Di akhir doanya, Tuhan menawarkan pelukan kepada tokoh aku. Selanjutnya Ia memerintah. “Doamu tak akan cukup. Pergilah dan wartakanlah pelukanKu. Agama sedang kedinginan dan kesepian. Ia membutuhkan pelukanmu.” Doa dan sedekah kita tak pernah cukup, tanpa keberpihakan pada yang lain. Doa yang rajin, sedekah yang rutin, dan puasa yang padat, bukan takaran iman seseorang. Iman sekalipun merupakan pilihan pribadi, pada akhirnya harus memiliki dampak sosial. Tidak ada iman yang mengabaikan dimensi sosial dalam kehidupan beragama yang sejati.
Saya ragu, apakah Tuhan menerima doa dari mulut orang beragama yang sekaligus mengucapkan pujian kepadaNya dan cacian kepada sesama? Apakah Tuhan masih menerima sedekah yang disumbangkan dari tangan orang beriman, sementara lengan yang sama digunakan untuk mengacungkan parang dan meneriakan perang melawan sesama?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H