Mohon tunggu...
Iwan Setiawan
Iwan Setiawan Mohon Tunggu... Guru - Menulis untuk Indonesia

Pustakawan, dan bergiat di pendidikan nonformal.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Bendera Pink

15 Juni 2020   15:14 Diperbarui: 26 Juni 2020   19:26 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Source: SexualAlpha

Buku ini berjudul Mars and Venus in the Bedroom. Satu bab dalam buku ini kubaca tempo hari. Bab yang mengupas topik tentang keterampilan di kamar untuk mencapai hubungan seks yang istimewa. Kubaca lembar demi lembar. Kucerna isinya dan kubayangkan untuk segera mengamalkannya.

Seks yang istimewa adalah hubungan yang mengingatkan pria maupun wanita akan kasih sayang yang lembut dan luhur. Inilah hal yang menyatukan mereka, demikian tertulis di sana. Aku ingin segera pulang untuk memperlakukan istriku dengan lembut. Aku akan membelai rambutnya yang panjang dan mengusap putih kulitnya di sekujur tubuh.

Saat yang kuidamkan itu tiba. Jarum jam telah bergeser dari angka dua belas. Penghuni rumah telah terlelap. Mereka tenggelam dalam mimpi masing-masing. Aku mengirim isyarat tangan level paling tinggi kepada istriku yang ia sambut dengan anggukan mesra. Kami bersama membawa lipatan bendera perang. Tak lama, bendera itu akan kami kibarkan.

Pintu kamar pun kututup rapat. Aku menguncinnya dengan gerakan lembut. Seteguk air sedikit meredakan nafasku yang menderu. Seperti orang lanjut usia menaiki tangga, begitu jantungku berdegup demi melihat istriku yang tengah menyisir rambut panjangnya. Aku membelainya, lembut sebagaimana uraian buku yang kubaca.

Kukecup keningnya sambil kusibak rambutnya. Istriku terpejam, tangannya melilit di pinggangku. Kubisikan kata sayang. Ia membalasnya dibarengi senyum kecil. Senyuman yang terukir dari sepasang bibir berlumur gincu tipis. Kurasakan dunia demikian damai. Kuremas lembut tangannya, kuajak ia mengibarkan bendera kemesraan, handuk pink itu.

Jarum jam menyaksikan dari jauh. Gerakannya seakan melambat. Seolah tak ingin melewatkan detik demi detik kebersamaan kami. Tiba-tiba, "peett" suara aliran lsitrik yang terhenti. Lampu tidur yang menempel di dinding pun padam.

"Tok...tok...tok" suara pintu diketuk.

Si kecil berlari menyongsong ibunya. Ia tak ingin tidur di kamarnya yang gulita. Aku pun perlahan menurunkan bendera perang kami.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun