Mohon tunggu...
Febriwan Harefa
Febriwan Harefa Mohon Tunggu... Guru - Seorang tenaga pendidik

Membaca, Menulis, Travelling adalah aktivitas yang tidak bisa dipisahkan. Aktifitas setiap hari adalah sebagai tenaga pengajar.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pak Menteri Harus Memperhatikan Dampak Full Day School bagi Para Guru

9 Agustus 2016   11:04 Diperbarui: 9 Agustus 2016   11:10 585
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber foto: satuan pendidikan.tik

Setiap berganti Menteri pasti ada saja kebijakan yang kontroversi. Begitu juga dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy sekarang ini. Pak Menteri menggagas sebuah kebijakan yang bernama sistem “full day school” untuk pendidikan dasar (SD dan SMP), baik negeri maupun swasta. Alasan Pak Menteri Muhadjir Effendy menggagas kebijakan ini adalah agar anak tidak sendiri ketika orangtua mereka masih bekerja, membuat mental anak-anak  terbentuk, dan para siswa tidak berkeliaran dimana-mana setelah jam pulang sekolah.

Kebijakan Pak Menteri yang baru ini menurut saya sangat bagus karena tujuan kebijakan ini sangatlah mulia dalam pembentukan kepribadian anak. Walaupun demikian Pak Menteri dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan harus memperhatikan beberapa dampak dari sistem “full day school”. Beberapa yang harus diperhatikan oleh Pak Menteri, terkhususnya bagi para tenaga pengajar adalah:

Kesehatan Dan Mental Guru

Ada kalimat satu kalimat yang tenar diantara para roker yaitu roker juga manusia. Begitu juga guru juga manusia.

Pak Menteri harus memperhatikan kesehatan dan mental Para Guru. Seseorang guru bukan seperti pegawai pabrik yang bekerja banyak menggunakan otot dibandingkan otak. Saya masih ingat Ibu saya sebelum kesekolah harus mempersiapkan materi. Setelah itu sampai disekolah. Dia bertemu dengan berbagai karakter siswa yang berbeda-beda yang terkadang membuat ia stress. Selain itu ketika mengajar harus menggunakan intonasi yang keras dan lembut. Supanya para siswa mengerti apa yang ia hendak sampaikan. Terkadang juga karena mengajar selama 6 jam terus menerus dalam 1 hari membuat kerongkongannya kering dan akhirnya tidak bisa mengeluarkan suara secara maksimal.

Seandainya gagasan Pak Menteri Pendidikan dan Kebudayaan diterapkan di seluruh sekolah. Para guru akan stress menghadapi tingkah anak-anak. Selain itu kesehatan para guru terganggu. Mungkin bagi guru yang berumur 25 tahun-30 tahun berada di sekolah sampai pukul 17.00 tidak masalah. Tetapi bagi guru yang berusia diatas 50 tahun. Gagagasan Pak Menteri menjadi sebuah masalah buat mereka. Mereka akan terserang penyakit tulang, dll.

Gaji Para Guru

Bagi para guru yang mengajar di sekolah bertaraf nasional atau Internasional masalah gaji bukan menjadi masalah. Tetapi bagi para guru honorer yang mengajar di sekolah di daerah pedesaan. Hal ini menjadi sebuah masalah. Gaji yang mereka terima setiap bulannya hanya berkisar 1 juta (tergantung les tiap minggunya). Sementara para guru tersebut harus mengeluarkan uang bensin tiap bulannya, biaya kebutuhan pribadi dan biaya sekolah anak-anak  (bagi yang sudah berkeluarga).

Oleh karenanya untuk menutupi kebutuhan. Para guru honorer membuka kursus, atau kerja part-time menjadi tukang ojek bekerja ladang. Selain itu juga ada beberapa guru PNS yang sudah mengambil kredit uang di bank harus bekerja sambilan untuk menutupi kebutuhan keluarga setiap bulannya.

Seandainya kedepan gagasan Pak Menteri full day school diberlakukan. Maka akan sangat berdampak bagi kesejahteraan guru. Terkhususnya bagi para yang berada di pedesaan dan diluar Pulau Jawa. Yang membuat mereka tidak bekerja sampingan untuk menutupi kebutuhan mereka dan keluarganya.

Kualitas Para Guru

Yang harus diperhatikan oleh Pak Menteri beserta jajarannya dalam menerapkan full day school adalah kualitas guru. Ibu saya adalah seorang guru agama SD di luar pulau Jawa. Dengan waktu sekolah sekitar pukul 13.00 sekarang ini. Dia terkadang masih susah membagi waktu untuk mempersiapkan materi yang ia hendak sampaikan ke esokkan harinya. karena jarak dari rumah ke sekolah sekitar 40 km. Dia baru sampai di rumah sekitar 14.30 -15.00 wib. Setelah pulang sekolah ibu saya istirahat sekitar 30 menit – 60 menit.

Kemudian setelah itu pergi ke ladang untuk menanam sayur, cabe. Juga terkadang membabat rumput. Semuanya itu ia lakukan untuk sedikit menutupi kebutuhan keluarga kami. Maklum gajinya sebagai PNS golongan 2D sekitar 2,3 juta. Sementara kami 3 orang bersaudara kuliah semua, dan bapak saya hanya sebagai petani yang penghasilannya tidan menentu.

Kembali ke aktivitas ibu saya tadi. Pulang dari ladang sekitar pukul 19.00 malam. Kemudian setelah itu memasak dan mandi. Setelah selesai mandi dan makan malam. Dia terkadang karena kecapean langsung tidur.

Seandainya kebijakan Pak Menteri yang jam sekolah sampai pukul 17.00. Ibu saya baru pulang ke rumah sekitar 18.00-18.30. Otomatis ia tidak bisa keladang dan mencukupi kebutuhan kami setiap bulannya dan untuk dampak yang lebih jauh lagi kualitas dari tenaga pengajar akan sangat berkurang. Sebab tidak ada waktu lagi untuk mempersiapkan materi yang akan diajarkan ke esokkan harinya lagi.

Pasti setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh kementerian pasti ada pro dan kontra dan juga resiko dan manfaatnya. Tetapi bagaimana kementerian berusaha menekankan sekecil-kecilnya resiko dari kebijakan tersebut.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun