Kenaikan drastis ini tentulah karena banyaknya orang-orang berbondong-bondong membeli saham ANTM untuk mendapatkan keuntungan yang besar seperti investor lain dengan hanya membeli saham di harga yang sudah ditentukan oleh investor lama (PomPom) tanpa memerhatikan risiko-risiko lain. Mereka hanya mendepankan imbal hasil tanpa edukasi yang jelas tentang risikonya.Â
Tentunya hal ini sangatlah mengkhawartikan dan perlu untuk diatasi. Mereka (calon investor lokal di indonesia) tidaklah memperhatikan kemungkinan risiko-risiko yang mungkin akan terjadi ketika berinvestasi di saham.Â
Meskipun berinvestasi di saham sangatlah menggiurkan namun risiko tetaplah ada. Risiko tersebut bisa seperti Emiten yang bangkrut atau kena suspend, kerugian (Capital Loss), dan banyak lagi. Sehingga perlunya kesadaran akan budaya risiko di indonesia terutama ketika ingin berinvestasi di saham.Â
BUDAYA RISIKO
Menurut Embun Prowanta (ISO 31000) Budaya sadar risiko (Risk Culture) adalah nilai, kepercayaan, pengetahuan dan pemahaman tentang risiko yang dianut oleh sekelompok orang yang mempunyai tujuan yang sama. Â
Jadi, sadar risiko dapat disebut sebagai budaya ketika semua pihak yang terlibat dalam sebuah hal atau kegiatan memiliki keselarasan dalam memahami dan melaksanakan nilai, kepercayaan, dan pengetahuan tentang risiko.Â
Dalam kasus ini, budaya risiko haruslah ditumbuhdan dikembangkan pada pengetahuan mengenai risiko-risiko dalam berinvestasi di saham dan sadar akan terjadinya PomPom di lingkungan sekitar terutama di social media. Budaya sadar risiko berkembang sejalan dengan waktu dan beriringan dengan peristiwa-peristiwa yang mempengaruhi.Â
Sebelum menerapkan Budaya Sadar Risiko maka diperlukanlah pemAhaman mengenai Budaya Risiko itu sendiri agar dapat lebih memahami mengenai Budaya Risiko.
Pembangunan Budaya Risiko di Indonesia
Ketika kita ingin mengembangkan budaya sadar risiko di masyarakat, kita harus mengubah budaya itu menjadi budaya yang dilakukan berdasarkan kesadaran risiko.