Mohon tunggu...
Ivory
Ivory Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Magister Psikologi Sains Ubaya

Mahasiswa Magister Psikologi Sains Ubaya

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Murid Menyontek: Salah Siapa?

22 Desember 2023   00:11 Diperbarui: 22 Desember 2023   00:26 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Murid Menyontek: Salah Siapa?

Baru-baru ini, berita berjudul "7 Peserta UTBK 2023 di USU Bertindak Curang dan Didiskualifikasi, Diduga Libatkan Sindikat Bimbel" yang dikutip dari Kompas.com (2023), membuat geger di kalangan pelajar. 

UTBK atau Ujian Tulis Berbasis Komputer adalah ujian yang dilakukan oleh calon mahasiswa baru yang ingin berkuliah di perguruan tinggi negeri, dan memiliki peminat yang sangat banyak sehingga seleksi berlangsung sangat ketat. 

Ketujuh calon mahasiswa tersebut membawa perangkat yang disembunyikan di badan mereka untuk mengambil gambar saat proses ujian berlangsung. Akibat dari perbuatan tersebut, para pelaku dilaporkan ke pihak yang berwajib. Mirisnya, perilaku curang bukan hanya terjadi di kalangan siswa, namun juga di kalangan pendidik. 

Desember 2023 ini, viral sebuah berita yang menyatakan bahwa Rektor Institut Agama Islam Negeri Ponorogo terbukti melakukan plagiarisme (Madurapers, 2023). 

Kasus serupa juga terjadi pada bulan Juni 2023, dikutip dari harianindo.co (2023), Rektor UIN Walisongo Semarang juga melakukan tindakan plagiarisme. Akibat dari perbuatannya, pelaku diberhentikan dari jabatannya sebagai rektor UIN Walisongo. 

Berita-berita ini sungguh membuat miris, sebab pemimpin tertinggi dari sebuah institusi pendidikan yang seharusnya memberikan contoh baik bagi para pelajar, malah melakukan hal yang tidak terpuji. Kecurangan akademik telah menjadi budaya pada dunia pendidikan Indonesia.


Apa itu menyontek?

Sebenarnya, perilaku menyontek merupakan fenomena yang sudah sangat umum terjadi dalam dunia pendidikan. Menurut Kamus Oxford, menyontek adalah perilaku tidak jujur untuk mendapatkan keuntungan, terutama dalam permainan, pertandingan, ujian, dan sebagainya. 

Menurut Fadillah (2019), perilaku menyontek termasuk perilaku tidak jujur, curang, dan menghalalkan semua cara untuk mendapatkan nilai yang baik. Menurut definisi di atas, maka perbuatan plagiarisme yang dilakukan oleh Rektor Universitas pada kutipan berita di atas juga termasuk salah satu bentuk perilaku menyontek. 

Menurut Asnawati (2023), plagiarisme yaitu pengambilan atau penjiplakan ide maupun karya orang lain tanpa mencantumkan nama pemilik karya atau tanpa izin dari pemiliknya.

Mengapa seseorang menyontek?
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Smith (1998) menemukan bahwa 44% anak-anak memulai perilaku menyontek sejak berada di kelas 1 SD, dan perilaku ini kerap kali berlangsung hingga ke tingkat pendidikan selanjutnya. 

Menurut Rational Choice Theory yang dikemukakan oleh Cornish & Clarke (1986), perilaku menyontek merupakan hasil dari keputusan yang diambil melalui pertimbangan rasional setelah melihat keuntungan dan kerugian dari semua alternatif yang ada. 

Menurut Andiwatir & Khakim (2019), perilaku menyontek bukan sifat bawaan individu, melainkan berasal dari hasil belajar atau hasil interaksi seseorang dengan lingkungannya. 

Lantas apa yang mendorong perilaku menyontek ini?
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Anitha & Sundaram (2021), beberapa alasan murid melakukan perilaku menyontek adalah karena ekspektasi orang tua, konformitas, dan juga persaingan yang ketat dalam mendapatkan nilai yang bagus. 

Sementara penelitian yang dilakukan oleh Bachore (2016) menyatakan bahwa alasan utama murid menyontek adalah karena tingkat kesulitan ujian yang terlalu tinggi, serta kurangnya waktu untuk mengerjakan ujian.

 Selain itu, ia mengatakan bahwa alasan lain murid menyontek adalah karena merasa tertekan untuk mendapatkan nilai yang bagus. Penelitian Davis et al. (1992) menemukan bahwa tekanan untuk mendapatkan nilai yang bagus merupakan alasan utama seseorang melakukan perilaku menyontek.

Mengapa banyak tekanan untuk mendapatkan nilai bagus?
Terdapat stigma dalam masyarakat kita bahwa murid yang memiliki nilai bagus di rapornya sama dengan murid pintar yang pasti akan memiliki masa depan yang sukses. 

Sebaliknya, murid yang memiliki nilai yang jelek pastilah murid bodoh yang masa depannya tidak terarah. Hal ini menyebabkan masih banyak orang tua yang merasa malu jika anaknya mendapatkan nilai yang jelek. 

Tidak dapat dipungkiri bahwa orang tua lah yang menjadi penyebab terbesar anak merasa tertekan untuk memiliki nilai yang bagus. Oleh karena itu, sangat penting bagi orang tua untuk memahami bahwa nilai bukanlah prediktor kesuksesan anak di masa depan.

Lantas, apakah murid menyontek adalah salah orang tua?
Tidak dapat dipungkiri bahwa orang tua yang sangat mementingkan nilai ujian disebabkan karena adanya stigma dalam masyarakat mengenai pentingnya nilai akademik murid, yang tak lain disebabkan oleh sistem pendidikan yang diterapkan di Indonesia.

Sistem pendidikan di Indonesia terlalu mengutamakan nilai sebagai prediktor utama dalam menentukan pemahaman siswa. "Ujian" menjadi sebuah kata yang menakutkan bagi murid. 

Seringkali, agar bisa lulus ujian, murid-murid hanya menghafalkan materi yang diujikan tanpa memahami materi tersebut. Hal ini mengakibatkan hilangnya tujuan pembelajaran yang sebenarnya. Murid-murid belajar dengan tujuan agar bisa lulus ujian dan mendapatkan nilai yang bagus, alih-alih untuk menambah pengetahuan mereka.

Sistem pendidikan ini juga telah mempengaruhi bagaimana guru mengajar. Guru di Indonesia diharapkan untuk mengajar sesuai dengan silabus yang telah disusun oleh sekolah berdasarkan standar pemerintah. 

Banyaknya materi yang harus diajarkan dan terbatasnya waktu mengajar menyebabkan guru seringkali tidak memiliki waktu yang cukup untuk memastikan bahwa murid telah memahami materi yang diajarkan. 

Ditambah lagi, jika murid gagal ujian, maka guru juga turut disalahkan dan dianggap tidak mampu mendidik muridnya. Hal ini menyebabkan, seringkali guru mengajar dengan tujuan agar murid bisa lulus ujian, alih-alih untuk mendidik, membimbing, membentuk karakter, ataupun mempersiapkan murid untuk terjun ke dalam masyarakat.

Lalu, apa solusinya?
Berdasarkan pembahasan di atas, selama sistem pendidikan dan stigma masyarakat di Indonesia tidak berubah, maka perilaku menyontek masih akan tetap menjadi hal yang tidak dapat dihindari dalam dunia pendidikan. Salah satu hal yang dapat dilakukan untuk mengubah hal ini adalah dengan perlahan mengubah pola pikir kita sendiri, terutama bagi orang tua dan pendidik. 

Kita harus sadar bahwa proses pembelajaran itu jauh lebih penting dari sekedar nilai atau hasil belajar. Jadi, murid menyontek bukanlah salah murid itu sendiri. Murid adalah hasil, tepatnya sebagai korban, dari sebuah sistem pembelajaran dan budaya yang keliru.

Pustaka Acuan
Andiwatir, A., & Khakim, A. (2019). Analisis perilaku menyontek dan rancangan perubahannya pada siswa smp. Intuisi, 11(2), 88--97.
Anitha, P., & Sundaram, S. (2021). Prevalence, types and reasons for academic dishonesty among college students. Journal of Studies in Social Sciences and Humanities, 7(1), 1--14.
Asnawati, A. (2023). Plagiarisme pada karya ilmiah mahasiswa semester akhir uin mataram tahun 2020-2021. Al-Ma mun Jurnal Kajian Kepustakawanan dan Informasi, 4(1), 65--80. https://doi.org/10.24090/jkki.v4i1.6813
Bachore, M. M. (2016). The nature, causes and practices of academic dishonesty/ cheating in higher education: The case of hawassa university. Journal of Education and Practice. 7(19), 14--20.
Cornish, D. B., & Clarke, R. V. G. (1986). The reasoning criminal: Rational choice perspectives on offending. Springer Verl.
Davis, S. F., Grover, C. A., Becker, A. H., & McGregor, L. N. (1992). Academic dishonesty: Prevalence, determinants, techniques, and punishments. Teaching of Psychology, 19(1), 16--20. https://doi.org/10.1207/s15328023top1901_3
Fadillah, A. (2019). Hubungan antara efikasi diri dengan perilaku menyontek pada mahasiswa. Psikoborneo: Jurnal Ilmiah Psikologi, 7(4), 657-664. https://doi.org/10.30872/psikoborneo.v7i4.4846
Hardiantoro, A., & Pratiwi, I. E. (2023, May 12). 7 peserta utbk 2023 di usu bertindak curang dan didiskualifikasi, diduga libatkan sindikat bimbel. Kompas.Com. https://www.kompas.com/tren/read/2023/05/12/141500465/7-peserta-utbk-2023-di-usu-bertindak-curang-dan-didiskualifikasi-diduga?page=all
Harianindo. (2023, December 1). Geger! Rektor iain ponorogo diduga lakukan tindakan plagiarisme. Harianindo. https://www.harianindo.co/read/geger-rektor-iain-ponorogo-diduga-lakukan-tindakan-plagiarisme
Madurapers. (2023, December 6). Skandal plagiarisme: Beredar artikel ilmiah rektor iain ponorogo terbukti plagiat. MaduraPers. https://madurapers.com/skandal-plagiarisme-beredar-artikel-ilmiah-rektor-iain-ponorogo- terbukti-plagiat-karya-evi-muafiah/
Smith, S. L. (1998). At what age do children start cheating? National Undergraduate Research Clearinghouse. http://www.webclearinghouse.net/volume/.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun