Mohon tunggu...
Iwan Setiawan
Iwan Setiawan Mohon Tunggu... Guru - Menulis untuk Indonesia

Pustakawan, dan bergiat di pendidikan nonformal.

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Kesan Tak Biasa dari Lebaran yang Hening

24 Mei 2020   13:39 Diperbarui: 24 Mei 2020   13:30 354
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo: instagram @ilmanrakhmat

Di pagi hari Lebaran suasana begitu meriah. Gema takbir terdengar dari pelantang suara mesjid. Suara takbir seperti bersahutan. Bergema dari mesjid yang satu berbalas dari mesjid yang lain. 

Gang rumah kami dilalui para jemaah yang berjalan beriringan menuju mesjid terdekat. Meski tak seramai tahun yang lalu suara prcakapan dan langkah kaki mereka membawa suasana khas Lebaran.

Masyarakat di tempat kami tak seragam dalam menjalankan protokol penanggulangan wabah Covid-19. Warga menjalaninya dengan pemahaman masing-masing. 

Beberapa tetangga kami tetap menjalankan peribadatannya di mesjid seperti dalam keadaan normal. Sebagian yang lain menjalankan instruksi pemerintah dengan ketat. Dalam beribadah, kelompok warga ini menjalaninya di rumah.

Meski berbeda dalam pelaksanaan beribadah, kedua kelompok ini tetap akur. Kami tidak saling menyalahkan sikap masing-masing. Kami menghormati pilihan yang diambil. 

Saat pelaksanaan shalat sunah Idul Fitri pun, perbedaan sikap itu terlihat. Ada warga yang menjalaninya di mesjid, ada pula yang mendirikan shalat di rumah.

Saya melakukan Shalat Ied di rumah. Bersama anak-anak dan istri saya menyulap ruang tamu kami menjadi tempat shalat. Shalat pun didirikan. Lafaz takbir berkali-kali dalam shalat ini memecah keheningan suasana rumah. 

Suasana yang tercipta benar-benar baru. Untuk yang pertama ruang tamu kami menjadi tempat dilaksanakannya shalat yang dilakukan setahun sekali ini.

Usai memimpin shalat saya memberi sedikit ceramah. Bila dijalani secara kolosal, besar-besaran, di mesjid atau tanah lapang ceramah ini disebut khotbah. 

Khotbah adalah salah satu rukun pelaksanaan shalat Ied. Para penceramah atau khotib biasanya mengupas keutamaan hari Lebaran dengan menekankan pada makna bersilaturahmi.

Ceramah singkat yang saya bawakan mengambil tema yang sama. Kepada istri dan anak-anak, saya menyampaikan pentingnya kita untuk selalu bersyukur. 

Apa pun keadaan yang menimpa semestinya dijalani dengan rasa syukur. Suasana berbeda yang dijalani sehubungan dengan mewabahnya virus Corona, sudah sepantasnya bila kita menjalaninya dengan rasa syukur.

Rasa syukur berkaitan dengan wabah ini bukanlah rasa senang seseorang yang terhindar dari musibah sementara yang lain tidak. Bukanlah rasa gembira karena masih dapat bersenda gurau dengan keluarga sementara yang lain tidak. 

Rasa syukur yang perlu kita pahami adalah rasa syukur seperti yang dicontohkan oleh Nabi Ayub terhadap penyakitnya. Rasa syukur seperti yang diungkapkan oleh Imam Ali Zainal Abidin, salah satu cucu Nabi, "Bagaimana aku bisa bersyukur padamu Ya Rabi, sementara rasa syukurku memerlukan syukur lagi".

Di penghujung ceramah saya menyerukan anggota keluarga untuk memelihara tali silaturahmi. Menyambungkan perasaan kasih dan sayang. Islam mengajarkan pemeluknya untuk menjadi pembawa pesan perdamaian. Peristiwa tawuran yang berlangsung saat malam takbiran di satu tempat di Jakarta misalnya, sama sekali jauh dari nilai-nilai silaturahmi ini.

Lebaran tahun ini membawa kesan yang berbeda dari Lebaran tahun-tahun sebelumnya. Di tahun ini kita menjalani hari-hari sunyi. Kesunyian yang telah berlangsung bahkan sebelum bulan puasa bergulir. Di hari hari sunyi ini kita terpental dari keramaian hiruk pikuk dunia ke kehangatan keluarga. Segala hal kita jalani di rumah.

Dalam suasana hening kita mendapati arti kehidupan. Bahwa segala yang menimpa kita dalam hidup ini bukanlah datang tiba-tiba. Semua telah diatur, tertulis dalam ketentuan-Nya. Lebaran yang hening ini tak lain adalah ketetapan yang telah digariskan oleh Nya jua.

Suasana hening Lebaran membawa berkah berupa pengalaman baru. Tak semua orang, misalnya memperoleh kesempatan memimpin shalat Ied sekaligus menjadi khatib. Keadaan pagebluk Korona, saat ini telah melahirkan ribuan imam dan khatib baru di tengah keluarga masing-masing.

Menyertai aspek peribadatan, Lebaran hening kali ini menggirig kita ramai-ramai untuk menjalani silaturahmi secara virtual. Kita menemui orang tua, menghaturkan salam selamat dan meminta maaf lewat sambungan video. Begitu pun terhadap handai taulan dan karib kerabat. Lebaran tahun ini membawa kesan yang tidak biasa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun