Mohon tunggu...
Ivone Dwiratna
Ivone Dwiratna Mohon Tunggu... Wiraswasta - Seorang hamba TUHAN

Believe, Belajar, Bertindak

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Near Death Experience: 2 Jam Perjalanan Setelah Kematian

24 Juni 2016   07:50 Diperbarui: 24 Juni 2016   08:10 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Banyak hal yang dikejar manusia. Kita terlalu sibuk untuk mendengarkan, tak punya waktu untuk berhenti. Ada ambisi, ada cita-cita, ada kebutuhan dan ada perut yang lapar. Sepertinya berapapun yang kita dapat tak pernah cukup. Kehidupan mengikis habis apa yang kita kumpulkan. Apakah itu life style, penyakit, masalah, ambisi, keinginan, atau apapun itu namanya.

Tapi bagaimana jika kematian datang menghampiri kita? Adakah yang kita bawa dan menemani kita? Tidak ada satupun harta yang kita kumpulkan ikut kita bawa dalam alam kematian. Dan kabar baiknya, kita sendirian saat harus menghadapi kematian. Benar-benar sendiri... tak ada lagi teman reuni, kawan baik, keluarga tercinta, suami atau istri kita yang katanya sehidup semati itupun takkan bersama kita. Hanya amal ibadah kitalah yang menemani kita nantinya.

Banyak orang sedemikian serakahnya dalam kehidupan ini. Rela menghamba pada uang dan kekuasaan, terus saja merasa tak cukup dan menumpuk hartanya. Dengan keji menyakiti sesama, menghalalkan segala cara dan menjadikan orang lain sebagai obyek untuk memperkaya dan menguntungkan dirinya sendiri.

Saya dan anda adalah predator yang serakah. Omnivora yang rakus. Bagaimana kita akan sadar dan melepaskan diri dari kemelekatan akan segala hal yang duniawi? Ada banyak kejadian di dunia ini yang mungkin bisa kita jadikan cermin, kajian diri dan bahan kita berkontemplasi lalu memperbaiki diri. Seperti halnya kali ini, seorang Bapak yang memberikan kepada kita pengalaman hidupnya saat menghadapi kematian.

Kali ini aku bertemu dengan seorang Bapak sepuh.  Perawakannya sedang, kurus dan nampak sehat. Bicaranya teratur, tegas dan berapi-api. Sebut saja Pak Sw. Siapa sangka dengan kondisinya saat ini yang nampak sehat, ternyata dia tahun 2015 lalu baru saja pasang ring di jantungnya. Dan tidak tanggung-tanggung, 5 ring sekaligus.

Pak Sw cukup bandel dalam pola makan dan pola hidupnya. Dia masih makan apa saja tanpa pantangan dan masih minum kopi setiap harinya. Tidak berolahraga dan masih suka menyetir sendiri dari Sidoarjo ke Mojokerto, Semarang dan ke kota-kota lainnya. Ia hanya menjaga agar tidak terlalu capek dan menjaga fikirannya. Tidak boleh terlalu sedih, senang, marah atau khawatir. Ia bersyukur memiliki keluarga yang sangat mencintai dan memperhatikannya. Keempat anaknya pun sangat memperhatikannya. Secara ekonomipun ia tidak berkekurangan. Usaha rumah-rumah kos dan depotnya masih bisa jadi gantungan hidupnya di masa tua.

Melihat kondisinya, saya hampir tidak percaya jika didalam jantungnya sudah ada 5 ring.. Lalu Bapak ini mulai menceritakan bagaimana ia sakit, hingga dokter mengambil langkah dengan memasang ring di jantungnya. Kondisinya cukup baik sebenarnya saat itu. Dia melihat prosesnya di layar komputer. Dokter melakukan dengan rileks dan tidak membuatnya takut. Setelah ring pertama, dia masih tidak apa-apa. Tapi begitu ring kedua baru selesai dipasang, tiba-tiba saja ia tidak sadar. Kondisinya drop. Semua tanda-tanda vital menurun.

Tiba-tiba, ia seperti sedang berjalan tanpa pakaian. Umurnya seperti sekitar 15 tahunan. Ia hanya ternganga saja melihat alam yang begitu indah. Rumputnya hijau dan tebal sekali. Lembut dan empuk. Takjub sekali ia melihatnya, disentuhnya rumput tebal itu. Ada 5 cm mungkin ketebalannya. Disana cerah, tapi matahari tidak panas. Sejuk. Pak Swj berlarian di hamparan rumput yang sangat luas tanpa batas. Langitnya begitu indah dan hawanya segar. Ia melihat ada jalan panjang yang sangat halus permukaannya. Seperti jalan aspal. Dari kejauhan ia melihat seperti ada kereta kuda. Pengemudinya berdiri dan dengan 2 penumpang. Pakaian dan asesoris mereka persis seperti cerita Mahabharata. Hanya pakaiannya serba putih.

Lalu, terdengarlah suara percakapan mereka yang intinya hendak mengajak pak Swj untuk ikut serta dengan mereka. Dan ada yang menyuruh untuk memakaikan pakaian kepadanya. Ternyata, pakaian yang dikenakan tidak cukup. Masih kebesaran. “Bajunya kebesaran!” kata salah seorang dari mereka. “Ya sudah, kita tinggal saja. Kelamaan..!” kata yang lain. Lalu baju itu dilepaskan lagi dari Pak Swj dan dibawa lagi oleh mereka. Kereta kuda itu pergi begitu saja dan Pak Swj melongo melihatnya. Selama waktu itu, ia tidak mampu bicara apapun. Diam saja. Tapi setelah ditinggal pergi itu, Pak Swj kesal. Kenapa ia ditinggal begitu saja. Ia menoleh..celingukan melihat sekeliling. Begitu tidak ada orang yang ia lihat, Pak Swj pun berbicara pada dirinya sendiri, “Duh, aku sendirian. Tadi ada orang, tapi aku ditinggal begitu saja. Ya sudah, aku pulang saja...”

Begitu selesai berkata demikian, Pak Swj tidak tahu bagaimana. Yang ia rasakan saat itu, ia mendengar tangisan istrinya..tangisan anak-anaknya, lamat-lamat doa-doa anak-anaknya... Dan ia pun merasa bingung.” Aku dimana, ada apa denganku..” itu yang ada di perasaan pak Swj saat itu. Perlahan matanya membuka dan ia sangat bingung. Ia melihat ada 6-7 paramedis ada disekelilingnya sedang menolongnya. Semua gembira melihatnya merespon. Dan ternyata, menurut dokter saat pemasangan ring kedua, ia tidak kuat. Dokter-dokter dan paramedis sudah berupaya dengan segala cara untuk menaikkan tanda-tanda vitalnya kembali. Tapi ternyata tidak bisa. Ia sempat mati selama 2 jam. Untunglah, tiba-tiba ia hidup kembali...

Pemasangan 3 ring selanjutnya, tidak boleh dilakukan lagi sementara. Harus menunggu kondisinya pulih. Untuk itu, dia masih harus opname selama seminggu. Lalu setelah kondisinya pulih dan cukup bagus, 3 ring itupun baru dipasang.

Tapi, setelah itu..apakah kehidupannya masih sama? Tidak.. kehidupannya mungkin sama secara fisik. Tapi secara batin, Pak Swj mengalami perubahan. Ia tidak lagi pernah terlambat sembahyang. Ia lebih sabar, lebih legawa, lebih mensyukuri hidup dan lebih banyak berfikir mengenai “bekal” untuk kehidupan kekalnya nanti.

“Bapak..apa setelah hidup kembali itu bisa melihat, mendengar atau merasakan sesuatu yang berbeda dari sebelumnya?”

Pak Swj menarik nafas... “Iya..ada yang berbeda. Saya lebih peka. Saya bisa merasakan fikiran dan perasaan orang. Saya melihat makhluk lain yang selama ini tidak pernah saya lihat.. Seperti saat Maghrib, saya melihat ada yang menembus masuk ke dalam rumah. Saya dulu tidak bisa melihat yang seperti ini. Saya coba tegur yang menembus dinding, ternyata saya bisa berbicara dengannya. Saya minta untuk tidak mengganggu dan dia bisa menjawab..”

“Saya bisa merasakan bagaimana fikiran dan perasaan orang. Tulus atau pura-pura. Saya merasakan fikiran dan perasaan orang yang kadang beda dengan perbuatan atau kata-katanya..”

“Saya bisa melihat satu persatu watak dan sifat orang-orang yang dekat dengan saya..”

“Sejak kapan mulai merasakan hal seperti ini Pak?” tanyaku penasaran. “Sejak saya hidup kembali.. sekitar November 2015 lalu..” jawabnya.

“Apakah ini Bapak rasakan mengganggu?” tanya saya lagi

“Tidak.. ini semua membuat saya lebih banyak memperbaiki hidup dan diri saya... juga anak istri dan keluarga saya.. Saya merasa bersyukur memiliki mereka, bersyukur dengan kehidupan saya dan apa saja yang sudah Allah berikan pada saya..” ungkap Pak Swj

“Harapan Bapak apa yang ingin disampaikan pada semua orang sehubungan dengan pengalaman hidup Bapak?” tanya saya sebagai penutup.

“Hmmmm... Orang mati itu tidak membawa apa-apa. Saya hanya bertelanjang saja saat itu. Jadi, jangan berati harta..jangan melekat pada harta. Uang, harta benda, kekuasaan, atau apapun itu bukanlah bekal yang akan kita bawa saat kematian datang. Kematian datang sewaktu-waktu tanpa pernah bisa kita ketahui. Maka, harus selalu bersiap diri. Jadi orang baik, hidup baik, jaga kesehatan, jaga pikiran, jaga perbuatan. Rajin mohon ampun dan beribadah pada Allah..” jawabnya dengan sabar.

“Kalau boleh tahu, dengan ijin Allah untuk bisa merasakan kematian dan hidup kembali tersebut dengan cara dan perasaan yang enak, indah, bahagia seperti kisah Bapak itu, amalan apa saja yang selama ini Bapak lakukan selama hidup?” tanya saya lagi

Pak Swj tersenyum. Dia mengepalkan kedua tangannya. “Apa yang dilakukan tangan kanan, tangan kiri saja tidak boleh tahu..”

Dari situ saya bisa menangkap maksud perkataannya.. Sedekah, terutama sedekah rahasia.. berbuat kebaikan.. ibadah rajin... sayang keluarga... hidup baik.. seperti ceritanya tadi-tadi..

Bagaimanakah kita nanti? Akankah kita mati dengan kematian yang indah? Atau nazak seperti sapi digorok yang penuh kesakitan? Akankah kita merasakan kehidupan setelah kematian yang indah dan masuk surga? Atau kita menghabiskan seluruh waktu setelah kematian hanya untuk menebus dosa, keserakahan dan kenikmatan dunia yang selama ini kita kejar dengan segala cara.. dalam neraka abadi...

Surga dan neraka. Hanya kita sendiri yang putuskan kemana kita pergi. Cara hidup, cara pikir, tindakan, ibadah kita pada Allah yang tentukan... Bukan teman, bukan keluarga...

Semoga kisah Pak Swj bisa diambil hikmahnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun