Saat Ibu datang, sang pelayan menghampiri. Ia menyampaikan kealpaannya itu. Tanpa banyak berkata, Ibu mengembalikan sejumlah uang talangan sang operator kassa. Dan seperti biasa, rona wajah pekerja pasar swalayan itu kembali cerah.
Di tempat yang berbeda, Ibu dikenal baik oleh para pelayan toko busana anak. Ibu kerap datang ke toko ini untuk berbelanja baju dan pernak-pernik busana anak dan bayi. Kebiasaan Ibu sejak lama memberi hadiah kepada bayi yang lahir atau kanak-kanak kenalannya yang berulang tahun. Bila kabar kelahiran mereka terdengar, Â tak lama Ibu menyiapkan kado sebagai hadiah.
Saat ibu berbelanja di suatu hari, mendadak seorang pelayan mendekat. Dengan malu-malu ia mengutarakan kesulitan keuangan untuk menyekolahkan anaknya. Serta merta, Ibu menuliskan alamat rumahnya di secarik kertas. Ibu mengundangnya untuk datang bersama anak yang hendak melanjutkan sekolah itu. Tak terperi kebahagiaan yang ia alami. Rona mukanya menyiratkan hal ini.
*
Usia Ibu bertambah renta. Lazimnya orang seusia Ibu menderita sejumlah penyakit. Penyakit ketuaan orang menyebutnya. Pun begitu dengan Ibu. Langkah kaki Ibu pun jadi terbatas. Ibu tak lagi pergi berbelanja. Ibu tak sekerap dulu menyapa para pelayan toko yang ia perlakukan sebagai sahabat-sahabat mudanya.
Satu hari di bulan Maret, aku mengunjungi toko busana anak itu. Dengan tatap penuh tanya mereka menanyakan Ibu. Mengapa Ibu tidak datang berbelanja? Aku pun menjawab bila Ibu telah pergi menghadap Sang Pencipta. Seketika suasana toko pun meredup. Para pelayan bersedih. Sebagian dari mereka terisak. Lampu-lampu dengan sinarnya yang lembut itu pun bagai cahaya lilin. Sinarnya seperti terhalang oleh tabir bernama duka.
Kepergian Ibu banyak ditangisi. Kepergian Ibu meninggalkan kenangan. Kenangan indah yang melekat kuat di setiap hati mereka yang mengenalnya. Kebaikan Ibulah kenangan indah itu.
mengenang kakak tersayang, E.K