Mengambil pelajaran dari raibnya Roki, kami membenahi sekat pembatas. Kami membuatnya lebih tinggi. Dengan "benteng" yang lebih tinggi, kami berharap hal yang sama tidak terjadi pada Arnol. Tak mudah baginya memanjat melewati sekat dengan memanggul "rumah" di punggungnya. Kami juga memberinya pakan lebih banyak. Kami pikir, banyak makan akan membuat kura-kura berkuping merah ini sedikit lamban bergerak.
Yang kedua, kami memburu kawanan tikus. Binatang pemangsa ini kami persempit ruang geraknya dengan menutup lubang yang berpotensi menjadi jalan keluar-masuknya. Dan cara legendaris pun kami terapkan: memasang perangkap tikus. Kami berharap tikus-tikus yang berkeliaran tidak secerdik tokoh Jery dalam serial "Tom and Jery", yang selalu dapat berkelit dari berbagai jebakan.
Sejak kepergian Roki, Arnol hidup sendiri. Kami tak memberinya kawan baru. Kami memahami bila Arnol merasa kesepian. Untuk menghiburnya, kami sempatkan diri untuk sering bermain-main dengannya. Tiap memberi makan, bila memiliki waktu senggang kami menyuapinya. Arnol terlihat riang. Ia selalu menyambar makanan dari tangan kami.
Kebersamaan dengan Arnol telah belasan tahun. Waktu yang panjang membuat kami merasa bila Ia seperti keluarga. Ia anggota keluarga tambahan dengan tubuh kate. Kami memperlakukannya dengan penuh rasa sayang. Di saat tertentu saat kami meninggalkan rumah seperti waktu mudik Lebaran, ia kami bawa serta.
Di perjalanan, Ia "duduk" dengan tenang. Tak kalah riang dari anggota keluarga yang lain. "Kecibak, kecibuk", suara air kerap terdengar dari kursi belakang. Rupanya ia ingin menimpali, "nimbrung" dalam obrolan kami. Ia menepuk-nepuk air dalam ember yang ditempatinya. Ia bersuara lewat ayunan tangannya.Â
Â
  Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H