Mohon tunggu...
Iwan Setiawan
Iwan Setiawan Mohon Tunggu... Guru - Menulis untuk Indonesia

Pustakawan, dan bergiat di pendidikan nonformal.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cinta yang Sekadar Lewat

18 November 2022   15:16 Diperbarui: 18 November 2022   15:21 295
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pagi itu kami bersiap untuk pergi. Minibus milik ayah telah dipersiapkannya sedari sore. Bingkisan aneka buah, pisang bolen, batagor dan beragam keripik oleh-oleh Bandung pun telah tersusun di baris belakang mobil. Ibu dan Ayah berdandan rapi. Mengenakan busana seperti yang biasa dipakai saat kondangan.

Perjalanan Bandung -- Sukabumi pun kami mulai jalani. Aku duduk di kursi pengemudi. Di sampingku duduk Amira, adik semata wayangku. Sedang Ayah dan ibu di baris kedua. Rute antarkota itu kurasakan sedikit lama. Bukan karena terjebak kemacetan di jalan, melainkan karena hatiku tak sabar untuk mempertemukan sang juwita pada kedua orang tuaku.

"Baiklah kita ambil tanggal 21 di bulan September", kata ibunda Lany menyudahi rapat kecil siang itu. Hari baik yang telah disepakati kedua keluarga. Hari dilangsungkannya pernikahan kami. Saat itu juga telah ditentukan tempat berikut konsep pernikahan yang akan dilangsungkan. Satu langkah telah diambil, gumamku. Kami bertolak kembali ke Bandung. Temaram lampu jalan tersapu oleh sinar terang yang memancar dari pandanganku. Terpancar dari hatiku yang teramat bungah.

Persiapan jelang pernikahan kami jalani. Aku dan Lany telah usai mengumpulkan aneka hal bekal hantaran pernikahan. Ibu mengemasnya dengan indah. Ia menyambangi gerai-gerai penyedia jasa hantaran yang bertebaran di kota kami.

Hari pernikahan semakin dekat. Ibu tak henti melihat dan melihat kembali daftar nama tetangga, kenalan dan kerabat yang akan diundang. Ayah mempersiapkan akomodasi dengan cermat. Ayah telah memesan dua bis yang bakal mengantar tetamu undangan nanti. Keduanya dilanda euphoria, tak sabar ingin segera mengantarku. Anak sulungnya menjemput masa depan. Memulai hidup yang baru.

"Aa, bisa kita bicara?", begitu pesan WA dari Lany. Aku tak merasakan perasaan yang aneh. Pesan Lany selalu begitu. Pesan yang menyiratkan keinginan agar aku memberi perhatian penuh kepadanya. Aku pun menyambut permintaannya dengan riang.

Bagai tersambar petir di siang bolong, aku kaget mendengar gadis itu bercerita. Ia ternyata menyimpan misteri yang tak mampu kuraba. Misteri berwujud masa lalu yang masih menawannya. Ia tak bisa lepas, lari menjauh darinya. Lany pun menyerah kalah. Ia tak kuasa berdamai dengan masa lalu itu. Satu hal yang ia coba jalani selama ini.

Aku tak ingin larut ke dalamnya. Aku tak ingin jadi bagian dari ketertawanan itu.  Tapi aku tak bisa melepas Lany. Hatiku berat untuk mengoyak cinta yang coba kubangun selama ini. Aku terombang ambing perasaan. Aku dihimpit beban yang maha berat.

Berat rasanya menyampaikan hal ini pada kedua orang tuaku. Pernikahan kami yang tinggal menghitung hari menemui hambatan seperti ini. Aku mesti mengambil keputusan. Menunda menyampaikan hal ini hanya akan menjadi bom waktu yang akan meledak suatu saat nanti.

" Fakhri mohon maaf, Ibu, Ayah"

"Pernikahan itu batal"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun