Mohon tunggu...
Iwan Setiawan
Iwan Setiawan Mohon Tunggu... Guru - Menulis untuk Indonesia

Pustakawan, dan bergiat di pendidikan nonformal.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Cara Sekolah Kami Menanamkan Rasa Empati

8 Juni 2023   14:07 Diperbarui: 8 Juni 2023   14:14 425
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Berpose bersama "orang tua angkat" (dok. Smuth official)

Para murid kami memanfaatkan waktu luang ini dengan mengadakan beragam lomba untuk anak-anak. Maka berkumpulah mereka di lapangan voli. Mereka membentangkan tali, menyusun lintasan lomba, serta menyediakan sarana lomba yang lain. Tak lama berselang berduyun-duyun warga desa dating ke tempat lomba. Mereka menuntun anak-anak dengan wajah gembira. Derai tawa serta suara percakapan seketika pecah, terdengar meriah di sekeliling arena.

Pada lomba balap kerupuk, telah bersiap Btari dan Syifa. Mereka kebagian tugas sebagai fasilitator lomba. Keduanya mengarahkan empat anak yang menjadi peserta. Agung yang berbadan gemuk kalah lincah dari Aang di sebelahnya. Ia kesulitan menyambar kerupuk yang menggantung pada bentangan tali. Setiap mulutnya mendekati kerupuk, Syifa mengayun tali sehingga kerupuk tak kunjung ia gigit. Dua peserta yang lain, Iim dan Dian mengalami kesulitan yang sama. Lomba dimenangi oleh Aang.  

Lomba yang lebih meriah berlangsung di arena estafet sarung. Lomba ini diikuti kelompok usia remaja, dan digawangi oleh Nayla dan Sylvia. Empat regu peserta telah bersiap, menunggu aba-aba dari panitia. Engkus kebagian peran sebagai starter. Ia memasukan kain sarung melewati badan jangkungnya dan berhasil. Rekannya, Yadi menyambung dengan gerakan tak kalah cepat. Namun ia sedikit kesulitan karena ke dua tangannya tak boleh terlepas dari genggaman dua rekannya. Keringat bercucuran, ia pun berhasil menyeberangkan kain sarung melewati tubuhnya. Namun sebelum ia menyarungi rekannya yang lain, Agus, tiba-tiba terdengar sorakan meriah dan lengkingan peluit. Rupanya, regu yang lain telah lebih dulu berhasil menyelesaikan lomba.

Yang tak kalah seru adalah lomba berburu harta karun. Harta yang diburu berupa koin-koin uang yang ditimbun tepung terigu. Peserta diharuskan mengumpulkan koin sebanyak mungkin, adapun "alat" yang mesti mereka pergunakan adalah mulut. Mereka mesti memungut koin dengan mulut, tidak boleh sama sekali menggunakan tangan.

Maka pecahlah tawa warga desa menyaksikan anak-anak mereka beraksi. Wajah kanak-kanak yang polos dipenuhi tepung. Wajah-wajah mereka seperti tak lagi dikenali. Hanya tersisa bulatan dua bola mata dan mulut penuh tepung dari wajah itu.

Setelah berlangsung tiga hari, kegiatan kami berakhir. Kami pun berpamitan kepada para orang tua angkat. Rasa haru mengiringi perpisahan kami. Para orang tua angkat pun mengalami hal yang sama. Mereka berusaha menutupi kesedihan. Membendung linangan air yang menyelinap pada indra penglihatan mereka.

Kegiatan ini membawa kesan yang dalam bagi kami. Menjadi sosok yang berbeda memang tidak mudah. Hal ini mengajari kami untuk senantiasa menumbuhkan empati pada diri kami. Menghargai orang lain dengan kerendahan hati.
     

 
 
 

 
 

 
 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun