia siakan. Rebut kembali dan pertahankan ibu pertiwi kata pahlawan terakhir yang meninggalkan kita dengan negara yang harusnya adil dan beradab, semoga Indonesia bisa tanpa hanya menjadi slogan emas kampanye bohong isapan jempol belaka

Kesimpulannya, Indonesia mempunyai opsi dalam menghadapi situasi pertahanan teritorial dan ada bukti cara menjaga batas yang menurut hukum internasional. Ditambah dengan pengertian akan pola pikir Xi Jinping yang jelas dapat dipakai dalam mengelola klaim teritorial. Sedangkan terbukti kekhawatiran rusaknya hubungan ekonomi adalah tidak benar. Penempatan kepentingan geo-politik-nya vis-à-vis China harus benar dan jelas. Kepulauan Natuna tetap menjadi titik kritis pertikaian kalau berlarut larut tidak segera mencari deterent force, dan Indonesia harus melindungi dan memberdayakan tantangan navigasi semua kapal nelayan dengan berani karena benar menurut keputusan ICJ 2016. Ayo kita membiasakan menyenyi lagi Maju tak gentar, Membela yang Benar

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun