"Jauh berjalan banyak dilihat, lama hidup banyak dirasai, orang yang banyak merantau banyak pula pengalaman/pengetahuan."
Kata-kata bijak di atas membuat aku merasakan pengalaman lebih penting daripada harta. Kali ini  langkah kakiku membawa aku ke Pulau Nias, Sumatra Utara. Sebuah pulau yang terletak di ujung barat Indonesia. Bagi yang hendak berlibur ke tempatku, dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta ke Bandara Internasional Kualanamu, Medan dengan durasi waktu sekitar 2,5-3 jam. Kemudian dilanjutkan dengan menggunakan pesawat terbang Wings Air IW 1261 jenis ATR, dari Bandara Internasional Kualanamu menuju Bandar Udara Binaka dengan menempuh  waktu kurang lebih 1 jam, harga tiket pesawat 800-1 juta.
Meskipun harga tiket pesawat yang lumayan tinggi untuk berkunjung ke tempat tinggalku. Tenang, semua akan terbayarkan dengan keindahan alam; Gunung Lolomatua (Nias Selatan), Danau Megoto (Nias Utara),dan  keindahan Pulau Asu (Nias Barat), dll.
Pantai-pantai yang masih natural; Pantai Pasir Merah dan Pantai Tureloto (Nias Utara), Air Terjun Humogo (Kota Gunungsitoli), Pantai Sorake dan Lagundri yang terkenal akan spot surfing (Nias Selatan).
Peninggalan peradaban masyarakat Nias di masa lalu; Tetegowe dan Boronadu di Gomo (Nias Selatan) dan Museum Pusaka Nias (Kota Gunungsitoli). Jenis-jenis wisata di kampung halamanku lumayan banyakkan. Bagi yang ingin berlibur tidak rugi untuk berkunjung ke kampung halaman saya. Tapi yang perlu diingat ya.. butuh waktu 1 minggu baru puas mengelilingi Pulau Nias, bisa dikatakan wilayah pulau tempat aku tinggal lumayan luas.
Situs Megalitikum Tetegowe
Untuk sekarang ini, aku akan menceritakan sebuah situs megalitikum Tetegowe. Menurut aku yang baru pertama kali berkunjung ke situs, bisa aku katakana situs ini unik dan membuat aku merinding. Daripada panjang lebar, aku akan sedikit menceritakan tentang situs mengalitikum yang baru aku kunjungi beberapa minggu yang lalu.
Nama situs mengalitikum ini adalah Tetegowe terletak di desa Tetegowe, Kecamatan Sidua Ori Kabupaten Nias Selatan. Menurut cerita masyarakat yang ada disana sekitar 500 tahun yang lalu Tetegowe adalah sebuah perkampungan adat, tapi 100 tahun lalu kampung ini ditinggal oleh para masyarakat karena musim kemarau yang berkepanjangan, sehingga masyarakat berpencar dan mencari tempat yang dekat dengan sumber mata air.
Bagi yang ingin penasaran berkunjung ke Tetegowe dari Bandar Udara Binaka, Gunungsitoli sekitar 2,5-3 jam kearah selatan lalu sampai Kecamatan Lahusa belok kanan ke arah Kecamatan Gomo. Pada umumnya jalan menuju situs megalitikum ini lumayan bagus walaupun ada sedikit yang berlubang-lubang.
Untuk bisa sampai dan melihat situs ini, terlebih dahulu harus berjalan kaki sekitar setengah jam dan keadaan jalan agak sedikit menanjak. Yah, hitung-hitung buat olahraga. Â Beruntung pada saat kami kesana, lagi cuaca cerah.
Seperti Batu Behu, batu yang berdiri seperti tugu, yang menandai  sudah pernah membuat pesta besar-besaran. Sedangkan batu yang menyerupai meja berbentuk bundar merupakan tempat untuk menari untuk pesta. Sementara batu menyerupai meja berbentuk berbentuk persegi untuk raja duduk, sedangkan peserta rapat duduk dibawahnya. Di bawah meja terdapat semacam gua yang berfungsi sebagai penjara untuk seseorang yang telah membunuh, mencuri, atau memperkosa.
Cerita unik tapi nyata
Saat berkunjung kesana ada sebuah cerita masyarakat lokal yang kebetulan berada di sekitar area situs. "Bang, aku punya tengkorak manusia lo di rumah". Aku terkejut "Dapat darimana dek?". Dapat dari sini bang sambil menunjukan jurang yang berada di bawah situs. Kemudian, ia melanjutkan ceritanya, pada masa lalu bang pada saat ada seseorang ada yang mencuri atau memperkosa seseorang. Maka, warga kampung  memasukan orang yang telah bersalah tersebut ke dalam lubang yang berbentuk persegi empat yang lumayan kecil yang diatasnya terdapat dua meja bundar.
Kemudian, para tetua adat yang duduk dibagian atas memutuskan hukuman yang akan diputuskan kepada orang yang telah bersalah tersebut. Seandainya, hukuman yang diputuskan adalah kepala tersangka dipenggal. Ia kemudian digiring ke sebuah batu yang berbentuk segitiga runcing dan kepalanya dimasukan ke dalam. Lalu Algojo akan mengeksekusi orang tersebut. Kepala yang telah terpisah dengan badan, kemudian di buang ke dalam jurang.
Ayo datang, bagi masyarakat Nias, Gomo adalah tempat asal mula masyarakat nias yang pertama di Pulau Nias.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H