Mohon tunggu...
Ivone Dwiratna
Ivone Dwiratna Mohon Tunggu... Wiraswasta - Seorang hamba TUHAN

Believe, Belajar, Bertindak

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menaklukkan Himalaya Demi Sebuah Janji

21 Juni 2018   01:46 Diperbarui: 21 Juni 2018   02:17 592
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Siang itu saya bertemu seorang Bapak yang khusus datang menemui saya dari sebuah kota di Jawa Tengah. Beliau orang yang ramah, sabar, sederhana dan welas asih. Saya melihat dia berbeda. Wajahnya bersinar, pemikir positif. Sebut saja namanya Pak Iwan. Perjumpaan kami singkat, tapi Pak Iwan mau berbagi kisahnya yang sangat menarik. Dari pembicaraan kami, bergulirlah kisahnya dan karena itu saya tertarik untuk menulisnya. Dan dengan seijin Pak Iwan, kisah ini saya tulis.

Pak Iwan memiliki almarhum Ayah yang sekitar sekian puluh tahun lalu didiagnosa dokter menderita kanker. Dengan dignosa seperti itu, Ayahnya seharusnya diobati secara intensif. Akan tetapi, almarhum memilih untuk berdamai dengan penyakitnya dan memilih untuk melawan sakitnya dengan hidup sehat dan baik, berpikir baik, bertindak baik dan semakin mendekatkan diri pada Tuhan sebagai caranya untuk diberi kesehatan dan panjang umur. Puji Tuhan, meski didiagnosa kanker, Beliau hidup sehat hingga akhir hayatnya dan meninggalnya juga bukan karena sakitnya.

Ada satu kisah menjelang akhir hidup sang Ayah, tanpa tahu apa yang akan terjadi dengan sang Ayah, selama 3 hari berturut-turut ayahnya meminta Pak Iwan untuk menemaninya.

Di hari itu, Pak Iwan diminta Ayahnya untuk menemaninya bekerja. Beliau sibuk bekerja didepan komputer dan Pak Iwan dengan setia duduk disampingnya. Hanya diam saja memperhatikan Ayahnya. Entah apa maksudnya, tapi dengan telaten Pak Iwan tetap disitu memperhatikan apa yang dikerjakan ayahnya.

Saat itu, tiba-tiba sang Ayah memecahkan kesunyian yang ada.

"Papa pengen ke situ.." kata sang Ayah

"Kemana Pa?" tanya Pak Iwan gelagapan dengan penuh kebingungan

Lalu Ayahnya menunjuk TV yang sedang menayangkan liputan mengenai pegunungan Himalaya.

"Oh, Papa pengen ke Himalaya?" tanya Pak Iwan

"Iya... suatu saat Papa pengen kesana" tukas sang Ayah

"Hmmm, jangan Papa.. Biar Nyo saja yang wakili Papa kesana.."

Lalu sang Ayah manggut-manggut dan tersenyum mendengar respon Pak Iwan.

Percakapan itu berlalu begitu saja dan Pak Iwan hanya menemani ayahnya bekerja di depan komputer saja seharian.

Esok harinya, sang Ayah minta ditemani makan enak. Kegiatan mereka seharian hanya keluar masuk resto dan kurang lebih ada 6 tempat makan yang mereka kunjungi hari itu. Dan di hari ketiga, ayah Pak Iwan seharian minta ditemani berbelanja baju. Ayahnya membeli pakaian, dari atas hingga bawah. Lengkap.

Tiga hari penuh Pak Iwan menemani ayahnya. Mengantarkan dan menuruti semua kemauan ayahnya tanpa tahu maksudnya, asal ayahnya senang. Tapi ternyata, setelah semuanya dipenuhi, keesokan harinya sang Ayah kondisinya drop dan masuk rumah sakit. Sedihnya, akhirnya sang Ayah meninggal dunia. Bukan karena penyakitnya, tapi karena usianya yang memang sudah sepuh.

Sepeninggal ayahnya, barulah Pak Iwan menyadari bahwa Ayahnya seperti telah mempersiapkan segalanya. Ia sangat bersyukur karena selama 3 hari itu telah memenuhi semua keinginan ayahnya. Tapi, Pak Iwan teringat satu hal.. Ia punya janji untuk ke Himalaya menggantikan ayahnya yang ingin kesana! Astaga, ia telah menjanjikannya. Bagaimanapun, janji adalah janji. Apalagi itu diucapkannya pada Ayah yang sangat ia kasihi dan itu 3 hari terakhir menjelang Ayahnya meninggal.

Tidak mudah untuk ke Himalaya. Sudah banyak cerita orang yang kesana akhirnya meninggal dunia. Himalaya medannya sangat berat dan suhunya sangat dingin hingga mencapai -44'C. Harus punya fisik yang prima, keberanian luar biasa dan perlu tangan Tuhan untuk bisa berhasil menaklukkan Himalaya. Sanggupkah ia??

Pak Iwan tidak menyerah. Akhirnya dia memutuskan untuk melatih dirinya. Ia lari, berenang, latihan beban, meditasi dan latihan-latihan lainnya. Ia lakukan latihan-latihan ini setiap hari, setiap pagi dan sore, selama berbulan-bulan menempa dirinya sampai hampir setahun lamanya. Setelah merasa cukup mempersiapkan fisik dan mentalnya, Pak Iwan akhirnya berangkat ke Himalaya.

Ia naik ke Himalaya bersama beberapa orang dalam rombongan sekitar 7 orang. Cukup lama ia bersama rombongan mendaki melalui medan yang sangat berat dan suhu yang ekstrim. Disana, oksigennya sangat sedikit. Satu kali tarikan nafas di Himalaya, hanya bisa mendapatkan saja oksigen yang diperoleh kalau bernafas di daerah lain. Itu pula yang menyebabkan mereka saat tidur bisa duduk tiba-tiba setiap 15 menit sekali lalu kembali ke posisi tidur lagi, sebagai reaksi atas kekurangan oksigen dalam tubuh mereka. Seperti kejang otot menurutnya.

Sebagai akibat dari semakin menipisnya kadar oksigen dalam tubuh, keluarlah darah dari hidung dan telinga Pak Iwan. Beberapa bagian dari jaringan tubuh juga sudah mulai tak terasa, seperti mati. Tapi Pak Iwan terus berusaha menaklukkan Himalaya. Yang paling menyedihkan, 2 orang dalam rombongannya sudah tidak mampu lagi melanjutkan perjalanan dan meninggal dunia. Mereka yang tersisapun sudah banyak mengalami halusinasi.

Rasa-rasanya sudah hampir tidak kuat........ Rasanya sudah tidak mampu lagi. Berbekal latihan meditasinya selama ini.. tekadnya yang kuat untuk memenuhi harapan almarhum ayahnya dan imannya pada Tuhan, Pak Iwan berusaha melawan halusinasi yang timbul...terus berusaha untuk sadar dan terus berjuang melanjutkan perjalanan dengan darah yang terus keluar dan mati rasa dibeberapa bagian. Hingga akhirnya, saat harapannya sudah sedemikian tipis, sang almarhum ayah tiba-tiba datang dan sepertinya mendorongnya, membantunya menuntaskan perjalanannya.

Semua ini seperti mimpi buruk. Benar-benar perjalanan yang mengandalkan iman dan tangan Tuhan. Jika tidak terus memelihara harapan, sulit rasanya bertahan dalam medan yang sangat berat. Puji Tuhan, Pak Iwan bersama robongannya berhasil menyelesaikan perjalanannya. Meskipun harus mengikhlaskan 2 orang teman seperjuangan yang harus menghadap Tuhan..

Lega rasanya.. tapi ini belum selesai. Masih ada akibat dari perjalanan itu. Ia masih harus berjuang untuk memulihkan kondisi tubuhnya akibat perjalanannya ke Himalaya. Setelahnya, Pak Iwan mudah menggigil. Bahkan, dalam ruangan yang bersuhu normal, Pak Iwan bisa menggigil kedinginan dansampai harus  berselimut dan berkaus kaki. Belum lagi ia harus berjuang untuk memulihkan jaringan tubuhnya yang rusak dan mati rasa akibat suhu yang terlalu dingin. Puji Tuhan, ia tidak harus kehilangan bagian tubuhnya akibat hal ini. Beberapa rekannya serombongan, harus merelakan kehilangan beberapa bagian tubuhnya... Ugh! Benar-benar perjalanan yang tidak mudah.

Berbulan-bulan ia berusaha memulihkan kondisi tubuhnya, bahkan saat bertemu saya, ia menceritakan jika masih ada bagian dari jarinya yang belum pulih benar. Ini sungguh satu hal yang sangat luar biasa. Cinta sang anak pada ayahnya... bagaimana ia ingin memenuhi janjinya.. Dan cara ia berusaha memenuhi janjinya pada sang ayah ini yang membuat saya hampir tak percaya. Melakukan hal yang tidak mudah dan hampir mustahil. Tapi ia berani mengambil langkah dan melaksanakan janjinya. Luar biasa..

Semoga kisah Pak Iwan ini dapat diambil hikmahnya, bagaimana penghormatan seorang anak terhadap ayah dan bagaimana seseorang berusaha keras untuk memenuhi janjinya.. Mudah-mudahan segala perjuangan Pak Iwan menjadikan sang almarhum Ayahnya di alam sana bangga dan atas perjuangan serta komitmennya mendapatkan berkah Tuhan...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun